Friday, 04-10-2024
Hukrim

Lagi, Para Saksi Sebut Nengah Alit Tak Terima Dana

Denpasar | barometerbali – Kasus dugaan korupsi dana pengadaan rumbing (hiasan kepala kerbau pacuan) di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Jembrana kembali lanjut disidangkan. Kali ini agendanya konfrontasi keterangan para saksi, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa (5/10/2021).

Sebanyak 9 orang saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan yang berlangsung tatap muka. Tiga dari Disparbud Jembrana, yakni Pejabat Pelaksana Teknis Pekerjaan (PPTK) Putu Adi Arianto, Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) I Gede Sudarsana serta satu orang bagian input data.

Kemudian 3 saksi dari rekanan, yakni Komanditer CV Putra Cahaya Dewata Ni Kade Wardani, Direktur CV Laut Biru I Ketut Wardana bersama 1 karyawannya. Dan 2 saksi dari sekaa (kelompok) Makepung, yakni Ketua Sekaa Makepung Blok Timur I Made Rentana dan Ketua Sekaa Makepung Blok Barat I Kadek Nuraga, serta 1 orang pengrajin yang mengerjakan penyervisan rumbing.

Berdasarkan keterangan para saksi di persidangan, kembali menunjukkan tidak ada keterangan saksi mengarah keterlibatan terdakwa Nengah Alit menyebabkan menyimpangnya program pengadaan rumbing untuk Sekaa Makepung itu.

Dalam sidang dipimpin ketua Majelis Hakim Heriyanti itu, berkali-kali yang disebut keterlibatan terdakwa I Ketut Kurnia Artawan Wakil Ketua Sekaa Makepung Blok Timur, PPTK Putu Adi Arianto dan atasannya almarhum Putu N Sutardi selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam program.

Ditemui usai persidangan, JPU Gusti Ngurah Arya Surya Diatmika mengatakan dari pemeriksaan keterangan para saksi didapat bahwa jelas tidak ada pengadaan rumbing, yang ada hanyalah servis. Padahal anggaran dikeluarkan untuk pengadaan rumbing baru.

“Yang didapat (keterangan saksi, red), pengadaan rumbing ini tidak ada, jadi kegiatan fiktif. Seharusnya pengadaan barang (rumbing, red), tapi pada faktanya tidak ada pengadaan barang, yang ada itu perbaikan barang yang sudah lama. Jadi point-nya seperti itu,” ujar Surya Diatmika

Ditanya apakah terdakwa Nengah Alit ikut menerima dana dari program pengadaan tersebut, Surya Diatmika mengatakan sejauh ini belum ada. “Kalau dari kesaksian sejauh ini belum ada (terdakwa Nengah Alit menerima uang, red). Nanti mungkin keterangan dari para terdakwa (Nengah Alit dan I Ketut Ariana, red),” ungkapnya.

Sebagaimana terungkap dari para saksi, Surya Diatmika juga mengatakan yang paling banyak berperan dalam kasus ini adalah terdakwa I Ketut Kurnia Artawan bertindak sebagai perantara dan almarhum Putu N Sutardi, Kabid Kebudayaan sekaligus KPA. 

“KPA (Putu N Sutardi, red), dia berperan banyak. Terkait koordinasi di lapangan sekaligus bertanggung jawab juga dalam kegiatan. Memang banyak perannya. Itulah tadi yang saya mau bacakan (berita acara pemeriksaan, red), cuma diminta oleh majelis saat selesai pemeriksaan ahli, minggu depan baru bisa dibacakan,” paparnya.

Sementara kuasa hukum terdakwa Nengah Alit, hadir di persidangan Gede Ngurah, SH dan I Made Sugianta, SH bersama tim. Pada kesempatannya, Gede Ngurah mencecar ketua PPHP I Gede Sudarsana kepada siapa ia selaku PPHP menyerahkan barang setelah diserahterimakan dari rekanan CV Putra Cahaya Dewata dan CV Laut Biru.

Kuasa Hukum terdakwa Nengah Alit, dari kiri ke kanan:(Nyoman Sukrayasa, SH, I Gede Ngurah, SH, I Made Sugianta, SH) saat persidangan

Pasalnya, berdasarkan Surat Berita Acara Pemeriksaan yang diungkap di persidangan, diketahui I Gede Sudarsana melakukan pemeriksaan dan menerima serah terima hasil pekerjaan pengadaan rumbing tersebut dari CV Putra Cahaya Dewata, pada 5 November 2018. 

Dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatanganinya selaku PPHP itu, I Gede Sudarsana menyatakan hasil pekerjaan yang diterimanya baik dan lengkap serta 100% baru. Padahal realitanya, rumbing yang diserahterimakan adalah rumbing lama milik anggota Sekaa Makepung yang hanya diservis.

“PPHP (Gede Sudarsana, red) setelah dia memeriksa, kepada siapa dia menyerahkan barang tidak jelas. Saya tanyakan itu, tidak mendapat jawaban. Ini putus, setelah penerimaan barang dari PPHP. Tidak ada bukti kepada siapa dari PPHP diserahkan barang ini. Saksi (Gede sudarsana, red) tadi saya tanya tidak bisa menjawab,” papar Gede Ngurah usai persidangan.

“Bila kita mencermati, mulai dari Surat Perintah Kerja (SPK) terus ke Berita Acara Pemeriksaan, terus ke Berita Acara Serah Terima hasil pekerjaan, terus berita acara penerimaan barang dan berita acara serah terima barang, dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) ke Ketua Sekaa Makepung sepertinya pengadaan barang dan jasa telah berjalan sesuai dengan aturan,” terangnya lagi.

