Tantang Oknum Notaris ‘Sumpah Cor’, Ahli Waris Siap di Pura Mana pun
Denpasar | barometerbali – Perseteruan ahli waris dengan pihak yang diduga pembeli bermain curang dan tak jujur berujung ingin menguasai tanah Ungasan seluas 5,6 hektar kian memanas. Para pihak tersangkut kasus jual beli tanah tersebut tak hanya bersumpah saat bersengketa di sidang pengadilan tapi kini ahli waris I Made Suka menantang sumpah berimbas niskala (gaib, red) yakni sumpah cor atau sumpah pocong ditujukan ke oknum Notaris Putu Chandra, SH yang diduga berbohong kepadanya.
“Saya merasa dibohongi terus oleh Notaris Putu Chandra. Dia dalam sidang sebelumnya di pengadilan menyatakan pembayaran tanah kami oleh Bambang Samijono belum lunas. Tapi kenyataannya hingga 30 tahun kami sekeluarga menunggu, sampai sekarang cek (bilyet giro) yang diberikan tak bisa dicairkan. Saya tantang dia melakukan sumpah pocong di mana pun pura yang dia mau,” ungkapnya kepada wartawan di Denpasar, Sabtu (2/4/2022)
Tak hanya itu yang membuatnya hatinya kesal, setiap Made Suka menanyakan ke kantor notaris tersebut selalu dikatakan oleh stafnya, Notaris Chandra tak ada di tempat. Namun kalau pun ketemu, selalu beralasan dan berkelit hal itu bukan urusannya.
Untuk diketahui transaksi jual beli tanah seluas 5,6 hektar milik keluarga ahli waris I Made Suka kepada pihak Bambang Samijono disepakati di Notaris Putu Chandra senilai Rp2,5 miliar pada tahun 1993. Ketika itu I Made Suka diberikan 7 lembar cek (giro bilyet, red). Setelah dibawa ke Bank Internasional Indonesia (BII) cabang Denpasar, hanya 2 lembar saja yang bisa dicairkan. Sisanya 5 lembar lagi tak berisi dana.
“Notaris Chandra bilang itu urusan antara penjual dan pembel. Tanah itu disebutnya sudah lunas padahal 5 lembar cek yang diberikan Bambang Samijono isinya kosong alias blong,” keluh Made Suka ditemani anaknya Jro Kadek Hendiyana Putra.
Itulah yang mendasari mengapa dia dan keluarga akhirnya memutuskan menantang bersumpah dan mengutuk perbuatan yang dilakukan oleh Notaris Putu Chandra. Menurutnya dalam menangani proses jual beli tanah yang berlokasi di Banjar Wijaya Kusuma, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung tersebut pihaknya merasa ditipu dan dipecundangi.
“Saya sebagai keluarga pemilik tanah justru merasa sangat dirugikan oleh perbuatan Notaris Putu Chandra. Di mana pada saat terjadi transaksi jual beli dengan Bambang Samijono dengan pemilik tanah (alm) Made Nureg yang merupakan ayah kandungnya diberikan 7 lembar cek oleh pihak yang mengaku sebagai pembeli, Bambang Samijono. 2 lembar bisa dicairkan dengan cara diangsur senilai Rp500 juta, sedangkan sisanya 5 lembar lagi yang seharusnya dibayarkan Rp2 miliar tak ada dananya hingga sekarang alias bodong,” beber Made Suka dengan nada kecewa berat.
Made Suka akhirnya dijanjikan akan dibantu proses pencairan sisa 5 lembar cek tersebut oleh Notaris Chandra. Cek yang asli kemudian diserahkan oleh Made Suka kepada sang notaris. Sementara Made Suka sendiri diberikan fotokopinya.
Saat disanggongi awak media untuk mengkonfirmasi masalah tersebut Notaris PC memberikan keterangan berbeda dengan mengatakan kalau selama ini dirinya tidak pernah menerima cek dari ahli waris.
“Jadi keinginan selaku ahli waris di sini adalah ingin meminta sisa pembayaran yang dirasakan belum lunas yang sudah tidak sesuai dengan perjanjian pada saat jual beli. Jika tidak ada pelunasan, maka tanah tersebut masih menjadi hak sah pemilik tanah,” tandas Made Suka.
Lanjut Suka, hingga saat ini belum ada pelunasan dari pembeli Bambang Samijono, sehingga akhirnya tanah tersebut bisa dilelang oleh pihak Bank Uppindo Jakarta. Ujug-ujug nama Lie Herman Trisna alias Herman Lie muncul menjadi pemenang lelang.
“Saya selaku anak ahli waris merasa bingung di sini. Kenapa tanah belum ada pelunasan pembayaran oleh pembeli Bambang Samijono kok sudah terjadi pelelangan?” tanya Jro Kadek keheranan.
Dia menganggap peran Notaris Putu Chandra sebagai perantara jual beli tanah lepas tangan alias tidak bertanggungjawab atas apa yang pernah dia lakukan kepada pihak penjual dan pembeli.
