Rakerda SMSI Bali Nyatakan Sikap Tolak ‘Black Campaign’ Bali di Luar Negeri
Penyerahan sertifikat keanggotaan dan pernyataan sikap Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bali di penghujung Rakerda pertamanya di Gedung PWI Bali, Lumintang, Denpasar, Senin (26/7/2021).
Denpasar | barometerbali – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bali yang memiliki 44 anggota, mengeluarkan pernyataan sikap menolak black campaign (kampanye hitam, red) tentang Bali di luar negeri terkait pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi Bali. Pernyataan sikap itu dirilis bersamaan dengan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) pertama di Gedung PWI Bali, Kawasan Lumintang, Denpasar, Senin (26/7/2021).
Keprihatinan ini dilandasi atas pernyataan badan kesehatan dunia (WHO) maupun Unicef yang menyoroti Bali akan menggelar sejumlah agenda internasional pada 2022 mendatang. Mereka ingin memastikan Bali aman dari Covid-19 dengan segala penanganannya yang berstandar internasional.
Persyaratan sebagai penyelenggara event internasional pun mengemuka dan menjadi persyaratan wajib yang harus dilakukan Bali. Di antara persyaratan itu yakni, positive rate di bawah 5% dan ratio contacts tracing minimal 25 orang per kasus positif.
Menyadari hal itu, Ketua SMSI Bali Emanuel Dewata Oja juga menyoroti indikasi adanya black campaign terhadap pola penanganan pandemi Covid-19 di Bali. Dari data yang ada, setidaknya 11 negara mengeluarkan larangan warganya datang ke Indonesia.
Bahkan, telah terjadi eksodus warga negara asing, bahkan yang saat ini masih menetap di Bali seperti WNA Asal Jepang.
“Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali, telah melakukan upaya-upaya menjauhkan kehidupan masyarakat dari pandemi Covid-19,” kata Emanuel Dewata Oja yang akrab disapa Edo ini.
Edo menambahkan, ‘kampanye hitam’ yang beredar di luar negeri mengesankan Indonesia dan Bali tidak profesional menangani pandemi Covid-19. Disitu muncul ketakutan bagi calon wisatawan untuk datang ke Bali.
“Ini adalah masalah serius yang membutuhkan solusi dan langkah-langkah yang tepat dan efisien,” tandas Edo lagi.
Dalam penanganan pandemi di Provinsi Bali dan Indonesia, Edo menegaskan, SMSI mendukung sepenuhnya upaya-upaya pemerintah Provinsi Bali, kabupaten/kota, TNI dan Polri dalam percepatan penanggulangan pandemi Covid-19 di seluruh Bali.
Mengajak semua pihak melakukan ‘perlawanan’ terhadap black campaign tentang penanganan pandemi Covid-19 di Bali. Counter dilakukan dengan menggalang kesepahaman dengan seluruh media mainstream di Bali, baik media online, media cetak dan media elektronik.
“Agar setiap hari memotret keseharian masyarakat Bali yang taat terhadap prokes, dalam penanggulangan Covid-19 Bali melalui pemberitaan rutin selama 3-5 bulan,” pesan Edo.
Pemberitaan media yang masif, jelasnya, akan berdampak bagi pencitraan Bali sebagai provinsi terbaik dalam menangani pandemi Covid-19. Selanjutnya, akan dapat membuka mata dunia internasional tentang Bali sesungguhnya.
“Ingat, campaign harus dilawan dengan campaign,” cetusnya.
Selain itu, SMSI Bali juga mendorong Pemerintah Provinsi Bali mem-breakdown program fellowship jurnalisme ‘Ubah Laku’ yang dimotori BNPB.
“Program yang sama bisa dilakukan di Provinsi Bali dengan melibatkan sebanyak mungkin media online, cetak dan elektronik,” sebutnya.
Menetapkan Dinas Kominfos Provinsi dan kabupaten/kota se-Bali untuk melakukan sosialisasi keseharian masyarakat Bali yang menunjang pencitraan Bali sebagai provinsi terbaik dalam menangani pandemi Covid-19. Tugas ini dilakukan dengan menggandeng seluruh organisasi media dan organisasi wartawan yang ada di Bali sebagai garda terdepan.
SMSI Bali juga menyerukan data contact tracing Covid-19 dibuka ke publik untuk menunjukan keseriusan pemerintah menangani Covid-19 di Bali, dengan tetap mempertimbangkan berbagai ketentuan yang berlaku.
Edo mengatakan, hal itu untuk menjaga keseimbangan publikasi berlebihan terhadap data kasus positif, baik secara nasional maupun lokal yang menimbulkan kepanikan.
“Ini sekaligus memberikan citra positif WHO terhadap Bali,” tutup Edo. (BB/511)