Tanah Belum Lunas Dieksekusi, Satgas Mafia Tanah Tak Bergerak
Badung | barometerbali – Eksekusi tanah di Ungasan oleh PN Denpasar ditolak tegas keluarga ahli waris I Made Suka. Dari awal pihak keluarga merasa kena tipu di mana dalam jual beli tanah seluas 5,5 hektar (ha) belum dibayar lunas dan pembeli hilang.
“Kami terima pembayaran dari pembeli pertama, Bambang Samijono 7 lembar cek yang 2 lembar ada uangnya sementara 5 lembar lagi kosong. Cek kosong tersebut kami laporkan ke notaris Putu Chandra minta perlindungan namun tidak ada kejelasan. Ini ada katanya, apa namanya satgas mafia tanah dibentuk negara itu, setahu kami sebagai rakyat kecil negara juga tidak bergerak,” singgungnya Made Suka disampaikan kepada wartawan melalui sambungan telepon dari Desa Ungasan Kuta Selatan Badung Bali, Sabtu 5 Maret 2022.
Malahan tahun 2000-an jelas Made Suka, secara tiba-tiba tanahnya dipasang plang oleh kantor pelelangan. Pihaknya memohon kepada badan pelelangan dan berharap agar tanahnya tidak dilelang karena pembelinya belum membayar, namun permohonan mereka sama sekali tidak diindahkan.
“Keluarga kami sampai bersimpuh, tapi lembaga pelelangan negara tidak peduli. Malah menyarankan kami untuk ikut dalam lelang dan menggugat ke pengadilan,” keluh Made Suka.
Keluarga I Made Suka begitu terpukul dan mengalami trauma mendalam akan tanahnya 5,6 ha yang mana baru dibayar Rp 500 juta atau 20 % dari harga disepakati dengan pembeli di tahun 1992 belakangan hendak dieksekusi pengadilan.
Meski secara fisik 30 tahun setelah transaksi tanah itu tetap dikuasai warga turun-temurun dan pembeli dikabarkan menghilang namun membuat miris sertifikat hak milik (SHM) warga sudah beralih hak atas nama orang lain melalui mekanisme pelelangan di tahun 2000.
Dan baru-baru ini setelah 22 tahun berlalu dari pelelangan itu kasusnya mencuat, saat juru sita Pengadilan Negeri (PN) Denpasar hendak melakukan eksekusi, warga ini menolak dan pada akhirnya harus ditunda pengadilan.
Warga Merasa Tertipu
Made Suka menjelaskan dirinya sudah pernah melakukan gugatan ke pengadilan dan sempat menang melawan Bambang Samijono namun kemudian digugat balik oleh pemenang lelang Lie Herman Trisna.
“Terakhir begitu saya menang menggugat pembeli serta notaris di mana pengadilan memutus bahwa pembeli Bambang Samijono melakukan wanprestasi dalam jual beli, Pak Herman sebagai pemenang lelang menggugat kami balik. Dan gugatannya dikabulkan hakim,” jelasnya.
Mengetahui keadaan ini ketika pihaknya melakukan upaya banding, Made Suka mengatakan didekati Pak Herman yang mengajak ke kantornya di bilangan Kuta untuk mediasi. Menyarankan agar jangan melakukan upaya hukum lagi untuk mencabut gugatan perlawanan.
Janji 50 % dan akan Digelar Upacara Sakral di Obyek Sengketa
Lanjut kata Made Suka, bahwa Pak Herman berjanji akan memberikan kompensasi sebesar Rp 350 juta dan tanah 50 persen untuk membiarkan gugatannya inkracht (memiliki keputusan hukum yang tetap) namun belakangan juga diingkari dan tanah tersebut malah dimohonkan untuk dilakukan eksekusi kepada juru sita Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.
“Begitu jauh keadilan bagi keluarga kami. Jelas keluarga kami protes menagih janji Pak Herman ketika tanah dieksekusi. Kalau uang sudah dibayar dicicil dulu sambil menjalankan gugatannya Pak Herman. Biar tidak salah totalnya Rp 350 juta. Cuma janji 50 persen untuk tanah diabaikan dalam perjanjian,” pungkasnya.
Logikanya sambung Made Suka lagi, apa mungkin seseorang mau membuat perjanjian sementara nilai tanah ratusan miliar dengan kompensasi hanya Rp 350 juta kalau tidak ada sesuatu dibalik itu. Apalagi saat itu ungkapnya, ia disarankan untuk tidak didampingi pengacara ke kantor Pak Herman dengan alasan agar tidak keluar biaya lagi.
“Kami rakyat kecil tidak tahu hukum, begitu mudah dijebak. Keluarga sangat kecewa, makanya kami rencana mengadakan upacara meminta ke leluhur akan keselamatan tanah kami. Begitu juga meminta agar menghapus jejak tidak baik,” tegas Made Suka.
Pemenang Lelang Bantah Berjanji
Untuk diketahui sebelumnya, ketika eksekusi digelar tanggal 09 Februari 2022 terlihat pihak Lie Herman membantah berjanji 50 persen dari lahan sengketa. Meski selanjutnya setuju dilakukan mediasi dan eksekusi ditunda saat itu.
