Polda Bali Bongkar Mafia Tanah 5,5 Ha, Libatkan Mantan Kades
Denpasar | barometerbali – Seorang pemimpin semestinya menjadi panutan warganya namun berbeda dengan oknum mantan Kepala Desa (Kade) di Desa Bunga Mekar, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung justru diamankan oleh Direskrimum Polda Bali. Pasalnya, oknum kepala desa inisial IKT ini terbukti melakukan pemalsuan dan penggelapan dengan modus operandi, menjual tanah milik orang lain seluas 5,5 hektar yang sudah disertifikatkan.
Tim Satgas Anti Mafia Tanah yang meliputi Ditreskrimum Polda Bali bersama Badan Pertanahan Negara (BPN) Provinsi Bali berhasil mengungkap kasus yang terjadi tahun 2016 lalu.
Tersangka IKT diduga menjual tanah milik orang lain yang sudah disertifikatkan menjadi atas nama terlapor, kemudian dijual kepada korban Ni Made Murniati dengan mengatakan tanah tersebut adalah miliknya dan bukan tanah bermasalah atau dalam sengketa.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Bali Kombes Pol. Ary Satriyan, S.I.K, M.H. menyampaikan hal tersebut saat konferensi pers di Mapolda Bali, Selasa (14/9). Hadir pula dalam acara tersebut Kakanwil BPN Provinsi Bali Ketut Mangku, A. Ptnh, S.H. M.H., Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa Agus Apriawan, S.T., S.H., M.Kn., Dir Reskrimum Ary Satriyan yang didampingi Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Bali AKBP Made Rustawan, S.H, M.H. lanjut di depan awak media menguraikan pengungkapan kasus penipuan yang dilakukan tersangka IKT (53) asal Dusun Pundukkaha Kelod Desa Bunga Mekar, Nusa Penida, Klungkung ini.
Kombes Ary Satryan mengungkapkan, bermula pada 2016 terlapor IKT mendatangi korban (pelapor) untuk menawarkan 4 bidang tanah yang terletak di Desa Bunga Mekar Nusa Penida, dengan menunjukkan 4 buah fotokopi sertifikat masing-masing atas nama IKT. Bahwa, tanah tersebut adalah tanah miliknya sesuai yang tercatat di SHM.
‘’Tersangka menerangkan bahwa tanah tersebut lokasi dan pemandangannya bagus, dan tanah tersebut bukan tanah sengketa serta tersangka juga menjamin bahwa tanah tersebut tidak akan ada masalah di kemudian hari,’’ jelas Dirreskrimum Ary Satryan.
Dari keterangan terlapor, korban Ni Made Murniati dan suaminya I Nengah Setar tertarik untuk membelinya, selanjutnya pada Mei 2016, tersangka IKT, I Ketut Merta bersama-sama dengan korban dan suaminya mendatangi kantor notaris Putu Puspajana, S.H. di Jalan Puputan I/5 Semarapura, Klungkung.
Di hadapan notaris mereka memohon agar dibuatkan akta perjanjian perikatan jual beli terkait bidang tanah yang akan ditransaksikan. Di hadapan notaris, IKT kembali menerangkan bahwa tanah tersebut memang benar miliknya dan tidak dalam sengketa keluarga dan menjamin di kemudian hari tidak akan bermasalah. IKT juga meminta notaris agar menuangkan keterangannya ke dalam akta PPJB agar Ni Made Murniati dan suaminya lebih percaya dan yakin bahwa tanah tersebut tak bermasalah.
Tak lama kemudian Notaris Putu Puspajana, SH membuatkan akta PPJB dilanjutkan dengan pembacaan akta oleh notaris dan sudah disepakati oleh para pihak, sehingga kedua pihak menandatangani masing-masing akta. Bahwa akta tersebut juga merupakan bukti pembayaran yang sah sesuai kesepakatan para pihak sejumlah Rp. 832.950.000, dan tersangka IKT sudah menerima uang pembayaran tersebut.
