Kualitas Tinggi, Arak Royal Menembus Pasar Mancanegara
INSPIRASI dan naluri bisnis tak melulu idenya muncul dari situasi normal, namun bagi sosok yang berjiwa entrepreneur, di masa krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 ini, justru dapat menelurkan sebuah usaha menjanjikan.
Salah satunya figur AA Ngurah Panji Astika asal Puri Anom Tabanan yang merupakan pengusaha instalasi pengolahan air limbah (IPAL) memulai bidang usaha baru yaitu produksi minuman beralkohol (mikol) tradisional Bali yang populer disebut arak. Putera Tabanan lulusan Teknik Mesin Universitas Brawijaya ini membuat sendiri mesin penyulingan arak bertenaga listrik dengan bahan yang food grade sehingga menghasilkan arak berkualitas dan terbaik di Bali yang bernama Arak Royal.
Bagaimana awal cerita dan proses produksi Arak Royal ini, jurnalis Ngurah Dibia (ND) mewawancarai mantan Calon Bupati Tabanan pada Pilkada Serentak tahun 2020 lalu yang kerap disapa Turah Panji (TP) ini. Berikut kutipan perbincangannya di Kantor PT Amanaid, Denpasar, Jumat (20/8/2021) lalu.
ND: Apa latar belakang Turah Panji (TP) tertarik “terjun” ke usaha memproduksi Arak Royal ini?
TB: Sebenarnya ini tidak sengaja. Kan awalnya dulu ketika saat pandemi Covid-19 itu pertama kali merebak, kita ada program untuk menyebarkan desinfektan gratis dan handsanitizer gratis. Yang mau saya berikan ke masyarakat dengan alkohol yang food grade atau standar makanan WHO (World Health Organization) berbahan dasar makanan itu yang bagus. Saat itu kita mau membeli, cuman di pasaran waktu itu habis. Nah, akhirnya kita berpikir bagaimana kalau kita buat sendiri. Kebetulan karena saya latar belakangnya teknik mesin, kemudian saya belajar membuat mesin penyulingan etanol, bahasa kerennya destiller. Nah setelah mesin itu kita buat, situasi pasar etanol itu sudah mulai normal. Ahirnya kan, mesin ini untuk apa? Kebetulan kemudian, Pak Koster (Gubernur Bali Wayan Koster, red) lagi gencarnya mempromosikan arak. Saya pelajari lagi ternyata, mesin pembuat etanol dan arak ini ternyata sama, cuman bahannya yang berbeda. Akhirnya saya belajar lagi untuk membuat arak ini. Itu sebenarnya kejadiannya.
ND: Berapa sebenarnya kebutuhan minuman beralkohol di Bali dan posisi arak Bali bagaimana?
TP: Nah kedua, dari sisi pemikiran saya begini. Saya juga berpikir selama ini di Bali pada saat kondisi pariwisata normal itu membutuhkan 10 juta liter spirit atau minuman beralkohol per tahun. Dan hampir semuanya impor. Arak tidak mendapat bagian dari situ, karena arak dianggap kualitas minuman yang ala kadarnya dan cenderung berbahaya. Karena banyak orang membuat alkohol palsu, dikasi label palsu dengan nama arak sehingga nama arak akhirnya menjadi jatuh.
ND: Minuman alkohol berbahan dasar apa yang boleh dikonsumsi?
TP: Minuman yang boleh diminum itu kan yang bahan dasarnya etanol, cuman kadang yang membuat minuman palsu ini membeli metanol lalu dijual dengan nama arak, masyarakat yang membeli menjadi korban. Itu yang membuat arak itu menjadi jatuh.
ND: Yang mana sebenarnya arak tradisional asli Bali itu?
TP: Saya yakin sekali sebenarnya arak itu adalah minuman spirit yang berkualitas tinggi. Karena apa? Karena arak Bali ini dibuat jauh sebelum Whiskey itu ditemukan. Arak ini sebenarnya minuman yang beratus tahun berproses, cuman sekarang dirusakkan oleh orang-orang belakangan ini.
