Jro Bandesa Serangan Mengaku tak Tahu Asal Usul Tanah, Ipung Heran
Denpasar | barometerbali – Warga pemilik lahan di Serangan Siti Sapura tak habis pikir dan dibuat heran pascapenutupan jalan di atas tanah miliknya, Jro Bandesa Desa Adat Serangan, I Made Sedana mengaku tak tahu menahu perihal asal usul lahan yang dibangun menjadi jalan yang kini diberi nama Jalan Tukad Punggawa tersebut.
Akan tetapi yang ia dengar, jalan tersebut dibangun oleh PT BTID (Bali Turtle Island Development). Oleh karenanya, dirinya meminta pemerintah ikut turun tangan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Mengetahui tanggapan Jro Bandesa seperti itu, Siti Sapura yang akrab disapa Ipung ini merasa heran sehingga ia mempertanyakan apa yang telah disampaikan oleh Jro Bandesa Desa Adat Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, I Made Sedana tersebut.
“Apakah Jro Bandesa tidak tahu tanah yang dibangun jalan milik siapa. Itu tanah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli pada tahun 1957 dari almarhum Sikin, selaku ahli waris dari H Abdurahman, mantan Kepala Desa Serangan,” ungkapnya saat ditemui, Kamis (10/3/2022) di Denpasar.
Jika Jro Bandesa Pakraman Serangan, I Made Sedana masih mengaku tidak mengetahui asal usul tanah yang dibangun jalan, Ipung demikian akrab disapa merasa jengkel.
Pasalnya, dirinya dan Jero Bandesa satu kampung di Kelurahan Serangan, sudah berteman sejak masih kecil, bahkan satu sekolah saat SD.
“Kan tidak mungkin Jro Bandesa yang satu kampung tidak tahu dengan saya, yang juga satu sekolah di SD. Kan ndak mungkin Anda tidak tahu Daeng Abdul Kadir yang dulu bisa ngasih makan orang satu desa,” bebernya.
Dengan rasa kesal, Ipung kemudian mengungkapkan jika dirinya juga pernah memberi uang miliaran rupiah kepada Jro Bendesa Desa Adat Serangan.
“Kok sekarang dia mengaku tidak mengetahui itu tanah siapa, sementara uangku diambil. Aneh kan, uang diakui tapi tanahku tidak diakui,” teriaknya geram.
Ipung juga mengaku tidak ada persoalan dengan warga Desa Serangan. Sehingga ia meminta agar warga tidak terprovokasi dan mau diadu domba oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab.
Selain itu, Ipung merasa berkeberatan dengan pernyataan Camat Denpasar Selatan Gede Sumarsana mengatakan bahwa jalan tersebut merupakan jalan milik Pemerintah Kota Denpasar berdasarkan SK.
“Tidak bermaksud mengurangi rasa hormat saya kepada bapak, tapi kalau semua pejabat publik, atau pejabat negeri ini mengeluarkan SK untuk mengklaim tanah warga, lama-lama rakyat tidak punya tanah dong pak,” pekiknya.
Menurutnya, SK atau surat keputusan hanya berlaku untuk pejabat intern saja, dan tidak ada SK yang dikeluarkan untuk mengklaim hak kepemilikan seseorang.
“Ingat, hak seseorang hanya bisa diputuskan berdasarkan penetapan pengadilan. Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung,” bebernya.
“Saya sudah punya 20 putusan dari PN, PT, Mahkamah Agung sampai PK dua kali. PK pertama, PK kedua itu semua saya yang menangkan,” sambungnya.
Sehingga, dirinya meminta agar Camat Denpasar Selatan untuk membuka buku register yang ada di Kantor Lurah Serangan.
Karena di sana jelas tercatat bahwa tanah tersebut bukan tanah milik Pemkot Denpasar, melainkan tanah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli pada tahun 1957.
“Buka buku register, biar Anda juga tahu bahwa Daeng Abdul Kadir bukan orang sembarangan, dia yang membangun Banjar Kampung Bugis Serangan, dan menjadi Klian Dinas Kampung Bugis,” tandasnya.
Ditambahkan pula, tanah miliknya yang dicaplok dan dibangun jalan berada di paling ujung dan berbatasan langsung dengan laut.
Lantas bagaimana bisa PT BTID yang baru masuk ke Desa Serangan pada tahun 1996, bisa mengkalim bahwa tanah tersebut miliknya.
“PT BTID baru masuk ke Desa Serangan pada tahun 1996 dan hanya menguruk laut, sementara Daeng Abdul Kadir telah memiliki tanah tersebut sejak 1957. Lalu bagaimana ceritanya PT BTID bisa mengklaim tanah eks eksekusi tersebut milik mereka,” ucapnya.
Ipung mengaku lelah karena tak henti-hentinya diganggu. Padahal sudah sangat jelas, secara hukum menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah miliknya yang sah.
“Bisa gak kalian berhenti mengganggu tanah saya? Mau diajak apa saya, mediasi? Mediasinya di pengadilan pak! Gugat saya!,” tantang Ipung. (BB/501)