Tolak Dituduh Beritikad Tak Baik, Setar Justru Korban Kasus Tanah Nusa Penida
Denpasar | barometerbali – Geram disebut pembeli beritikad tidak baik dalam kasus tanah seluas 5,5 hektar di Nusa Penida, Klungkung, Nengah Setar menyatakan bantahan keras. Ia justru merasa sebagai korban dalam hal ini. Sebagai warga awam, Setar mengaku tidak paham hukum dan memohon keadilan. Apalagi Polda Bali telah menetapkan mantan Kepala Desa Bunga Mekar inisial IKT (53) yang terlibat dalam kasus ini sebagai tersangka.
Berdasarkan ketidakpahaman dan keluguannya dalam persoalan hukum, Setar kemudian ingin mendapatkan kejelasan dan keadilan. Pasalnya selain sebagai pembeli, ia juga menyebut dirinya korban, hingga kehilangan uang mencapai Rp2,5 miliar.
Kepada awak media, Setar pun melontarkan kekecewaannya dengan komitmen seorang notaris di Klungkung sebelum transaksi jual-beli tanah tersebut. Notaris Puspajana saat itu telah memberikan kepastian dan menjamin sertifikat dan tanah yang ia beli tidak bermasalah dari segi hukum dan dikatakan tak ada sengketa. Tapi nyatanya malah menyeret pihaknya ikut dalam pusaran kasus. Notaris itu juga tidak mengakui menerima titipan kwitansi bukti pembayaran atas pembelian tanah yang dibeli Setar dari IKT.
“Sebelum saya membeli, saya minta Notaris Puspajana mengecek tanah itu. Setelah dicek ke BPN (Badan Pertanahan Negara) Klungkung, notaris bilang tanah tersebut tidak bermasalah. Setelah dinyatakan tidak bermasalah, saya bayar. Pertama saya bayar Rp1,3 miliar cash, kedua tiyang (saya) menyerahkan rumah seharga Rp1,2 miliiar. Kan lunas harusnya,” papar Nengah Setar kepada wartawan di Denpasar, Kamis (30/09/2021).
Tak hanya itu saja, Nengah Setar juga menjelaskan selain dinyatakan tanah tersebut tidak bermasalah oleh notaris setelah dilakukan pengecekan ke BPN, Kelian Dusun Sompang, Desa Bunga Mekar, Ketut Merta juga mengatakan kepadanya bahwa tanah tersebut aman, tidak sedang dalam masalah hukum.
“Kelian Dusun Sompang namanya Ketut Merta juga pada waktu itu mengatakan kepada saya bahwa itu (objek tanah) tidak bermasalah. Dia juga menunjukkan kepada saya saat membeli tanah itu dan ikut mendampingi saya saat melihat ke lokasi bersama dua orangnya saya, I Ketut Sukadya, I Nyoman Seneng, dan I Mangut sudah almarhum,” urai Setar ditemani istrinya Ni Made Murniati.
Lebih lanjut, Nengah Setar menjelaskan kwitansi pembayaran dititip di notaris. Namun belakangan ketika ditanyakan malah notaris diungkapkan berkelit. “Kwitansinya tidak ada. Kwitansi pembayaran uang kontan Rp1,3 miliyar tambah harga rumah Rp1,2 miliyar,” sebutnya.
Uniknya lagi usai semua pembayaran atas tanah tersebut lunas, Setar malah ditawari kembali oleh IKT untuk membeli rumah yang sebelumnya dipakai kompensasi tambahan pembayaran tanah.
“Sekitar 6 bulannya kemudian, Tamtam mau jual lagi rumah itu ke saya, bilangnya perlu uang, dijual seharga Rp 800 juta lebih. Saya bayar lagi. Setelah itu klir. Lalu sertifikat tanah yang saya beli dari Tamtam itu saya baliknamakan atas nama istri saya Ni Made Murniati,” tuturnya.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Klungkung Nengah Setar tak habis pikir dan mengaku heran dalam gugatan dari pihak penggugat, pihaknya dikatakan sebagai pembeli beritikad tidak baik. Ia mengaku tidak mengerti mengapa dikatakan beritikad tidak baik. Padahal ia mengaku sudah mengecek keabsahan status kepemilikan tanah melalui notaris.
“Yang digugat Tamtam sebagai tergugat, saya sebagai turut tergugat dikatakan sebagai pembeli beritikad tidak baik oleh pihak penggugat. Saya tidak tahu kenapa saya dikatakan pembeli beritikad tidak baik,” cetus Setar.