ND: Ada bukti sejarah keberadaan arak?
TP: Kalau kita mau melihat ke Candi Borobudur, di situ ada relief yang menggambarkan bahwa orang Nusantara itu sudah meminum minuman beralkohol yang berasal dari pohon kelapa atau pohon palem, itu yang disebut nira. Dari babad ke-6 Masehi lho itu. Dan ada laporan penulis Itshing dari Cina juga menyebutkan hal yang sama.
ND: Apa benar di Puri Anom Tabanan juga memiliki lontar otentik terkait arak?
TP: Iya kebetulan di Puri Anom ada lontar yang ee.. saya lupa namanya, sekarang itu dipegang oleh bandesa adat di Besi Kalung (Kec. Penebel, Tabanan, red), itu lontar tentang usadha atau ilmu pengobatan yang berbahan dasar arak. Usadha khusus arak. Nanti boleh wawancara jero bandesanya. Itu lontarnya disimpan di Puri Anom dulu, sekarang masih ada. Mungkin salinannya sekarang dibawa oleh bandesa adat di Besi Kalung.
ND: Dari mana lantas Turah Panji mendapatkan inspirasi menciptakan Arak Royal ini?
TP: Nah dari situ kemudian saya berpikir, saya harus bisa membuat produk yang baik dari arak ini. Dari kaitan historis keluarga kami dari Kerajaan Majapahit pada abad ke-13 menuju Tabanan ini kan penganut aliran Bhairawa, jadi minuman beralkohol atau arak ini salah satu syarat atau sarana ritual upacara penganut Bhairawa. Sekarang khan masih dipakai itu. Untuk orang mesegeh, mecaru, metabuh itu kan pakai arak. Karena itu bagian dari Bhairawa atau Bhairawisme. Ngelawar dan segala macam itu khan Bhairawa.
Nah karena itulah akhirnya saya mempelajari bagaimana membuat whiskey, brendy, wine, vodca. Dan saya memakai peralatan yang benar-benar berkualitas, semua harus food grade. Nah kemudian mulailah saya membuat itu (mesin pembuat arak).
ND: Infonya Arak Royal berbahan alami. Dibuat dari apa?
TP: Bahannya murni organik, saya ambil dari tuak jaka (nira) dan tuak nyuh (kelapa) yang berkualitas. Semuanya dari wilayah Tabanan. Nah setelah diproduksi dengan baik, saya menghasilkan arak seperti sekarang ini, arak berkualitas dan terbaik di Bali, Arak Royal.
NB: Soal perizinan dan regulasinya apa sudah punya?
TP: Tentu ada karena saya mengerti mengenai aturan, saya tentu tidak berproduksi saja tanpa mengindahkan peraturan, akhirnya saya saya kemudian mencari perizinan. Kebetulan saya mendapat bapak angkat untuk perizinan itu. Arak ini yang kasi nama Arak Royal sekarang sudah punya izin BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan sudah mendapat pita cukai dari Bea Cukai. Yang mengedarkan adalah perusahaan distributor yang sudah memikiki Izin edar. Artinya secara produksi ini sudah legal. Jadi satu, arak ini kita buat kualitasnya yang bagus, kemudian untuk bisa dijual secara legal, itu harus mengurus perizinan dan saya sudah mengurus.
ND: Selain warga lokal saja yang sudah pernah testimoni merasakan Arak Royal ini? Saya dengar WNA juga katanya sangat suka dan memujinya.
TP: Dan Arak Royal ini sudah dicoba oleh banyak tamu-tamu mancanegara. Bahkan sudah ada beberapa yang membawanya ke Perancis, ke Rusia, ke Belanda, ke Australia, walaupun kita belum resmi ekspor, tapi mereka take and carry, jadi mereka datang lalu bawa pulang ke negaranya.
