Di Balik Sukses Mie Kober, Ada Entrepreneur Ida Bagus Hartawan
Ida Bagus Hartawan (Gusde Kober) ingin ubah stigma bertani kotor ke pertanian modern
Denpasar | barometerbali – Sukses di balik bisnis kuliner Mie Kober yang digandrungi kaum muda adalah Ida Bagus Hartawan. Siapa sangka, pria ramah ini punya perhatian khusus terhadap pertanian. Bahkan, dia membuka lahan pertanian khusus untuk menyuplai gerainya. Selain itu, dia punya tujuan khusus terhadap pertanian.
Memulai bisnis di bidang kuliner, bagi Ida Bagus Hartawan bukan tanpa pertimbangan. Kuliner merupakan salah satu peluang bisnis yang memiliki potensi terus merangkak naik. Bagaimana tidak, makan merupakan kebutuhan manusia setiap hari sehingga peluang bisnis ini akan terus berkembang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Pria yang akrab disapa Gusde Kober, ini pun menampilkan kuliner yang tak biasa dan menjangkau seluruh kalangan. Mie Kober didesain dengan konsep terjangkau tetapi tidak murahan. Pemilihan bahan-bahan berkualitas super digunakan sebagai apresiasi kepada pelanggan.
“Semakin banyak kompetitor semakin bagus untuk memajukan kuliner di Bali,” ungkap Gusde Kober dalam acara Agro Learning Center (ALC) Talk di Jl. Cekomaria Denpasar, Selasa (22/06).
Pengalaman di bidang kuliner membuat Gusde mempelajari lifestyle masyarakat untuk memperoleh kesehatan. Gaya hidup sehat melalui makan makanan sehat membuatnya mulai menjamah usaha di bidang agro pertanian. Dengan konsep pertanian organik tanpa pestisida, agro ini dibangun di kawasan Kabupaten Bangli. Memproduksi sayur-sayuran dan buah sayur sendiri, Gusde berharap dapat menjamin kualitas makanan yang dijual kepada konsumen.
“Kami sedang konsen memproduksi sayur-sayuran untuk menyuplai gerai kami sebagai bentuk apresiasi kepada konsumen dengan mengahasilkan bahan makanan sendiri,” jelasnya.
Agro pertanian yang dibangun memang hanya untuk memenuhi kebutuhan gerai Mie Kober, namun tak menutup kemungkinan memenuhi kebutuhan market lain jika permintaan tinggi. Untuk itu perlunya edukasi petani tentang cara pertanian modern sehingga memprovokasi anak-anak muda agar tertarik dengan pertanian.
“Kami harus mengubah stigma bertani itu kotor ke pertanian yang lekat dengan teknologi dan kebahagiaan,” imbuhnya.
Meski pariwisata Bali tengah dihantam Pandemi, ia menegaskan jika pertanian merupakan peluang bisnis yang potensial dan seimbang. Hasil pertanian jangan hanya berkiblat pada permintaan hotel dan restoran, justru sekarang mengambil peluang permintaan kuliner streetfood.
“Peluang ini yang harus diambil, masyarakat masih tetap butuh makan meski Pandemi. Anak muda boleh atensi dengan pariwisata tetapi jangan melupakan pertanian,” ungkapnya.
Sementara itu, persoalan di bidang pertanian yang hingga kini masih belum menemukan solusi adalah persoalan pasca panen. Produksi pertanian yang melimpah membuat harga anjlok, jika tidak dilakukan pengolahan tentu akan merugikan petani. Untuk mengatasi hal itu, pihaknya tengah mengolah hasil pertanian untuk menambah nilai jual dengan membuat Dried Fruit. Pengeringan buah dengan dehydrator mampu mengurangi masalah pasca panen tanpa mengurangi kandungan gizi buah jika diolah dengan cara yang benar.
“Pengolahan pasca panen yang perlu dimaksimalkan pemerintah, bahkan harus difasilitasi dengan penyiapan gudang penyimpanan, pendampingan pengolahan dengan teknologi yang bisa diterapkan di desa-desa,” tutupnya. (BB/501/Sys)