Tirtawan: Koruptor RJ Mantan Sekda Buleleng masih Bebas
Denpasar | barometerbali – Lambannya proses pengungkapan kasus korupsi rumah jabatan (RJ) mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng IDK yang dilakukan Kejati Bali dipertanyakan padahal barang bukti sudah ditahan.
Hal ini dianggap sebagai bentuk ketidaktegasan kejaksaan sehingga dikhawatirkan akan memberikan kesempatan terduga koruptor berbuat korupsi lagi.
Mantan anggota DPRD Bali bidang Hukum dan Pemerintahan Nyoman Tirtawan menegaskan kasus korupsi rumah jabatan DKP eks Sekda Buleleng barang bukti sudah ada berupa kerugian negara Rp836 jutaan dan alat bukti peraturan bupati (Perbup). “Itu kan jelas! DKP dan Bupati PAS bukan skak ster lagi tapi skak mat. Barang bukti sudah ditahan koruptornya harus ditahan juga dong. Jangan sampai Kejati Bali tahan barang bukti lepas koruptornya. Ini kan memberi celah mengulangi perbuatan korupsi lagi. Kejati Bali harus tanggung jawab ke publik hal ini,” ungkap Tirtawan kepada wartawan di Sanur, Minggu (6/11/2021)
Mantan “vokalis” di gedung DPRD Bali ini menjelaskan, pemicu terjadi tindakan korupsi adalah peraturan dibuat Bupati Buleleng yang memerintahkan bagian keuangan dituangkan dalam Perbup. Sehingga uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bisa cair dan ‘sah’ melanggar undang-undang atau peraturan berlaku.
Bahkan tindakan disinyalir melawan hukum ini diungkapkan sudah terjadi sejak tahun 2014. Dilakukan berulang-ulang setiap tahun sampai 6 (enam) kali atau 7 (tujuh) kali anggaran dan anehnya tidak menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Ini adalah tindakan yang sangat jelas bukan lagi berbicara masalah pengumpulan bukti-bukti ataupun bagaimana kejaksaan membuat alibi panjang lebar namun keluar dari pada esensi hukum. Sudah dijelaskan dalam undang-undang ASN No 5 tahun 2014 Sekda bukan pejabat negara. Jadi tidak berhak atas fasilitas yang didapatkan seperti pejabat negara lainnya,” bebernya.
Tirtawan menegaskan, meski telah mengembalikan uang negara namun perbuatan pidana korupsi melawan hukum tidak bisa dihilangkan. Harusnya, kasus ini menjadi atensi Kejati Bali untuk mengambil langkah progresif dalam pengungkapan kasus korupsi dilakukan pejabat negara.
Kasi Penerangan Hukum atau Humas Kejati Bali Luga Harlianto dikonfirmasi wartawan Senin 01 Nopember 2021 mengatakan, inti dari penyidikan bukan penahanan tapi pemenuhan alat bukti sesuai pasal disangkakan.
“Inti penyidikan harus dipahami bukan masalah penahanan. Menurut KUHAP adalah bagaimana alat bukti terpenuhi sesuai pasal yang disangkakan,” pungkas Luga
Ia menyampaikan dalam kasus ini DKP mantan Sekda Buleleng sudah tersangka dan telah memeriksa 20 saksi serta menunggu pendapat ahli dalam melengkapi berkas.
Sisi lain Jaksa Agung RI Burhanuddin dalam kunjungan kerjanya ke Kejati Bali, Selasa, 2 Nopember 2021 kemarin menekankan untuk memperbaiki marwah Kejaksaan. Diingatkan Jaksa Agung dalam kunjungan kerja tersebut, satuan kerja harus bertindak profesional dalam bertugas dan transparan kepada masyarakat demi menjaga marwah institusi.
“Setiap menangani perkara agar fokus terhadap faktor-faktor keberhasilan dan peraturan terkait sebelum menerbitkan surat perintah serta memperhatikan potensi Ancaman Gangguan Hambatan Tantangan (AGHT) dari bidang intelijen sebelum mengambil keputusan. Sehingga tidak terjadi kegaduhan dalam menangani perkara terlebih gesekan dengan instansi lain. Bangun dan jalin harmonisasi antar aparat penegak hukum secara profesional agar mampu memberikan pelayanan optimal kepada para pencari keadilan,” saran Burhanuddin ditulis dalam lamen resmi Jaksa Agung.
Sebelumnya, dalam jumpa pers dilakukan Kejati Bali pada 18 Maret 2021 lalu, Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Bali Zuhandi menyatakan, kegiatan sewa rumah jabatan sekda itu diduga telah melanggar peraturan hukum yang berlaku dan ditemukan kerugian negara hampir Rp1 miliar.
“Di mana rumah yang disewakan adalah rumah pribadi Sekda tersebut. Penyidikan ini masih penyidikan bersifat umum, dan akan segera dilakukan pemeriksaan saksi-saksi untuk kemudian menetapkan tersangka. Berdasarkan data dalam SP2D (surat perintah pencairan dana) ditemukan kerugian negara dalam hal kegiatan sewa rumah jabatan Sekda Buleleng sebesar Rp 836.952.318,” ungkap Zuhandi.
Penyidik Kejati Bali menduga telah terjadi pelanggaran Permendagri No 37 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun anggaran (TA) 2011 dan perubahan nomenklatur lampiran Permendagri No 22 Tahun 2011 (TA 2012), No 37 Tahun 2012 (TA 2013), No. 20 Tahun 2013 (TA 2014), hingga Permendagri No 33 Tahun 2019 (TA 2020).
“Pelanggaran terhadap Permendagri tersebut mengarah kepada unsur Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tutup Zuhandi. (BB/501).