ND: Kesan bule-bule setelah menikmati Arak Royal ini bagaimana?
TP: Oohh, kesan mereka luar biasa, bahwa arak ini tak kalah dengan Tequila, ga kalah dengan Whiskey.
ND: Turah Panji punya obsesi dan mimpi apa tentang arak?
TP: Saya punya mimpi merehabilitasi nama baik arak itu. Saya ingin mengembalikan harkat dan martabat arak. Jangan sampai arak itu dianggap sebagai minuman kelas rendah. Kalau di luar negeri arak itu dianggap minuman berbahaya karena membunuh orang. Padahal bukan araknya yang berbahaya, tapi minuman beralkohol palsu yang diberi nama araklah yang membunuh orang. Kalau arak diminum sebanyak-banyaknya tidak akan membuat sakit kepala asal arak yang memang benar-benar asli.
ND: Apa benar Arak Royal bisa sembuhkan penyakit?
TP: Yang terpenting lagi, arak ini memang benar-benar obat. Saya ga pernah minum arak, sebelum membuat sendiri. Kemudian saya mengonsumsi arak ini dari awal Covid-19 sampai sekarang, saya tidak pernah lagi pilek. Tidak pernah lagi asma, tidak pernah lagi batuk, tidak pernah lagi demam. Padahal dari kecil saya itu pengidap asma dan pilek. Semenjak saya minum Arak Royal ini pilek sudah ngga pernah lagi. Sehingga saya benar-benar merasakan khasiat penyembuhan dari arak ini. Saya dulu punya asam urat, asam urat saya sembuh setelah minum arak ini. Kolesterol saya waktu Pilkada kemarin, untuk pertama kalinya normal. Saya tak tahu apakah karena minum arak ini. Tapi saya yakin sekali dengan rutin mengonsumsi arak dengan takaran yang tepat ini bisa membantu kesehatan kita.
ND: Pernah tanya pada dokter tentang manfaat arak bagi kesehatan?
TP: Saya pernah bertanya pada seorang dokter, pada saat kita minum minuman beralkohol yang food grade, yang alami, pembuluh darah kita melebar, peredaran darah lebih lancar dan merasakan hangat di badan. Pagi satu sloki, sore satu sloki. Itu memang benar-benar terjadi kalau araknya memang benar disuling. Jadi saya katakan Arak Royal ini 100% organik. Jaka itu kan hidupnya bebas alami di alam tanpa dipupuk. Kemudian dalam proses penyulingan tidak ada unsur tambahan apapun. Tidak ada tambahan gula, perasa, zat kimia apapun. Sehingga rasa arak ini benar-benar original. Kalau dia berasa manis karena dari niranya sendiri. Kalau ada aroma, dari niranya sendiri.
ND: Arak Royal dibikin berapa varian rasa?
TP: Untuk sementara saya buat 2 varian. Untuk 1 yang original, jadi tuak itu kita suling menjadi arak. Yang satu lagi itu namanya aging atau dituakan. Kalau whiskey itu dituakan di drum kayu Oak. Nah kalau saya ga mau pake kayu Oak, karena bukan pohon asli kita. Saya pakai bambu. Saya beli bambu petung dari hutan Jatiluwih (Kecamatan Penebel, Tabanan) kemudian arak itu saya simpan di sana. Selama 1 bulan warnanya berubah jadi kuning keemasan, aromanya jadi berubah dan yang terpenting bau alkoholnya hilang saya namakan arak bambunya, Asta. Sehingga orang minum itu seperti meminum rasa wine tapi efeknya seperti spirit, halus. Sebenarnya saya bisa buat arak dengan rasa buah dari buah-buahan asli bukan perasa dengan difermentasikan terlebih dahulu. Saya punya arak yang rasa jeruk semaga. Tapi untuk sementara saya fokus dua varian saja dulu, kalau sudah bagus, saya buat varian lain. Sebenarnya teh dan kopi pun bisa dicampur arak.
