Verdy Saputra: Work From Bali Momen Masyarakat Rasakan Manfaat
Pelaku usaha pariwisata I Gede Putu Verdy Riana Saputra (ist)
Denpasar | barometerbali – Krisis multidimensi global akibat pandemi Covid-19 menimbulkan keterpurukan luar biasa terutama di sektor ekonomi dan pariwisata Bali. Kondisi ini membuat semua aspek yang menopangnya harus mencari arternatif lain untuk mencoba bertahan hidup, dari jasa angkutan, hotel, pramuniaga, sales, dan lain sebagainya.
Pelaku pariwisata Bali I Gede Putu Verdy Riana Saputra mengungkapkan juga kondisi usaha tour & travelnya di PT. Asia Wisata Archipelago (sebagai komisaris, red) mandek, namun hal itu tidak membuatnya menyerah.
Ditemui di tempat tongkrongannya sebuah café seputaran Denpasar, Verdy Saputra mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi Bali secara umum. Ia pun tak mau berpangkutangan saja tapi tetap berupaya mematangkan potensi dan bersinergi dengan usaha kecil menengah mikro (UMKM).
“Harapan dibukanya pariwisata Bali bulan Juli 2021 ini sangat dinantikan oleh semua kalangan. Program dari pemerintah WFB (Work From Bali) ini merupakan momen di mana seluruh lapisan masyarakat di Bali merasakan manfaatnya,” tandas Verdy Saputra di 9/11 Café & Concept Store, Denpasar, Kamis (10/6).
Dari WFB ini untuk memastikan seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan benefit tambahnya, adalah dengan berpikir kreatif. “Untuk memaksimalkan WFB ini adalah dengan membuat event, atau kreatifitas lainnya yang menunjang kinerja program pemerintah ini. Tetapi saran saya terhadap pelaku WFB janganlah menggunakan mobil pribadi untuk di Bali agar tercipta simbiosis mutualisme yang baik dari program WFB tadi, ” harap Verdy yang juga Ketua Satuan Siswa, Pelajar, dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila Kota Denpasar
Ia juga menjelaskan bila masalahnya adalah dari budgeting instansi yang menggunakan mobil pribadinya, ia menyarankan untuk melakukan negosiasi. Dirinya mengatakan hal itu dapat membantu perekonomian bagi masyarakat Bali yang bergerak di sektor pariwisata. “Saya berharap bila ini dilakukan akan berdampak langsung bagi masyarakat Bali baik bidang jasa, atraksi, bahkan angkutan. Dalam bekerja saat libur mereka kita harapkan dapat melayani pihak di bidang atraksi pariwisata, yoga, healing. Tentu itu dapat menyerap pelaku usaha pariwisata di Bali,” ujarnya.
WFB menurutnya tentu memiliki nilai positif, tetapi penilaiannya memposisikan WFB hanya dalam satu kawasan terkesan tidak adil bagi kawasan lain yang tak kalah baiknya bahkan berpredikat Zona Hijau. Bila point-nya adalah kerja sambil memberdayakan masyarakat Bali, ditempatkan di Villa Kerobokan misalnya satu instansi 20-30 kamar pasti ada yang memiliki budget yang dapat disesuaikan. Dalam weekend mereka membeli makan, berbelanja, jalan-jalan ke Tanah Lot, Jatiluwih, Ubud dan mereka dipastikan akan menggunakan transportasi lokal.
“Saya pikir WFB ini harus benar-benar dimatangkan, saya mendengar Nusa Dua adalah pilot projectnya. Yang saya harapkan tahapan selanjutnya kedua, ketiga dan selanjutnya diharapkan bisa dimaksimalkan,” ujar Verdy yang kerap disapa si handsome pemalu ini oleh kawan-kawannya.
Ia juga menambahkan bila nanti WFB ini berlanjut, daerah yang dituju harus memiliki kriteria Zona Hijau, memiliki sertifikasi CHSE (Cleanliness/Kebersihan, Health/Kesehatan, Safety/Keamanan dan Environment Sustainability/Kelestarian Lingkungan). Dijelaskan, daerah yang belum mendapatkan predikat CHSE harus didorong terus untuk memiliki standar tersebut.
Ditanya soal UMKM ia menuturkan bahwa saat inilah Bali harus bangkit dari keterpurukan, berkolaborasi dengan wadah atau asosiasi yang dapat mengumpulkan bahkan sudah memiliki UMKM binaannya sendiri, dan memanfaatkan program WFB ini sebagai ajang untuk menyatukan data base. “Misal kita mengadakan pameran stand di Nusa Dua, dan ASN yang bekerja di sana kita bawakan mereka produk-produk hasil UMKM. Ini lhi UMKMnya Bali! Gak usah kemana-mana lagi men-spend (membelanjakan) uangnya untuk masyarakat Bali, ” paparnya.
WFB juga menjadi momen untuk pelaku UMKM memahami digitalisasi pembayaran. Bila nanti digelar pameran untuk menyambut WFB itu, menurutnya perbankan lokal dapat mengedukasi pelaku UMKM di dalam booth untuk memahami pembayaran digitalisasi atau Payment Gateway. Sinergi seperti inilah imbuhnya, dijadikan satu. “Kita maksimalkan WFB ini dalam menggerakan ekonomi Bali dan pandangan dunia terhadap Bali. Dan harapan saya tidak hanya di Nusa Dua saja tetapi pemerataan di sentra-sentra pariwisata yang dapat menggerakkan perekonomian pelaku pariwisata di Bali ini,” tutupnya. (BB/167/Ray)