Namun pada tahun 2018, ada gugatan dari pihak I Nyoman Tangkas, dkk, dan Gusti Ketut Indra, dkk, di Pengadilan Negeri Semarapura, yang menggugat tersangka IKT dan Ni Made Murniati, terkait permohonan penerbitan sertifikat dan jual beli yang dilakukan oleh tersangka IKT yang saat ini SHM sudah beralih hak ke atas nama Ni Made Murniati dan dalam gugatan tersebut telah diputus oleh PN Semarapura yang menyatakan proses penerbitan sertifikat yang dilakukan oleh IKT merupakan perbuatan melawan hukum, dan menyatakan bahwa proses jual beli yang dilakukan oleh IKT dengan Ni Made Murniati adalah cacat hukum.
Selanjutnya IKT mengajukan perkara tersebut ke tingkat banding, dan sudah diputus, dimana putusannya menguatkan putusan PN Semarapura, dan selanjutnya mengajukan kasasi, dan sudah diputus dengan putusannya yaitu menolak permohonan pemohon.
Saat ini sertifikat atas nama Ni Made Murniati dalam proses pembatalan, sesuai permohonan dari penggugat di BPN Klungkung sehingga dengan adanya peristiwa tersebut Ni Made Murniati merasa dirugikan.
‘’Sehubungan dengan adanya peristiwa tersebut korban datang dan membuat laporan polisi di SPKT Polda Bali, dan diteruskan ke Ditreskrimum Polda Bali untuk dilakukan proses penyidikan yang selanjutnya ditangani oleh Tim Unit 2 Subdit II Ditreskrimum Polda Bali,’’ terang Dir Reskrimum.
Dari proses penyidikan, lanjut Ary Satryan, dengan memeriksa pelapor/korban, pemeriksaan para saksi-saksi, notaris, dan saksi dari Kantor Pertanahan Klungkung dan dilakukan penyitaan barang bukti dari pelapor/korban, notaris, serta dari Kantor Pertanahan klungkung. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap terlapor.
Setelah korban, saksi-saksi, dan terlapor diperiksa dan keterangannya dituangkan dalam berita acara pemeriksaan, ditemukan 2 alat bukti yang cukup selanjutnya dilakukan gelar perkara penetapan tersangka. Dan hasil dari gelar perkara yaitu menetapkan terlapor sebagai tersangka dengan diterbitkan surat perintah penetapan tersangka, tertanggal 29 Juni 2021.
Barang bukti yang disita berupa fotokopi legalisir minuta akta PPJB No. 45, tanggal 27 Mei 2016, fotokopi legalisir minuta akta PPJB No 46, tanggal 27 Mei 2016, fotokopi legalisir minuta akta PPJB No. 47, tanggal 27 Mei 2016, foto legalisir minuta akta PPJB No. 56, tanggal 31 Mei 2016, fotokopi 4 (empat ) SHM an. Ni Made Murniati, fotokopi warkah penerbitan sertipikat yang dilegalisir, dan fotokopi putusan gugatan perdata PN, PT dan Kasasi.
Menyambung keterangan Dirreskrimum, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN Provinsi Bali, Ketut Mangku menambahkan, untuk bagaimana kedepannya pihaknya akan berupaya mengembalikan sertifikat yang sudah terbit atas nama terlapor yang sudah beralih juga ke pihak ketiga (korban), untuk dilakukan tindakan administrasi dengan membatalkan dan mengembalikan kepada pemilik awal, sebagai tindak lanjut keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Mafia tanah itu ga banyak, cuma teman-temannya yang banyak. Maka dari itu, dengan adanya pengungkapan kasus ini, mudah-mudah dapat memberikan efek jera bagi para pelaku yang masih bermain-main dengan persoalan pidana yang berkaitan dengan tanah,” imbuhnya.
Berkas perkaranya saat ini dinyatakan lengkap (21) dan tersangka telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Bali beserta barang buktinya pada 30 Agustus 2021.
Dirreskrimum Polda Bali kembali menegaskan IKT diduga melakukan tindak pidana menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik, atau penipuan atau penggelapan. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 266 atau 378 atau 372 KUHP.
Kini tersangka IKT, mafia tanah tersebut mendekam di rutan Mapolda Bali, dengan ancaman hukuman paling singkat 5 tahun penjara,” tandas Kombes Ary Satryan. (BB/501)