ND: Kadar alkohol Arak Royal berapa?
TP: Variatif mulai dari 35 persen hingga 40 persen. Karena kandungan alkohol yang boleh diminum itu maksimal 55 persen. Jadi kalau kandungan alkohol 35 persen saja kalau dinyalakan dengan korek, warna apinya biru, kalau biru kekuning-kuningan ga masalah. Kalau warnanya kuning banget maka ada kandungan metanolnya. Itu hanya beberapa metodologi saja.
ND: Melihat fenomena kekinian, masyarakat kita ada yang masih awam karena belum banyak yang paham dan teredukasi dalam bagaimana memilih arak yang berkualitas. Betulkan seperti itu kondisinya?
TP: Ya. Pengetahuan tentang arak yang bagus ini harus sampai ke masyarakat. Karena kadang-kadang masyarakat kan salah menilai, bahwa arak yang bagus itu adalah arak yang keluar api. Bukan. Kalau keluar api itu kan hanya membuktikan kadar alkohol di dalamnya. Semakin tinggi kadar alkoholnya, semakin gampang dia keluar api. Tapi kalau terlalu tinggi (kadarnya) juga berbahaya untuk tubuh karena standarnya 35 sampai 40 persen baru sehat. Pertama, arak yang baik adalah arak yang dibuat organik. Tidak ada campuran zat kimia. Yang kedua, lihat di labelnya. Di sana itu terlihat mana minuman yang terdestilasi apa. Apakah nira atau tuak. Etanol itu hasil destilasi sendiri. Banyak minuman itu yang mereka beli etanol industri lalu dicampur air, gula, perasa dan pewarna, itu tidak benar-benar organik. Kalau arak yang saya buat organik. Kalau dia berwarna, warna itu memang dari alam, alami. Ini memang murni hasil proses destilasi, kita bukan membeli etanol industri kemudian dicampur macam-macam. Itu meracik namanya. Begini, arak itu semakin banyak didestilasi hasilnya semakin halus diukur kandungan alkoholnya dengan alat yang bernama refractometer dan hydrometer. Yang ketiga, prosesnya harus food grade. Kalau yang dibuat untuk nyuling oleh pengrajin tradisional itu, kadang-kadang tidak standar makanan atau food grade. Ada yang pake kaleng, bahan bakarnya dari ban bekas, kemudian ditampung dalam jerigen plastik, itu kan terkontaminasi, karena alkohol ini bisa menyerap plastik dan rasanya pun berubah dan mengandung toksin (racun). Kalau Arak Royal semuanya food grade, dari besi yang stainless steel, kemudian langsung ke kemasan kaca sehingga kemasannya pun saya ga berani pakai plastik karena alkohol itu sifatnya melumerkan plastik dan karsinogenik. Hal-hal seperti ini harus kita sebarkan ke masyarakat. Saya ingin orang Bali itu bangga dengan produknya sendiri. Kalau ada orang jual arak Rp20 ribu per botol, itu kan sama dengan melacurkan diri. Akhirnya orang menganggap arak itu minuman murah.
ND: Berapa biaya produksi 1 liter arak yang bagus?
TP: Kalau dibuat dengan benar ya, 1 liter arak yang kadar alkoholnya 40 persen itu biayanya Rp100 ribu. Itu baru biaya produksi, saja belum botol dan kemasan. 1 liter arak membutuhkan 10 liter tuak. Bayangkan kalau harga tuak itu di pasaran Rp7 ribu, berarti harga tuaknya saja Rp70 ribu.
ND: Sinergi Turah sebagai produsen arak dengan petani nira selama ini seperti apa?
