Terkait Bandara Bali Utara Masyarakat Kubutambahan, Perbekel dan Klian Adat Nyatakan “Welcome”
Buleleng | barometerbali – Keberadaan Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) di Kubutambahan ternyata sangat didukung masyarakat, pihak desa dinas dan desa adat serta tokoh lainnya. Menurut Perbekel Desa Kubutambahan, PT BIBU Panji Sakti sudah sejak 2015 bergerak dengan usulan di laut dan sudah ada kemajuan dengan diundangnya masyarakat dalam sosialisasi dan doa bersama di Banjar Dinas Tukad Ampel, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Sabtu, (22/01/2022) lalu.
Perbekel Desa Kubutambahan Gede Pariadnyana, SH menyatakan bahwa adanya polemik itu lumrah namun di sisi lain harus dikawal sebab mengingat posisi Bandara Internasional Bali Utara merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dari Presiden Jokowi.
“Lama tidak ada kabar, PT BIBU sowan ke Perbekel dan mengundang dengan tujuan silaturahmi dan doa bersama sehingga kehadiran kami sebagai Perbekel, hadir mendampingi warga kami. Tanggal 22 sudah ada pertemuan,” terangnya
Dikonfirmasi terkait tanggapannya atas rencana pembangunan bandara, selaku Perbekel, ia dengan tegas menjawab mendukung penuh Proyek PSN Bandara Bali Internasional Bali Utara di Kubutambahan.
“Selaku Perbekel kami dalam kapasitas bukan dukung atau tidak mendukung lokasi darat dan di laut. Intinya kami mendukung bandara ada di Kubutambahan sebab semua muaranya dalam kajian seperti feasibility study. Kita bersyukur dengan proyek ini apalagi sudah masuk PSN,” imbuhnya.
Selaku Perbekel, pihaknya sangat yakin pemerintah di Jakarta sudah memiliki kajian- kajian baik itu pantasnya di darat atau di laut.
Terkait dukungan tanda tangan masyarakat kepada PT BIBU Panji Sakti, ia menambahkan bahwa itu adalah hak dia (masyarakat) memberikan tanda tangan, apakah dengan itu Penlok (penetapan lokasi) terbit. Pihaknya menekankan agar yang terpenting suasana tetap kondusif ketika dilaksanakan proses sosialisasi.
Terkait aspirasi segelintir masyarakat tertentu dengan munculnya spanduk penentangan, Perbekel Kubutambahan ini mengimbau agar semua pihak, mau duduk bersama.
“Ini kan hanya sosialisasi dan itu haknya dia, mudah mudahan tidak ada muatan lain. Jika nanti ada yang sosialisasi di darat silahkan itu haknya dia, jangan kisruh dan berikan mandat kepada pemerintah pusat di mana lokasi yang pantas. Beda pendapat boleh. Kalau kajian dari atas (pemerintah pusat) di laut kita mau apa? Kita welcome, semua karena itu ranah di atas,” jelasnya.
Dia juga mewanti-wanti agar sekarang para pihak harus terlepas dari kepentingan politik.
“Gongnya ke depan ada bandara di Kubutambahan, kita melangkah dari awal jangan sampai jadi penonton. Nanti kalau penlok datang kami lakukan kajian dan profil desa juga kami sampaikan. Bagaimana supaya desa kondusif, kita welcome,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah pusat yang punya kewenangan harus ada kepastian darat atau di laut. Dirinya juga mendengarkan termasuk BIBU dan berharap cepat terwujud agar tidak terombang-ambing atas isu-isu yang berkembang.
“Contohnya, jika di laut ada masalah, seperti nelayan dan darat pasti ada relokasi tapi jangan lupa pemimpin kami yang di atas pasti sudah punya kebijakan akan hadir menyelesaikan masalah ini tanpa masalah,” pungkasnya.
Sementara Klian Desa Adat Kubutambahan, Jro Warkadea menyatakan kegiatan sosialisasi ini adalah permohanan doa restu kepada Ida Bhatara Baruna, agar memberikan areal laut sebagai areal Bandara Bali Utara. Selain itu penyampaian sosialisasi makna bandara berada di laut dan hal hal yang terkait regulasi yang disampaikan Direktur PT BIBU sebagai informasi dan edukasi kepada masyarakat jro mangku, nelayan, pacalang.
Legal formalnya diatur oleh PSN dengan Perpres dan sesuai RTRW Perda Provinsi Bali tahun 2020, semisal adanya dari Surat Rekomendasi dari KKP, Bappenas sehingga hanya tinggal menunggu Penlok yang akan dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan.
Sesuai yang disampaikan Direktur Utama PT BIBU Panji Sakti, Erwanto Sad Asiatmoko Hariwibowo, menurut Jro Warkadea bahwa bandara ini ramah lingkungan, peran nelayan akan tetap diberikan ruang untuk menjaga mata pencaharian dengan akan dibangunnya kanal.
“Untuk kegiatan upacara melasti, mapiuningan dan hal hal sakala niskala bagi nelayan dan kegiatan upacara dan yang penting tidak ada relokasi yang ada di pesisir,” terang Jro Warkadea.
Sehingga hal ini, selaku Penghulu Desa Adat mampu mempertanggungjawabkan bagaimana investasinya bisa berjalan dan bisa dijaga dan memberikan nilai tambah bagi masyarakat termasuk membuka lapangan kerja.
Selanjutnya yang paling hakiki terkait pemanfaatan 370 ha apabila bandar udara di darat, jelas itu sebagai landasan pacu artinya aktivitas petani penggarap (pebegal) dan pertanian akan berjalan tidak baik, situs-situs yang ada pasti ditinjau dan evaluasi.
Menurut keterangan Jro Warkadea bahwa jika Bandara Internasional Bali Utara jika dibangun di laut, maka tanah-tanah adat itu akan selamat, dan dimanfaatkan sebagai Aerotropolis, Aero City artinya bisa dihuni dan namun tidak semuanya dimanfaatkan sehingga masih ada bagian lahan kosong.
“Jika di laut, pengamanan tanah adat lebih terjamin sementara kalau di darat jelas maka status tanah druwen pura akan berubah fungsi menjadi tanah negara. Jika nanti bandara ini nanti dirangkai menjadi harapan sekala niskala akan menjadi penyelamatan aset tanah druwen pura,” pungkasnya. (BB/501)