Ditemui wartawan setelah pelaksanaan eksekusi pertama, sebagai pihak pemohon menyampaikan, meski menerima proses mediasi dan negosiasi diajukan namun ia mengaku kecewa atas proses eksekusi yang ditunda.
“Saya kecewa karena lahan ini sudah saya beli secara sah lewat mekanisme lelang yang sudah diatur oleh negara pada 18 Oktober 2000,” kata Lie Herman.
Herman mengaku mengetahui ada pelelangan dari aset PT. Bank Uppindo itu dari sebuah surat kabar. Sayangnya lelang yang dimenangkannya tersebut hingga kini belum bisa dikuasainya.
“Bagaimana bisa, segala prosedur lelang sudah saya penuhi, namun hingga saat ini selalu dihalang-halangi,” keluhnya.
Belakangan ini setelah eksekusi kedua tanggal 23 Februari 2022 kembali ditunda, berapa wartawan menghubungi pihaknya mengaku belum bisa memberikan pernyataan.
“Maaf, saya belum bisa memberikan pernyataan,” tulisnya singkat dalam pesan Whatsapp.
PH Notaris Sebut Sudah Lunas
Sisi lain I Gusti Agung Hendrawan selaku penasihat hukum (PH) dari notaris Putu Chandra mengatakan, kliennya sebagai notaris yang mengurus transaksi jual beli saat itu telah melaksanakan tugasnya secara patut. Ia enggan menanggapi terlalu jauh lantaran dikatakan masuk substansi perkara.
“Terkait substansi kami belum bisa terlalu jauh menanggapi karena ini sidang pertama kali dan tentu hal tersebut harus dibuktikan. Saya yakin ini masih dalil pihak penggugat. Dari sisi tergugat, klien saya mengatakan selaku notaris sudah menjalankan tugas dengan patut,” ujar Gusti Agung Hendrawan.
Namun demikian, Ia mengatakan kliennya membantah dikatakan membawa SHM (sertifikat hak milik) objek tanah penjual serta cek kosong dari pembeli. Ia mengatakan kliennya mengaku jual beli tersebut sudah lunas saat ditransaksikan di notaris.
“Tidak ada yang dituduhkan seperti itu. Tidak benar ada diserahkan atau dititipkan ke notaris SHM tersebut. Terkait jual beli dan pelunasan setahu klien kami saat berlangsung di notaris kesepakatannya sudah lunas tahun 1992 kalau tidak salah. Dari klien tidak membenarkan cek kosong tersebut. Kami tegaskan tidak benar cek kosong itu diserahkan ke notaris.
KPKNL Mengaku masih Berkordinasi
Sementara itu, terkait selentingan tidak dilakukannya cross check atau pemeriksaan lapangan sebelum pelelangan, dihubungi awak media Humas KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) Denpasar Dewa Ayu Oka Maya Saputri mengatakan belum dapat memberi tanggapan.
Ia mengaku akan melakukan koordinasi internal terlebih dahulu. “Mohon maaf, ini harus saya sampaikan dulu kepada pimpinan kami,” ujar Dewa Ayu Oka Maya Saputri melalui sambungan telepon.
Diduga Terjadi Penyelundupan Hukum
Dihubungi Pengacara Siswo Sumarto, S.H akrab disapa Bowo yang saat ini bersama-sama advokat lain sedang memperjuangkan hak keluarga I Made Suka menduga, ada penyelundupan hukum peralihan hak disinyalir tidak patut di atas tanah seluas 5,6 hektar milik kliennya di Ungasan Kuta Selatan Badung Bali.
Pasalnya, menurut pengacara belakangan ini namanya mencuat lantaran berhasil meyakinkan juru sita Pengadilan Negeri (PN) Denpasar untuk menunda eksekusi lahan diperjuangkan pihaknya menjelaskan, bahwa logika hukum terjadi dalam perjalanan perkara tanah kliennya sangat rancu dan dinilai banyak terdapat keganjilan hingga berujung dimohonkan eksekusi oleh pemenang lelang.
“Ini sangat rancu dan janggal. Katanya tanah dapat dari lelang tentunya mekanisme harus benar sebelumnya. Patut diduga telah terjadi penyelundupan hukum dalam peralihan hak. Bagaimana bisa tanah belum lunas dibayar, pembeli hilang dan tanah orang dialihkan haknya lewat pelelangan yang sebelumnya dikabarkan telah dipinjamkan uang oleh pembeli yang belum lunas bayar,” singgungnya
Terlebih kata Bowo, SHM terbit dari I Nureg langsung ke Pemenang lelang. Kenapa bisa ? Sesuatu yang ganjil ungkapnya. “Kami mohon Satgas Mafia Tanah DPR RI mesti bantu kami untuk turun dan gali ini fakta terjadi. Ijin kami kutip seperti Pak Mahfud MD bilang, bisa dicurigai ini sebuah industri hukum keperdataan yang patut disusuri,” pinta Bowo. (BB/501)
Catatan : Hingga berita ini diturunkan belum ada pernyataan resmi dari KPKNL dan BPN terkait mekanisme peralihan hak masih menunggu penjelasan. Begitu juga penjelasan dari Bambang Samijono sebagai pembeli awal belum bisa dilacak keberadaannya dan belum bisa dihubungi memberikan hak jawabnya kepada redaksi.