TP: Yang terpenting adalah petani nira di Bali itu makmur. Karena selama ini tuak nira itu khan juga dibuat menjadi gula Bali (gula aren, red). 1 kilonya juga kalau ga salah membutuhkan 10 liter tuak. Padahal di pasaran 1 kilo gula Bali harganya Rp20 ribu kadang-kadang Rp14 ribu. Satu hari pengrajin itu membuat 6 kilo, membutuhkan tuak bisa sekitar 100 kilo. Berarti hanya menghasilkan uang Rp120 ribu. Belum ongkos kerjanya, belum bahan bakarnya. Akhirnya tuak itu ga ada harganya. Dia hanya membayar ongkos kerja saja dan bahan bakar. Nah kalau ada industri arak yang bagus, mereka tetap bikin gula, tetapi tuaknya kita beli dengan harga yang layak sehingga mereka hanya tinggal menyadap. Hitungan saya begini, kalau kita beli tuak manis itu Rp3 ribu per liter, 1 pohon nira itu kira-kira menghasilkan 20 hingga 30 liter tuak, let’s say 25 liter kali Rp3 ribu berarti per pohon itu menghasilkan Rp75 ribu per pohon per hari. Kalau dia punya 5 pohon atau 10 pohon, dia menghasilkan Rp750 ribu per hari. Malam dia naruh, paginya dia panen. Sisa waktunya bisa dia gunakan untuk bertani dan beternak. Kalau industri arak ini jalan, petani nira pasti sejahtera.
ND: Proyeksi dan prospek ke depan dari industri arak bagaimana?
TP: Kalau industri arak legal ini terjadi, saya yakin, satu kita bisa ekspor. Bayangkan kebutuhan spirit di Bali untuk pariwisata 10 juta liter per tahun bahkan lebih hingga 50 juta liter per tahun. Harga minuman beralkohol dari Rp500 ribu hingga Rp1 juta per botol. Let’s say rata-rata Rp500 ribu saja kali 10 juta liter saja berapa itu? Rp5 triliun per tahun! Spirit saja itu. Masak kita harus impor. Kalau kita ambil 10 persen saja dari Rp5 triliun itu, sudah Rp500 miliar. Kalau kita ambil bagian 30 persen, Rp1,5 triliun dari industri arak. Itu tak hanya menampung tenaga kerja, juga devisa, juga membawa kebaikan untuk petani nira. Sehingga orang akan berlomba-lomba menanam pohon jaka di gunung sehingga menjadi alam terpelihara, karena dengan adanya jaka resapan dan kualitas air juga bagus. Mungkin besok kita akan membuat pohon jaka karena untuk menanam 10 pohon jaka tak perlu lahan yang banyak, 2 are, 3 are sudah cukup. Bayangkan kita buat hutan jaka di Pupuan misalkan, nanti akan menghasilkan value (nilai), kemudian itu bisa dijadikan tempat edukasi, nanti kita bikin gula batangan, digabung dengan coklat, dengan gula aren. Kemudian produksi gula aren kita buat yang lebih modern lagi sebagai lokasi destinasi wisata agrotourism dan ecotourism. Dengan adanya pandemi ini kita kan harus beralih dari sektor pariwisata ke sektor primer, pertanian dan industri pertanian yang harus kita bangun. Dan ini salah satu industri pertanian yang paling gampang.
ND: Berapa tarif cukai yang masuk ke negara dari impor mikol?
TP: Disebutkan oleh seorang pengamat pariwisata, kebutuhan minuman beralkohol di Bali 92 persen, selama ini diisi produk impor. Tarif cukai impor Rp139.000 per liter. Inilah peluang yang bisa digarap para petani atau produsen arak di Bali terutama yang legal, adalah sebesar 92 persen yang mana cukai totalnya adalah kurang lebih Rp7,06 triliun. Saat ini baru diisi 8 persen oleh produksi lokal Bali. Kita bisa memanfaatkan kesempatan ini agar mampu mengisi pasar pariwisata nantinya, setelah Bali kembali bangkit seperti normal.
ND: Posisi dan peran pemerintah di sini?