Menurut Gede Ngurah, faktanya semua itu jauh berbeda. Berdasar keterangan saksi komanditer dan saksi lain semua dokumen ditandatangani baik Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) maupun Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), KPA serta serah terima barang ‘sekaa’ atau kelompok ‘Makepung’ adalah formalitas semata dan semua tidak ada keterlibatan terdakwa Nengah Alit.

“Tindakan menempatkan terdakwa tanpa alasan yang jelas secara hukum berpotensi patut diduga bentuk kriminalisasi terhadap pejabat,” singgungnya.

Lanjut diungkapkan Gede Ngurah Surat Keputusan Bupati No.396/Disparbud/2018 ditetapkan pada tanggal 25 juli 2018 disebutkan jelas tertera di dalam lampiran penerima barang Rumbing adalah sekaa atau kelompok Makepung Ijo Gading Timur (I Made Rentana) dan kelompok Makepung Ijo Gading Barat (I Kade Nuraga).

“Persoalan tidak diberi barang dan diganti dengan uang adalah menjadi tanggung jawab KPA, PPTK beserta pejabat di bawah dan penerima Surat Perintah Kerja (SPK) bukan harus dilimpahkan ke terdakwa selaku Kadis Pariwisata dan Kebudayaan,” pungkas Gede Ngurah.

Sementara I Made Sugianta, SH yang juga ikut bersama pengacara lain seperti Hendi Tri Wahyono, S.H, Nyoman Sukrayasa, SH MH dan Putu Sumagita, S.H, M.H., mendampingi terdakwa mengatakan kasus ini sangat rawan.

Menurut pihaknya kasus menyeret mantan Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Jembrana ini bisa membuat pejabat satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) khawatir dalam mengambil keputusan. Memunculkan keragu-raguan dan takut dalam melaksanakan program mengarah pada masyarakat.

“Siapa mau jadi Kadis jika begitu. Tidak saja pejabat takut, tentu juga berdampak luas terhadap program-program masyarakat yang tidak terlaksana,” cetus pengacara Made Sugianta

Selain itu, hal menarik dalam persidangan dinyatakan ketua Majelis Hakim Heriyanti saat menanggapi keterangan saksi dari rekanan CV Putra Cahaya Dewata dan CV Laut biru. 

Dalam persidangan terungkap, baik Komanditer CV Cahaya Putra Dewata Ni Kade Wardani maupun Direktur CV Laut Biru I Ketut Wardana sama-sama tidak memahami dokumen-dokumen terkait pengadaan yang mereka tandatangani dan arti dari tanda tangannya. Begitupun konsekuensi Surat Perintah Kerja SPK yang diterbitkan atas nama pihaknya.

Hakim Heriyanti mengatakan perkara ini tidak akan terjadi jika para rekanan tidak memberikan CV-nya dipinjam sebagai penyangga dana pengadaan rumbing. “Jika tidak ada CV-CV atau perusahaan-perusahaan yang meminjamkan nama ini tidak akan ada perkara seperti ini,” ujar Hakim Heriyanti kepada para saksi.

Sebagaimana terungkap di persidangan, di dalam SPK diterbitkan oleh almarhum Putu N Sutardi selaku KPA dinyatakan CV Putra Cahaya Dewata dan CV Laut Biru adalah pelaksana pekerjaan penyediaan rumbing. Namun realitanya di lapangan, keduanya tidak ada mengerjakan sama sekali.

Keduanya hanya sebagai perantara penerimaan dana pengadaan rumbing untuk Sekaa Mekepung Blok Barat dan Timur, masing-masing Rp 150 juta. Begitupun dengan semua dokumen administrasi dalam pengadaan tersebut dibuat oleh PPTK Putu Adi Arianto, pihak CV hanya tinggal menandatanganinya.

Setelah pencairan, dikatakan dana diserahkan oleh masing-masing CV kepada I Made Rentana, Ketua Sekaa Makepung Blok Timur. I Made Rentana selanjutnya menyerahkan dana kepada terdakwa I Ketut Kurnia Artawan setelah dipotong fee kedua CV, masing-masing Rp 9 juta.

Fee CV Putra Cahaya Dewata diterima Ni Kade Wardani selaku komanditer dan CV Laut Biru diterima I Ketut Wardana selaku direktur. Sisanya, oleh Ketut Kurnia Artawan dibagikan dalam bentuk uang kepada masing-masing anggota dan pengurus Sekaa Makepung. 

Untuk diketahui dalam berita sebelumnya Kadisparbud Kabupaten Jembrana, Nengah Alit ditahan Kejaksaan Negeri Jembrana karena diduga terlibat korupsi pengadaan rumbing atau hiasan kepala kerbau pacuan untuk Sekaa Makepung Blok Barat dan Sekaa Makepung Blok Timur di Jembrana.

Selain Nengah Alit, penyidik juga menetapkan I Ketut Kurnia Artawan sebagai tersangka dan menahannya. Dalam perkara ini, I Ketut Kurnia Artawan dikatakan bertindak sebagai penghubung untuk pengadaan rumbing tahun 2018 tersebut.

“Kami sudah menerima pelimpahan berkas perkara dari Unit Tipikor Polres Jembrana, lalu tersangka dilakukan penahanan,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Negara Gusti Ngurah Arya Surya Diatmika, di Negara, Kabupaten Jembrana, pada Rabu (23/6/2021) yang lalu seperti dikutip Antara.

Diatmika mengatakan, kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Dari pemeriksaan BPKP, perbaikan rumbing hanya menghabiskan Rp 12 juta, sementara anggaran yang dikeluarkan Rp 300 juta. Akibat modus tersebut, kerugian keuangan negara mencapai Rp 200 juta lebih,” bebernya ketika itu. (BB/501/tim)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button