Pria Dharsana: Tertibkan Tanah Telantar, Jangan Hanya Macan Kertas!
Kuta | barometerbali – Ketua Perkumpulan Pemerhati Pertanahan dan Agraria Terpadu Indonesia (P3ATI) Dr I Made Pria Dharsana, SH MHum meminta pemerintah harus tegas dalam menertibkan tanah yang puluhan tahun ditelantarkan investor dan jangan hanya menjadi Macan Kertas. Tercatat ada ratusan hektar hak atas tanah dikuasai investor dalam kondisi telantar. Demikian pernyataan notaris senior tersebut saat ditemui di Kuta, Badung, Rabu ( 22/12/2021).
“Syarat milik perorangan atau badan hukum lebih dari sepuluh tahun tidak ada tanda-tanda dimanfaatkan sebagaimana mestinya dari izin telah diperoleh,” terang Pria Dharsana.
Dijelaskan, sudah terlalu lama terjadi pembiaran tanpa tindakan tegas kepada investor yang telah terang-terangan menelantarkan tanah. Keseriusan pemerintah saat ini untuk mengurangi, mencegah tanah telantar mesti diapresiasi dengan baik.
“Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 tahun 2021 tentang penataan tanah telantar maka harus diberlakukan dengan baik. Bukan hanya jadi macan kertas! Tidak saja di Bali tapi di seluruh Indonesia jika ada tanah ditelantarkan dicabut haknya dan diserahkan ke Badan Bank Tanah (BBT),” tandas Pria Dharsana.
Hal ini mengacu pada pengertian tanah telantar merupakan tanah yang sah diberikan negara berupa Hak Milik, HGB, HGU, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan namun tidak dimanfaatkan sesuai dengan sifat dan tujuannya dan sangat merugikan masyarakat luas. Terutama dalam fungsi sosial, fungsi ekonomi dalam peningkatan hasil atas tanah dan juga penyerapan tenaga kerja serta kontribusi pajak bagi daerah tidak dapat dioptimalkan.
“Disini agar DPRD kabupaten/kota di Bali dapat mendata dalam mengkaji semua perizinan telah dimiliki investor atas tanah yang telantar,” ujar Pria Dharsana.
Ia menyampaikan, obyek penertiban kawasan telantar pada Pasal 6 dalam PP No.20/2021 meliputi kawasan pertambangan, perkebunan, industri, pariwisata, perumahan, pemukiman besar terpadu atau kawasan lain dimana penggunaan atau pemanfaatannya didasarkan pada izin atau konsesi perizinan terkait dengan pemanfaatan tanah dan ruang.
“Tanah hak milik menjadi obyek penertiban tanah telantar jika dengan sengaja tidak dimanfaatkan dikuasai masyarakat menjadi perkampungan. Dikuasai pihak lain selama lebih dari 20 (dua puluh) tahun. Sedangkan tanah HGB, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan menjadi ditertibkan karena tidak dimanfaatkan terhitung 2 (dua) tahun sejak diterbitkan hak. Begitu juga untuk tanah Hak Guna Usaha jika selama 2 (dua) tahun tidak digunakan dan dimanfaatkan akan menjadi obyek penertiban tanah telantar,” urai Pria Dharsana yang juga Dosen Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Bali ini. (BB/501)