Silvia: Mahasiswa ISI Denpasar Antusias Dalami Lukis Cat Air
Gianyar | barometerbali – Dalam pameran yang digelar Indonesia Watercolor Summit (IWCS), puluhan mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar nampak begitu antusias mendalami dunia seni lukis cat air atau aquarel di Komaneka at Keramas Beach, Gianyar, Selasa (14/12/2021)
Founder Indonesia Water Founder IWCS Silvia Zulaika mengatakan hal itu saat jumpa pers di sela pameran watercolor printing IWCS. Pameran ini juga terus mempromosikan seni lukis cat air maupun para pelukisnya agar semakin dikenal luas masyarakat sehingga nantinya karya mereka bisa memiliki nilai ekonomis dan lebih menjanjikan sebagai sebuah profesi di masa pandemi.
Puluhan karya seniman dari berbagai daerah di Tanah Air ditampilkan dalam pameran seni lukis cat air ini yakni, ‘We All Connected’ yang berlangsung daei tanggal 5 hingga 15 Desember 2021.
Beranjak dari visi IWCS, imbuh Silvia Zulaika, pihaknya ingin mempromosikan cat air dan pelukisnya, supaya harga karya cat air secara ekonomis bisa lebih baik. Demikian juga dari sisi penerimaan pasar dan lainnya.
Yang membuat unik dan menarik karena semua lukisan yang dipamerkan merupakan karya mereka yang sudah belajar selama satu setengah tahun dengan mentor dalam dan luar negeri secara online atau virtual zoom.
“Kami ingin mengembangkan ART-Preneur yaitu menggabungkan art dan entrepreneurship,” tandasnya didampingi seniman cat air lainnya Yessika dan Elsa Aryani.
Semua karya itu merupakan puncak setelah para seniman dari berbagai latar belakang seperti bankir, dosen, pengusaha dan lainnnya bisa belajar cukup lama tidak melalui tatap muka.
Hal itu sekaligus untuk mematahkan anggapan selama ini bahwa seni lukis cat air itu paling sulit, kalau tidak bakat tidak bisa kebanyakan bukan dari seni rupa. Mereka telah membuktikan bahwa melukis dengan media cat air itu bisa dipelajari, asal ada kemauan kuat.
Untuk lebih mengenalkan bagaimana dunia cat air kepada khalayak juga mahasiswa, pihaknya juga mengundang Jeremy Jonathan (mentor IWCS), Nanang Widjaya seniman cat air dari Yogyakarta dan seniman lainnya berbagi sharing pengalaman dalam berkarya.
Diakui Nanang Widjaya, cat air kurang diminati dibanding media lainnya sehingga perlu disupport. Lukisan cat air ini sesungguhnya tak kalah dengan jenis karya lainnya.
Seniman yang sudah belasan tahun menggeluti cat air ini berbagi tips bagi pemula harus rajin berlatih, berani eksperimen dengan warna-warna lain.
“Melukis dengan cat air ini tak bisa diulang, jadi harus hati-hati,” pesan Nanang Widjaya.
Ia menambahkan banyak keunggulan dengan menggunakan cat air di antaranya mudah dibawa, peralatan praktis dan bisa berkarya dimanapun. “Nilai jual karya cat air juga menjanjikan,” ujarnya
Puluhan mahasiswa Institut Seni Indonesia ISI Denpasar tampak serius melihat karya seniman cat air dan mendengarkan paparan dunia cat air serta prospeknya ke depan.
“Yang beredar selama ini, kan cat air tidak punya nilai secara ekonomis, tidak tahan lama, tidak bisa jadi pilihan profesi, ini yang kita bicarakan adalah menggabungkan art dan entrepreneurship kita bagi sedikit, seniman zaman now tidak hanya jual lukisan, penting intinya bisa membiayai idealisme kita,” beber Silvia Zulaika menegaskan.
Sementara itu, seniman cat air dari Yogyakarta, untuk menghadiri pameran cat air IWCS berharap mahasiswa bisa lebih banyak yang tertarik , menjadi media pilihan mereka.
“Saya berharap mereka bisa mengikuti jejak kakak kelas yang sudah lulus dari ISI Denpasar maupun ISI Yogyakarta, mereka bisa go internasional, dengan media apapun, saya berharap bisa memberikan kemudahan khususnya seni lukis cat air,” tandasnya.
Diharapkan, prestasi mahasiswa ISI bisa menjadi barometer yang berguna bagi mahasiswa baru yang masuk di ISI.
Dengan tampilnya karya-karya cat air baik pelukis pemula maupun yang sudah profesional, secara nasional dan internasional yang diharapkan bisa membantu mahasiswa yang masih studi di ISI.
Seni cat air ini, memerlukan banyak latihan, sering on the spot, melakukan eksperimen-eksperimen dengan warna-warna cat air. Dengan begitu, mereka tidak kaku atau canggung ketika ada di lapangan, atau merasa terganggu ketika berkarir di luar.
Para akademisi di ISI Denpasar diharapkan agar mendorong mahasiswa seni rupa dalam menuangkan potensi bakat dan karya mereka dengan on the spot di luar tanpa terganggu.
I Nengah Karyana dari Profesi Seni Murni, Mahasiswa ISI Denpasar ingin lebih mengenal teknik cat air, dan kertas.
“Saya berharap agar lebih banyak orang yang mengapresiasi karya dan banyak orang mendalami seni lukis watercolor atau cat air,” ujarnya didampingi juga Humas ISI Denpasar I Gde Eko Jaya Utama, SE, MM.
Senada dengan Karyana, mahasiswi ISI Denpasar Sinta Dewi yang juara I Lomba Lukis Peksiminas 2020 mengaku mendapat pengalaman berharga bisa mengenal cat air, setelah mengunjungi pameran lukisan cat air yang digelar IWCS.
“Saya berharap, kedepannya, ada even-even yang lebih baik lagi dan mahasiswi ISI bisa dilibatkan untuk menambah wawasan,” pinta Sinta.
Sejumlah seniman dan penggemar lukisan sempat mengunjungi pameran. Tak ketinggalan budayawan yang juga pengarang Jean Couteau mengapresiasi karya para pelukis setelah berkeliling melihat lukisan cat air. “Karya seni lukis harus dinamis dan tidak terpaku pada objeknya saja. Seperti melukis bunga juga bisa dikembangkan latar belakangnya agar lebih liar eksplorasinya,” saran pria gaek asal Perancis ini. (BB/504)