TP: Kita tinggal bekerjasama dengan pemerintah. Pemerintah hanya memberikan jalan kepada pelaku usaha, pengusaha membangun industri arak.
ND: Kembali ke masalah regulasi yang sudah dipegang, apakah ada kendala lain?
TP: Jadi gini, kalau izin-izin baru kan sudah tak ada lagi. Sudah ditutup oleh Pak Jokowi (Presiden RI) kemarin, sehingga kita membeli izin produksi yang lama, nah izin lama ini yang agak mahal hingga miliaran. Kalau usulan saya, sebaiknya pemerintah daerah membeli izin, katakanlah Rp15 miliar hingga Rp20 miliar, kemudian kasi izin itu ke BUMD (Badan Usaha Milik Daerah). BUMD ini kemudian menjadi “bapak angkat” membina kemitraan dengan pengrajin arak tentu harus dengan standar yang ketat. Syaratnya harus dipenuhi, proses produksinya harus benar, harus bersih, peralatannya harus hygienis dan sesuai standar. Setiap desa bisa punya 1 perusahaan arak. Nanti izinnya 1 dari pemda. Kalau Arak Royal sendiri sudah bernaung di bawah CV. Partha Jaya.
ND: Apakah Arak Royal juga akan membidik target ekspor?
TP: Saya sedang mencari celah untuk ekspor ke Australia, karena Australia sudah minta. Selain itu Rusia dan Eropa.
ND: Kapasitas dan volume produksi sudah berapa?
TP: Kapasitas produksi sekarang masih kecil tapi kalau sudah ada permintaan besar, kapasitas produksinya juga akan diperbesar, begitu pula infrastruktur, marketing kit-nya, kejelasan dan kelengkapan perizinannya. Sekarang masih pandemi Covid-19, permintaan kan masih sedikit, tapi ngga apa-apa, kita kan sudah mempersiapkan diri kalau pariwisata nanti sudah dibuka, kalau ekonomi sudah normal, kita sudah punya produk.
ND: Terus branding atau tagline dari Arak Royal ini apa?
TP: The Spirit of Tabanan. Karena saya ingin orang tahu bahwa arak yang baik dan arak yang enak itu ada di Tabanan. Kalau merek memang tahun 2020 tapi spiritnya, jiwanya, sejarahnya dari tahun 1343. Masehi. Makanya saya bikin di kemasan botolnya Arak Royal Since 1343. Dan sekarang sudah dipatenkan. Saya pakai momentum itu ketika leluhur saya tabik pakulun Ida Bhatara Sri Nararya Kenceng ke Bali, karena beliau itu kan penganut paham Bhairawa.
ND: Harga di pasaran dilepas berapa?
TP: Ini yang 500 ml kalau di toko Rp195 ribu per botol. Tapi botolnya kaca, mewah, kemudian kemasannya elit, include BPOM, include cukai, include PPN, semua lengkap. Kalau yang 750 ml ini sudah ada pita cukainya tapi belum kita lempar ke pasaran. Mungkin nanti kita lepas dengan harga sekitar Rp250 ribuanlah. Saya tak mau bikin yang murah.
ND: Market segment-nya siapa?
TP: Segmennya tentu, saya sih berharap orang-orang Bali pun mulai mengonsumsinya daripada meminum sesuatu yang ga jelas. Ya kan? Tapi artinya kalau mereka membeli Rp250 ribu sampai Rp300 ribu itu, segmennya masih menengah ke ataslah. Segmen yang saya tuju adalah penikmat. Bukan pemabuk ya. Saya ga pengen merek saya dipakai mabuk-mabukan. Saya ingin orang menghargai arak. Ini signature-nya Bali. Jadi kalau orang bicara Tequila Meksiko, kalau kita dengar Whiskey Amerika atau Eropa kan, kalau kita dengar Wine Perancis, Rum Karibia, Sake Jepang, kalau Korea Soju. Semua punya signature sendiri-sendiri. Lha kalau sekarang orang dengar arak, mereka pikir itu racun. Tapi suatu saat saya ingin mereka berpikir, kalau orang dengar arak, merek ingat Bali.
