Badung | barometerbali – Relawan Masyarakat Bali yang tergabung dalam Yayasan Kesatria Keris Bali, I Ketut Putra Ismaya Jaya (Jero Bima) menegaskan permohonan secara gaib kepada Tuhan dan leluhur adalah hal yang tepat untuk mendapatkan keadilan secara niskala.
Demikian dilontarkan Jro Bima saat hadir dalam upacara ritual magis dan sakral Pegembal Bendu Guru Piduka lan Pegat Sot, dilakukan oleh pihak ahli waris I Made Suka sekeluarga di lahan sengketa seluas 5,6 hektar di Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Jumat (11/3/2022).
Jro Bima menuturkan, pihaknya akan siap mengawal keluarga ahli waris untuk bisa mendapatkan haknya terkait sengketa lahan yang terjadi dengan Lie Herman Trisna selaku pemenang lelang. Namun seperti diberitakan sebelumnya ahli waris menyebutkan pembayaran atas tanah keluarga tersebut belum ada pelunasan sejak 30 tahun lalu.
Menurutnya, hal yang dilakukan oleh pihak ahli waris dengan menggelar upacara ini merupakan hal yang tepat, dimana ketika ahli waris tidak mendapatkan keadilan atas apa yang perjuangkan, dan sekarang mereka sekarang menggugat keadilan secara Niskala (gaib).
“Saya akan membela tanah Bali. Siapapun yang pernah datang ke tanah Bali, pasti mengerti begitu sakralnya tanah Bali. Ini merupakan tanah Bhatara-bhatari dan lelangit yang mereka jaga untuk kebaikan Bali,” tandas Jro Bima.
Ritual magis dan sakral Pegembal Bendu Guru Piduka lan Pegat Sot, dilakukan oleh pihak ahli waris I Made Suka sekeluarga dan diikuti masyarakat berlangsung dramatis di lahan sengketa seluas 5,6 hektar di Ungasan, Kuta Selatan, Badung, Jumat (11/3/2022).
Pasalnya sejumlah keluarga pihak ahli waris nampak histeris, saat untaian mantra-mantra, doa dilantunkan oleh Ida Pandita Empu Yoga Dasa Paramita dari Griya Agung Taman Batur Sari Peraupan, Desa Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara.
Pihak keluarga ahli waris Made Suka melalui anaknya, Jero Kadek Hendiana Putra saat ditemui di tempat acara menuturkan bahwa upacara Guru Piduka yang digelar guna memohon ampunan dan bimbingan terhadap para leluhur terdahulunya dalam menjaga lahan tersebut dari energi negatif. Selain itu, upacara juga digelar merupakan bagian dari perjuangan untuk mendapatkan keadilan terkait sengketa yang terjadi.
“Upacara ini digelar sebagai bentuk permintaan maaf kami kepada Ibu Pertiwi, leluhur, dan Tuhan atas kesalahan yang kami alami. Tetapi ini juga digelar sebagai bentuk untuk memohon keadilan kepada Yang Maha Esa dalam perjuangan kami untuk menjaga tanah ini dari niat-niat yang tidak baik,” tegas Jero Kadek.
Selain itu, dukungan penuh dari masyarakat diantaranya, Kadek Mariata yang nampak didampingi oleh tim kuasa hukum Made Suka yang hadir dalam gelaran upacara tersebut menambahkan, pihaknya mengaku merinding dengan upacara yang digelar oleh pihak ahli waris.
Menurutnya, upacara ini merupakan perjuangan secara Niskala setelah perjuangan secara Sekala (nyata) masih belum dituntaskan secara adil. Karenanya, upacara sakral ini dianggap tidak main-main. Karena selain permohonan maaf dan meminta keadilan kepada leluhur, Bhatara-bhatari dari keluarga, upacara ini juga mengandung risiko berupa kutukan dari pihak keluarga ahli waris ketika mereka tidak mendapat keadilan atas apa yang telah terjadi di lahan sengketa tersebut.
“Saya melihat kondisi ini ngeri, ‘sing main-main’ ini bisa menciptakan malapetaka bagi orang-orang yang telah menzolimi ahli waris dalam hal ini. Mudah-mudahan bapak, ibu, yang terkait dalam kasus ini bisa segera sadar dan disadarkan oleh Tuhan Yang Maha Esa,” tegas pria yang akrab disapa Kadek Garda.
Selanjutnya, Kadek Mariata berharap agar melalui upacara sakral ini timbulnya niat baik dari para Aparat Penegak Hukum (APH) yang terlibat pada proses sengketa lahan Ungasan ini, agar dapat melihat fakta dan kebenaran hukum yang sebenarnya terjadi di lapangan, bukan malah justru ikut menzolimi masyarakat kecil yang tidak mengetahui apa tentang upaya-upaya hukum yang dilakukan.
Untuk diketahui tanah sengketa ini sudah dilakukan dua kali upaya eksekusi oleh Pengadilan Negeri Denpasar namun selalu mengalami gagal karena alasan keamanan dan PPKM Level 3. Tetapi ada juga dugaan kuat menyebutkan unsur niskala berperan dalam kondisi warga yang disebut terzolimi oleh hukum. (BB/501)