Tanah Diklaim BTID, Ipung Tantang Buktikan secara Hukum
Denpasar | barometerbali – Berang karena sebagian tanah miliknya di Desa Serangan diklaim sepihak oleh PT Bali Turtle Island Development (BTID) membuat Advokat Siti Sapura SH bicara lantang.
“Padahal tanah yang mereka klaim, itu adalah tanah yang saya eksekusi pada tanggal 3 Januari 2017,” cetus Siti Sapura kepada wartawan di kantornya, Denpasar, Kamis (24/2/2022).
Ia yang kerap disapa Ipung ini mengisahkan, sebelumnya orangtuanya yakni almarhum Daeng Abdul Kadir membeli dua bidang tanah yang terletak di Kampung Bugis, Serangan pada tahun 1957 dari almarhum Sikin, ahli waris dari H. Abdurahman mantan Kepala Desa Serangan, Denpasar Selatan.
Dua bidang tanah yang dibeli yaitu dengan pipil nomor 2, persil nomor 15c memiliki luas 0,995 hektar, kemudian tanah dengan pipil nomor 2, persil nomor 15a memiliki luas 1,12 hektar.
Dalam perjalanan, ada sejumlah pihak mencoba menguasai lahan itu dengan dalih bahwa tanah tersebut diperoleh secara hibah dari almarhum Cok Pemecutan.
Berbekal dokumen kepemilikan yang sah, Siti Sapura selaku ahli waris kemudian melakukan eksekusi lahan yang telah dikuasai sejumlah oknum masyarakat pada 2017 silam.
Ipung juga mengatakan, saat eksekusi ia mengeluarkan modal sendiri. Setelah dieksekusi, tanah yang sebagian besar telah diisi bangunan rumah oleh para oknum tersebut kemudian dia ratakan.
“Ketika tanah sudah menjadi daratan, akan tetapi tiba-tiba ada beberapa pihak yang mengklaim kepemilikan tanah eks eksekusi. Kemudian ada yang mengatakan tanah itu tanah lebih berdasarkan kordinat BPN, waktu itu saya diam,” sebut Ipung.
Saat Desa Adat Serangan mencoba melakukan pengukuran, Ipung selaku pemilik sah kemudian bereaksi sehingga pihak Desa Adat Serangan urung melakukan pengukuran.
Namun tak berhenti di sana, sekelompok masyarakat melapor ke Kejari Denpasar jika tanah eks eksekusi merupakan tanah milik Desa Adat Serangan.
Tak hanya itu, PT BTID juga bersurat ke Desa Adat Serangan bahwa tanah yang telah dieksekusi merupakan tanah milik mereka. PT BTID berdalih tanah tersebut miliknya berdasarkan SK SLH tahun 2015.
“Saya katakan, Daeng Abdul Kadir membeli tanah pada tahun 1957, sementara BTID mengkalim berdasarkan SK tahun 2015. Kemudian, BTID masuk dan melakukan reklamasi Desa Serangan pada tahun 1996. Masuk akal nggak tiba-tiba BTID mengklaim bahwa tanah eks eksekusi milik mereka,” bebernya.
Karena ia merupakan pemilik sah tanah tersebut, Ipung lantas menantang pihak BTID untuk membuktikan jika tanah tersebut milik mereka. “Jika tidak bisa, ia akan membawa persoalan ini ke ranah hukum,” ancam Ipung. (BB/501)