ND: Cita-cita Turah untuk Arak Royal apa?
TP: Saya ingin suatu saat Arak Royal ini, arak yang botolnya bagus ini terpampang di bar-bar di luar negeri. Jadi kalau kita ke Amerika, ooh ada arak di sana. Pokoknya di diskotek, bar, restoran dan hotel arak ini harus ada sebagai signature-nya Bali. Saya yakin sekali karena orang-orang asing sudah menikmati Arak Royal ini dan mereka surprise dan menyatakan “This is the best arak in the world!”.
ND: Prof Gelgel dari hasil penelitiannya pernah menyebutkan uap arak yang dibuat sebagai nebulizer mampu mencegah paparan virus Covid-19. Menurut Turah?
TP: Saya yakin sekali, saya sudah membuktikannya. Saya sudah mengonsumsinya selama 2 tahun setiap hari. Sekarang tidak hanya saya, istri saya, anak-anak saya, ibu saya yang sudah tua, kakek saya yang sudah lingsir (tua) juga minum arak. Untuk orang tua, rematiknya hilang karena peredaran darahnya lancar. Tapi tentu dengan ngga berlebih konsumsinya. Saya kalau pilek itu, minum arak hilang pileknya.
ND: Ini bukan hoaks ya?
TP: Bukan hoaks. Saya bicara berdasarkan pengalaman saya kan? Laporannya belum saya buatkan tapi secara empiris saya dan keluarga sudah membuktikannya.
ND: Kalau orang mencari dan membeli Arak Royal ini dimana?
TP: Nah sekerang sudah ada di OLX, tersedia di tokopedia, lazada dan shopee. Ketik saja Arak Royal nanti kelihatan. Kemudian bisa membeli di toko-toko spirit seperti wine shop Sanur, wine shop Seminyak, wine shop Ubud, wine shop and bar Candidasa, dan di Toko Jaya Abadi Jl. Teuku Umar Denpasar. Kita juga sedang berusaha masuk ke toko-toko lainnya. Jadi karena ini produk legal, sudah bisa dijual di toko.
ND: Sistem pembayarannya?
TP: Kalau kita beli di tokopedia nanti kan bisa COD (Cash on Delivery), transfer bank. Mau dari Denpasar, Singaraja gampanglah. Banyak orang Jakarta juga pesan karena apa, karena ada Bali itu lho. Ini kok tumben lihat arak Bali itu mahal, mereka pingin coba justru. Nanti saya masukkan ke pasar oleh oleh dan bandara juga. Mereka membawa bagian dari Bali itu dengan bangga karena arak yang terbaik.
ND: Closing statement?
TP: Pesan saya sih, kalau tidak kita yang menghargai barang kita, siapa lagi? Jadi stop menghancurkan nama arak itu. Stop berlomba-lomba membuat barang murah. Bali itu tidak terkenal karena murahnya tapi Bali itu terkenal karena kualitasnya. Nah kalau kita membuat arak, kita bikin yang berkualitas dan jangan sampai arak itu dihargai murah oleh kita sendiri akhirnya orang lain akan menganggap seperti itu. Dan kita harus bisa menjadi tuan rumah di negeri kita sendiri. Covid ini sudah mengajarkan kita, bahwa kita tak bisa bergantung pada dunia luar. Kita harus membangun ulang dunia pertanian. Kita harus membangun kultur produksi, jangan hanya jasa saja. Untuk membangun pertanian kita harus membangun industri pertanian yakni sektor pascapanen. Ya, ini adalah industri arak yang baik dan kuat salah satunya. Yang lainnya masih banyak lagi tinggal bertemu pelaku pertanian, pelaku industri dan goodwill pemerintah. Saya yakin Bali akan kembali dan bahkan lebih kuat dari sedia kala. (BB/502)