Sidang Korupsi Rumbing, Makna Delegasi Beda dengan Persepsi Ahli
Denpasar | barometerbali – Pendelegasian ternyata memiliki makna dan implikasi yang berbeda dalam sistem administrasi pemerintahan. Perbedaannya ada pada kepada siapa pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dan tanggung gugatnya. Dalam delegasi pejabat di atasnya melimpahkan seluruh wewenang, tanggung jawab dan tanggung gugat kepada bawahannya. Terkait kasus dugaan korupsi rumbing, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jembrana I Nengah Alit selaku pejabat dalam hal ini mendelegasikan kepada bawahannya, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Beda dengan mandat, di mana wewenang, tanggung jawab dan tanggung gugat masih ada pada si pemberi mandat dalam hal ini pejabat di atasnya sesuai UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pasal 1 angka 23 dan 24.
Demikian diungkapkan Gede Ngurah, SH, penasihat hukum (PH) terdakwa mantan Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jembrana I Nengah Alit dalam persidangan perkara kasus dugaan korupsi dana pengadaan rumbing (hiasan kepala kerbau pacuan, Makepung) di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Jembrana berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis (21/10/2021).
Agenda sidang kali ini pemeriksaan saksi ahli dari LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah) Ichwan Fajar Harika yang dihadirkan dari Jakarta oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Wayan Yuda Satria, SH.
Gede Ngurah SH, selaku Penasihat Hukum (PH) terdakwa Nengah Alit, ditemui usai persidangan mengatakan telah ada pendelegasian dari I Nengah Alit selaku Kadis Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jembrana saat itu kepada bawahannya dalam mengelola administrasi pengadaan rumbing.
“Terdakwa Nengah Alit sudah melimpahkan sepenuhnya wewenang dan tanggungjawab yang ada terkait dengan proses pengadaan dan penyerahterimaan rumbing kepada Sekaa Makepung. Tentu pada konteks ini, klien saya Nengah Alit memberikan delegasi, bukan mandat,” katanya.
“Di mana delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari badan dan atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan dan atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi dalam hal ini KPA dan PPTK,” ungkapnya lebih lanjut.
Persoalan tidak diberi barang dan diganti dengan uang menurutnya adalah menjadi tanggung jawab KPA, PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan) beserta pejabat di bawah dan rekanan perusahaan (CV) penerima Surat Perintah Kerja (SPK), bukan harus dilimpahkan ke terdakwa selaku Kadis Pariwisata dan Kebudayaan.
Dalam sidang pemeriksaan keterangan pendapat ahli itu terungkap bahwa pihak perusahaan, yakni CV Laut Biru dan CV Putra Cahaya Dewata harus bertanggung jawab atas kerugian negara yang ditimbulkan.
Pernyataan tersebut disampaikan menjawab pertanyaan anggota majelis hakim yang meminta pendapatnya terkait pihak perusahaan selaku rekanan dalam pengadaan rumbing yang ditunjuk, tidak mengerjakan pekerjaan pengadaan yang dimaksud.
“Kalau dia tidak ada mengerjakan, itu sudah salah. Yang kedua dia men-subkontrakkan (mengalihkan ke pihak lain), itu juga salah. Kemudian hasilnya tidak sesuai dengan spek, maka dia harus mengganti kerugian negara itu. Jadi dia harus bertanggung jawab,” tegas Ichwan Fajar.
Selain itu, Ahli juga mengatakan kendali pelaksanaan kontrak pengadaan rumbing sepenuhnya ada di Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) setelah adanya delegasi atau pelimpahan kuasa dari Pengguna Anggaran (PA).
“Kalau sudah dilimpahkan, maka kendalinya ada di Kuasa Pengguna Anggaran,” ujar Saksi Ahli.
Pada sidang sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Heriyanti menanggapi keterangan saksi dari CV Putra Cahaya Dewata dan CV Laut biru, mengatakan perkara ini tidak akan ada jika para rekanan tidak memberikan CV nya dipinjam hanya sebagai penyangga dana pengadaan rumbing.
Pasalnya, pihak perusahaan yang ditunjuk sebagai rekanan pengadaan rumbing tersebut mengetahui bahwa perusahaannya tidak memenuhi kualifikasi dan memberikan perusahaannya dipinjam sebagai penyangga dana pengadaan rumbing.
“Jika tidak ada CV-CV atau perusahaan-perusahaan yang mau meminjamkan nama seperti anda (saksi rekanan, red) ini, tidak akan ada perkara seperti ini,” ujar Hakim Heriyanti kepada para saksi dalam persidangan saat itu, Selasa (12/10/2021).
Sebagaimana terungkap dalam sidang sebelumnya, Surat Perintah Kerja diterbitkan oleh Putu N Sutardi (almarhum) selaku KPA menyatakan CV Putra Cahaya Dewata dan CV Laut Biru adalah pelaksana pekerjaan penyediaan rumbing. Namun realitanya di lapangan, keduanya tidak ada mengerjakan sama sekali.
Keduanya hanya sebagai perantara pencairan dana pengadaan rumbing untuk Seka Makepung Blok Barat dan Timur, masing-masing Rp150 juta. Begitupun dengan semua dokumen administrasi dalam pengadaan tersebut dibuat oleh PPTK Putu Adi Arianto, pihak CV hanya tinggal menandatanganinya.
Setelah pencairan, dana diserahkan oleh masing-masing CV kepada I Made Rentana, Ketua Sekaa Makepung Blok Timur. I Made Rentana selanjutnya menyerahkan dana kepada terdakwa I Ketut Kurnia Artawan setelah dipotong fee (bayaran) kedua CV, masing-masing Rp9 juta. (BB/501)