Pura Ditembok, PHDI Pilih Mediasi, Kadek Garda: Pengayoman Hukum
Denpasar | barometerbali – Menyeruaknya kasus penutupan akses jalan menuju Pura Dalem Bingin Nambe memantik perhatian pengurus PHDI, Kepolisian Denpasar Barat dan Perbekel Desa Dauh Puri Kangin dan Yayasan Kesatria Keris Bali (YKKB) turun langsung ke lokasi pura yang terletak di Jalan Ternate, Denpasar, Senin (7/2/2022) siang.
Mereka meninjau sekaligus menyerap aspirasi warga Pangempon Pura yang dibangun abad ke-18 itu. Namun penutupan akses keluar-masuk pura sudah terjadi sejak tahun 2007 lalu.
Pangempon Pura Dalem Bingin Nambe, Ketut Gede Muliarta menyatakan pihaknya sudah lama mencoba melakukan mediasi kepada yang bersangkutan. “Namun hingga kasus ini mencuat ke media massa belum ada titik temu antara warga pangampon dengan orang yang menutup jalan tersebut,” ujarnya.
Atas penutupan akses jalan yang disebut-sebut telah disertifikatkan itu membuat para Pangempon Pura di Banjar Titih Kaler Desa Dauh Puri Kangin, Kecamatan Denpasar Barat ini yang jumlahnya tidak kurang dari 200 KK yang tersebar di Jimbaran, Pemogan, Pagan dan Natah Titih Denpasar itu membuat mereka saat berbakti harus memutar lewat jalan kecil dan bukan jalan utama ke areal pura.
“Sebenarnya keberadaan pura tersebut sudah jelas yakni dipakai oleh pamedek (umat) untuk akses persembahyangan. Apalagi sekarang pangempon pura sudah diempon oleh 200 Kepala Keluarga (KK) yang berasal dari Jimbaran, Pemogan, Pagan dan Natah Titih Denpasar,” terangnya, Senin (7/2).
Dikisahkan pula kalau keberadaan pura ini awalnya dibangun oleh I Gusti Ngurah Tamblang Sampun. Bahkan pura ini juga disebut-sebut untuk tempat pemujaan Ida Bhatara Lelangit.
“Jadi Pura ini adalah tempat pemujaan leluhur dari Tamblang Sampun. Pamedek yang bersembahyang di sini minta kerahayuan (keselamatan) dan kerahajengan (rezeki dan kesehatan),” tuturnya.
Pada kesempatan itu Kadek Mariata yang juga sebagai pangampon pura membenarkan bahwa pura sudah lama berdiri sejak zaman penjajahan Belanda. Hal itu terlihat dari arsitektur candi bentar yang sudah berusia ratusan tahun.
“Seingat saya ketika masih kecil, pura ini masuknya dari arah Selatan yakni dari jalan Pulau Ternate. Setelah adanya perkara akses jalan masuk Pura ditembok pada tahun 2007 silam, maka sampai saat ini tidak ada pintu utama masuk ke pura lagi,” ujarnya.
“Melihat situasi seperti ini yang terus berlanjut tentu patut diduga ada indikasi permainan. Bagaimana tidak, pura yang sudah berdiri cukup lama sekarang negara mengeluarkan putusan bahwa tanah ini milik perorangan,” imbuh pria yang akrab disapa Kadek Garda ini.
Awal kronologi terjadinya penembokan pura, menurut informasi yang diperoleh Kadek Garda di tempat tersebut ada anak laki-laki yang putung atau tidak punya anak. Kemudian dia minta (adopsi) anak. Anaknya ini lalu meminta bagian (tanah) dan yang diminta bagian di depan Pura.
“Setelah dapat tanah areal jaba (halaman luar) Pura, dan selanjutnya anak laki tersebut pindah agama masuk Islam. Dan setelah pindah Agama dengan mendapatkan waris lalu ditutuplah jalan menuju pintu masuk pura,” tutur Kadek Garda.
Mencermati hal tersebut sebagai salah satu pangempon Pura ia minta kepada pangempon dan pamedek untuk melakukan upaya pengayoman hukum.
“Jadi harapan saya minta Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI), pemerintah, penegak hukum bisa melihat ini agar masalah ini bisa dikaji kembali dengan melihat data dan fakta apa yang terjadi di sini. Jika ini dicermati, maka pasti ada yang salah di sini, masak akses masuk ke pura ditembok. Kita akan lakukan pengayoman hukum,” ucapnya.
Di lokasi yang sama, Ketua PHDI Kota Denpasar Nyoman Kenak bersama Sekretarisnya I Made Arka, Kapolsek Denpasar Barat, Kompol Made Hendra Agustina sama sepakat untuk menyelesaikan kasus ini melalui upaya mediasi antara warga pangempon dengan penutup jalan ke pura itu.
“Ya kami dari PHDI melakukan upaya mediasi. Sebab kita bukan lembaga yang berwenang sebagai eksekutor namun sebagai lembaga untuk memelihara kerukunan dan ketentraman umat. Jadi dalam kasus penutupan akses jalan utama ke pura ini dari pihak kami mengupayakan sesegera mungkin untuk melakukan upaya mediasi antara pihak terkait agar kasus ini cepat selesai,” tandasnya.
“Dengan demikian warga pangempon pura ini bisa berbakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan YME) dengan tenang. Apabila kasus ini belum diselesaikan tentunya warga pangempon tetap resah dan tidak tenang untuk beribadah,” sambung Kenak.
Saat ditanya wartawan, apabila tidak ada win-win solution antara pihak terkait, ia mengatakan akan terus mengupayakan supaya kasus ini selesai. “Ya kita akan terus mengupayakan agar kasus ini selesai. Setiap tempat ibadah harus memiliki akses jalan. Tidak ada tempat ibadah (pura) di Bali yang tidak punya akses jalan utama,” tegasnya.
Dimintai pendapatnya, Kapolsek Denpasar Barat Kompol I Made Hendra Agustina mengatakan pihaknya turun ke lapangan karena ada informasi konflik antara pangempon pura dengan salah satu warga.
“Kita mencoba membantu dengan memediasi nantinya dapat mencari solusi terbaik ke dua belah pihak. Dalam mediasi ini kita akan terus menggali fakta di lapangan itu akan diurai satu-persatu sesuai dengan perundang undangan,” sahutnya.
Sedangkan Ketua YKKB, Ketut Putra Ismaya Jaya yang juga turut turun ke lokasi menjelaskan dalam kasus ini sebaiknya dicarikan solusi yang terbaik kepada kedua belah pihak tanpa saling menyalahkan satu sama lainnya.
“Kita tidak mencari mana yang salah mana yang benar tetapi kita mencari hati nurani yang benar, sehingga ada mediasi, mencari solusi terbaik antara pihak yang bersengketa,” cetus pria yang kerap disapa Jro Bima ini.