“Ini yang saya kutuk, hukum karma itu ada. Siapa yang berbuat tidak benar di sini biar kena karmanya sesuai prilakunya,” pungkas Made Suka diamini putranya.
Sebelumnya, Putu Chandra sendiri pascanamanya santer disebut-sebut dalam masalah sengketa tanah di Ungasan, akhirnya mau buka suara. Namun, ada yang menarik dalam penjelasannya terkait mekanisme jual beli tanah seluas 5,6 hektar di Ungasan Kuta Selatan Badung Bali di tahun 1992-1993 itu.
Ia menyebut sebelum dibuatkan perjanjian perikatan jual beli (PPJB) dikatakan pembeli atas nama Bambang Samijono dan I Made Nureg (almarhum) selaku penjual mengaku sudah lunas dalam pembayaran tanah.
Namun anehnya, PPJB lunas ini dibuat diduga tanpa pengecekan kebenaran pembayaran. Hanya secara lisan alias kata-kata saja.
Nyatanya, ketika disinggung mekanisme uangnya apakah benar sudah dibayarkan oleh pembeli, malah notaris Putu Chandra mengatakan tidak tahu. Dan mengaku belakangan baru tahu jika saat itu pembayaran transaksi menggunakan bilyet.
“Waktu bikin perjanjian itu para pihak hadir, lalu saya bacakan dan jelaskan, katanya itu sudah lunas (pembayaran tanah, red) itu saja. Kalau soal pembayarannya pakai bilyet saya malah baru tau setelah ada di berita,” ujar Putu Chandra ditemui di kantornya, di Jalan Kepundung Denpasar Bali, Kamis (10/02/2022).
Putu Chandra mengaku tidak memeriksa pelunasan tanah dengan meminta bukti pembayaran, lantaran menurutnya tidak perlu dan khawatir dipersepsikan terlalu rumit. “Nanti kalau diminta itu (bukti pembayaran lunas, red), dikira ini kok notaris terlalu gini (rumit, red),” kata dia.
Begitu juga ketika ditanyakan mengenai adanya pernyataan ahli waris, bahwa notaris mengetahui pembayaran dilakukan dengan cek atau bilyet yang ternyata blong dan itu dilaporkan serta diserahkan ahli waris kepadanya, Putu Chandra membantah hal itu.
“Gak ada itu pak (dirinya membawa cek, red). Saya malah baru mengetahui ada itu (cek blong, red),” ucapnya.
Sisi lain juga disebutkan pembuatan akta jual beli (AJB) dan peralihan hak tanah bukan di kantornya. Putu Chandra mengaku hanya membuatkan PPJB, sedangkan AJB dikatakan di tempat lain. Ia pun mengaku tidak tahu di notaris mana dibuat AJB tersebut. Hanya saja PPJB dibuat pihaknya diakui sudah dibuatkan kuasa namun dibantah bukan sebagai kuasa mutlak.
“Eeee… Itu tidak di tempat saya (pembuatan AJB, red). Iya di dalam PPJB ada kuasanya itu (kuasa mengalihkan hak, red), mungkin itu dipakai dasarnya pembuatan AJB kan penjual tidak perlu hadir,” jelas Putu Chandra terbata-bata.
Sebelumnya pihak ahli waris tanah, Made Suka tegas mengatakan tanahnya itu belum dibayar lunas oleh Bambang Samijono selaku pembeli. Bahkan hingga saat ini tanah itu masih dikuasai pihaknya. Diapun mengaku berani bersumpah bahwa cek yang ternyata blong itu telah diserahkan kepada notaris Putu Chandra.
Sumpah cor sendiri di Bali merupakan sumpah yang sangat sakral. Menurut beberapa sumber, diyakini kutukan sumpah itu akan berlaku hingga tujuh turunan terhadap keluarga yang menjalani sumpah. Salah satu kutukan dari sumpah cor itu yakni jika punya anak laki-laki, maka dia akan meninggal.
Sementara jika yang melakukan sumpah memiliki anak perempuan, maka anak perempuannya akan gila dengan merobek-robek pakaian di jalanan. Sebaliknya bila tuduhan tidak terbukti, maka kutukan sumpah cor akan berbalik kepada orang yang menuduh. Selain kepada anak, kutukan sumpah cor juga berlaku bagi adik, kakak, saudara sepupu, hingga mindon (sepupu dua kali) orang yang menuduh, bila tuduhannya tidak terbukti.
Untuk diketahui, pembeli Bambang Samijono sejak awal permasalahan ini muncul hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Awak media yang sebelumnya mencoba mencari untuk mengkonfirmasi belum menemukan ada kontak yang dapat dihubungi atau dimana lokasi keberadaannya. Menurut Made Suka sebelumnya, Bambang Samijono menghilang saat ia hendak diminta pertanggungjawabannya terkait jual beli yang belum lunas. (BB/501)