Ipung Tutup Jalan Dibangun di Atas Tanah Miliknya
Denpasar | barometerbali – Janji warga Serangan, Siti Sapura untuk menutup jalan yang dibangun di atas lahan miliknya di Jalan Tukad Punggawa kawasan Kampung Bugis, Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan akhirnya terbukti
“Sebenarnya saya bukan orang yang keras ya, bukan orang yang tidak bisa bertoleransi, bukan yang tidak bisa diajak bicara, bukan yang tidak punya hati. Saya punya semua itu sebagaimana manusia pada umumnya,” ujarnya yang akrab disapa Ipung ini saat ditemui, Rabu (9/3/2022) di Denpasar.
Ia mengaku sudah lelah karena tanah miliknya terus menerus diganggu oleh oknum-oknum sejak tahun 1974, setelah ayahnya Daeng Abdul Kadir meninggal dunia.
Di antaranya 36 KK yang menempati dan membuat bangunan di atas tanah miliknya dengan dalil tanah tersebut wakaf dari Cokorda Pemecutan, almarhum.
“36 KK itu menempati tanah saya yang tadinya setengah hektare adalah kosong. Mereka ini tiba-tiba datang sebagai seorang penggugat yang mengatakan dia adalah orang Bugis, padahal mereka tidak ada satupun dari 36 KK itu orang Bugis,” tutur Ipung yang juga seorang advokat ini.
Pada tanggal 3 Januari 2017, Ipung yang secara sah selaku pemilik kemudian melakukan eksekusi lahan yang ditempati secara ilegal oleh 36 KK tersebut.
Namun tiba-tiba pada tahun 2021, PT Bali Turtle Island Development (BTID) mengklaim sebagian tanah milik Ipung adalah tanah eks kehutanan. Itu dilakukan PT BTID dengan menyurati Desa Adat Serangan.
Ipung lantas mempertanyakan klaim sepihak PT BTID. Pasalnya, tanah miliknya yang dibangun jalan oleh PT BTID berada paling ujung atau di sebelah timur, dan sebelumnya lagi ada dua objek bidang tanah.
“Tanah ini satu garis lurus dengan tanah saya, kenapa yang dua blok ini diakui sebagai tanah hak milik, kenapa yang 1,12 hektare ini tidak diakui? Aneh gak. Sedangkan saat dia membikin jalan, saat itu ahli waris pemilik tanah, almarhum Muhamad Taib dipanggil ke kantor lurah sebelum berita acara ditandatangani pada tanggal 27 April 2016, kalau tanahnya akan dijadikan jalan,” bebernya.
“Logikanya berpikir kemana itu yang menyebabkan saya marah, sedangkan pada saat penandatanganan tanggal 2 Mei 2016, ahli waris pemilik tanah almarhum Muhamad Taib diundang, diajak bicara. Sedangkan saya, jangankan diundang, malah dia mengklaim tanah ex eksekusi milik mereka, itulah kenapa saya memilih menutup jalan itu,” sambungnya.
Ipung dengan tegas menyatakan bukan orang jahat dan tidak mau bertoleransi. Sebagai anak Daeng Abdul Kadir, dirinya mengaku bisa diajak bicara. Karena ketika membeli tanah pada tahun 1957, ayahnya menggunakan uang, bukan memakai kertas.
“Kalau anda mau pakai jalan umum, tolong dong ngomong sama saya. Mau bagaimana, tapi kalau sampai mau pakai jalan 1 sampai 3 meter aku ikhlaskan kok. Tapi ini 112 meter x 6 meter, logikanya bagaimana, saya bukan orang jahat, ajak saya bicara,” tandasnya.
Ia juga mengaku empat kali dihubungi tak lama setelah menutup jalan dan disuruh menghadap ke Kantor Camat Denpasar Selatan. Penelepon mengatakan ia diundang oleh Sekda Kota Denpasar, Lurah Serangan dan Bendesa Adat Serangan.
Namun dikarenakan undangan tersebut tak layak karena merasa dipanggil seenaknya, Ipung memilih untuk tidak datang.
“Saya bertanya begini, apa dipikir saya anak pembantumu yang bisa dipanggil seenak hatimu. Apakah itu menghargai saya sebagai anak manusia. Bukannya saya minta dihargai terlalu tinggi, tapi etika kalian yang gak ada. Polisi saja loh, memanggil seorang terlapor atau saksi pakai surat, kok ini seenak udelnya,” tegasnya.
Di lokasi penutupan jalan Camat Denpasar Selatan I Made Sumarsana menyatakan insiden tersebut hanyalah penutupan jalan.
“Ini penutupan jalan aja, katanya beliau (Siti Sapura) yang punya. Kita juga ngga tahu, sudah ditutup. Kita langsung ke sini,” ujarnya.
Selanjutnya dia langsung memerintahkan beberapa warga untuk membongkar tumpukan batako yang sudah disemen melintang di jalan Punggawa tersebut.
“Langsung kita suruh bongkar, karena ini fasilitas umum. Dan menurut informasi dari Pak Lurah, ini milik Kota Denpasar. Gitu pak, makanya kita berani suruh bongkar. Kalau mereka merasa mempunyai hak, ya mungkin mereka bisa memperlihatkan kita bukti kepemilikannya Kordinasilah di kantor. Kita tunggu yang bersangkutan (Siti Sapura) hari ini ini pun di Kantor Lurah atau Kantor Camat. Biar klir, biar tidak ada lagi kasus seperti ini,” pinta Camat Densel.
Di sisi lain Lurah Serangan Wayan Karma merasa kecewa dengan hal ini karena tidak ada kordinasi dalam menutup jalan. “Saya sangat kecewa dengan keberadaan pihak-pihak. Semestinya para pihak siapa pun dia kordinasi dengan kami kalau ada permasalahan-permasalahan, namun ini tidak ada. Jadi kami pun bingung juga,” ungkapnya.
Dia mengaku sebelumnya dihubungi Nyoman Ada dan Jro Bandesa Serangan mengenai rencana penutupan jalan. “Saya bilang suruh (Siti Sapura) hubungi kami. Ternyata tidak ada dihubungi. Saya baru tahu kejadian ini jam 10. Sekarang kalau bisa diselesaikan dulu di Kantor Lurah,” harap Karma.
Sekda Kota Denpasar IB Alit Wiradana saat dihubungi melalui sambungan telepon WhatsApp terkait status jalan yang ditutup pihak Siti Sapura tersebut mengaku kurang mengetahui hal tersebut dan meminta agar dikonfirmasikan ke Camat Denpasar Selatan.
“Oh tyang ten (saya tidak) ini eh. Coba coba Pak Camat nggih. Sampun (sudah) nggih hubungi Camat Denpasar Selatan nggih. Nggih durus durus sampun (silakan sudah) nggih,” ungkapnya.
Begitupun ketika kembali dikejar terkait bagaimana sebenarnya status tanah yang dijadikan jalan tersebut, IB Alit berjanji akan meminta kepastian kepada Camat Denpasar Selatan.
“Coba tyang konfirmasi dumun nggih. Eeh Pak Camat mungkin sampun dapat informasinya nggih? Sampun dapat jawaban nggih dari Pak Camat? Nggih tyang cek dulu ya. Nggih tyang konfirmasi dumun nggih,” kilah Sekda Kota. (BB/501)