Penasihat hukumnya, I Nyoman Gde Sudiantara, SH MH yang akrab disapa Punglik menegaskan tidak benar jika kliennya dikatakan sebagai pembeli beritikad tidak baik. Ia mengatakan kliennya membeli tanah itu sesuai prosedur dan dilakukan di hadapan pejabat berwenang dalam hal ini notaris dalam kapasitasnya sebagai PPAT (pejabat pembuat akta tanah).
“Gimana bisa dikatakan pembeli beritikad tidak baik, sedangkan itu (transaksi jual beli) dilakukan di hadapan notaris. Dia (kliennya) membayar sesuai dengan ketentuan. Sifat dari perjanjian jual beli itu kan sifatnya tunai dan terang. Tunai, dilakukan langsung (pembelian), terang, dilakukan di hadapan pejabat (notaris). Lalu di mana bisa dikatakan pembeli beritikad tidak baik?,” tanya Punglik.
Terkait dugaan adanya keterlibatan pihak-pihak lain seperti notaris dan BPN, ia pun menduga kuat kliennya ini adalah korban dari sindikasi mafia tanah. Ia mengapresiasi pihak kepolisian memasukan pasal 266 KUHP untuk menjerat terdakwa dalam kasus ini.
“Di sini sebenarnya memang ada sindikasi yang saya lihat. Makanya dipasang pasal 266, bahwa menunjukkan di sana ada sindikat. Bagaimana mungkin warkah yang sebenarnya sudah selesai, sertifikat sudah balik nama dari penjual kepada Ni Made Murniati (pembeli) terus dibatalkan dengan putusan perdata. Ini kan persoalan hukum yang sangat aneh,” tandas Nyoman Gde Sudiantara yang juga Ketua DPD KAI Bali ini.
Sementara itu, dikonfirmasi terpisah Putu Puspajana selaku notaris dimaksud belum mendapat respon. Sambungan telefon awak media yang menghubungi tidak dapat tersambung dan pesan WhatsApp yang dikirimpun hingga berita ini ditayangkan, belum mendapat jawaban.
Diketahui sebelumnya, Polda Bali menetapkan tersangka Kepala Desa (Kades) Bunga Mekar, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, I Ketut Tamtam (IKT). IKT ditetapkan tersangka kasus dugaan pemalsuan atau penggelapan dengan menyuruh memasukkan keterangan palsu dalam akta autentik empat sertifikat tanah dengan total luas 5.5 hektar di desa setempat yang dibeli Nengah Setar.
Dalam rilisnya Direktur Reskrimsus Kombes Pol Ary Satriyan bersama Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali, Selasa 14 September 2021 menerangkan penanganan kasus ini berawal adanya laporan dari Ni Made Murniati (korban) Nomor: LP/135/III/2021/BALI/SPKT tanggal 16 Maret 2021.
Dari proses penyidikan, lanjut Ary Satriyan, dengan memeriksa pelapor/korban, pemeriksaan para saksi-saksi, notaris, dan saksi dari Kantor Pertanahan Klungkung dan dilakukan penyitaan barang bukti dari pelapor/korban, notaris, serta dari Kantor Pertanahan Klungkung.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap terlapor. Setelah korban, saksi-saksi, dan terlapor diperiksa dan keterangannya dituangkan dalam berita acara pemeriksaan, ditemukan 2 alat bukti yang cukup selanjutnya dilakukan gelar perkara penetapan tersangka. Dan hasil dari gelar perkara yaitu menetapkan terlapor sebagai tersangka dengan diterbitkan surat perintah penetapan tersangka, tertanggal 29 Juni 2021.
Kombes Pol Ary Satriyan mengatakan, I Ketut Tamtam adalah target operasi (TO) Satgas Mafia Tanah. Sebelumnya mantan PNS itu juga pernah dipenjara karena kasus korupsi.
Barang bukti yang disita berupa fotokopi legalisir minuta akta PPJB No. 45, tanggal 27 Mei 2016, fotokopi legalisir minuta akta PPJB No 46, tanggal 27 Mei 2016, fotokopi legalisir minuta akta PPJB No. 47, tanggal 27 Mei 2016, foto legalisir minuta akta PPJB No. 56, tanggal 31 Mei 2016, fotokopi 4 (empat) SHM an. Ni Made Murniati, fotokopi warkah penerbitan sertipikat yang dilegalisir, dan fotokopi putusan gugatan perdata PN, PT dan Kasasi.
Atas perbuatannya tersebut, tersangka disangkakan dengan pasal 266, 372 dan 378 KUHP, dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara. Berkas perkaranya saat ini dinyatakan lengkap (21) dan tersangka telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Bali beserta barang buktinya pada 30 Agustus 2021. (BB/501)