Peralihan Hak 5,6 Ha Tanah Ungasan Diduga Bermasalah
Sidang sengketa tanah Ungasan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi di PN Denpasar, Rabu (6/4/2022). Foto: BB/ariek/gm
Denpasar | barometerbali – Kepala Seksi Bidang Perkara Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Badung I Gede Arya mengaku akan melakukan pengecekan terkait munculnya kabar Sertifikat Hak Milik (SHM) Made Nureg dalam peralihan hak bisa loncat galah alias langsung ke pemenang lelang di balik sengketa tanah seluas 5,6 hektar (Ha) di Banjar Wijaya Kusuma, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali.
Padahal diketahui, sebelum pelelangan terjadi pihak almarhum Made Nureg pada tahun 1992 menjual kepada Bambang Samijono yang diteransaksikan di kantor notaris Putu Chandra.
Belakangan disebut-sebut pembeli ini belum lunas membayar dan hilang namun tanah Wayan Nureg setelah 8 tahun dari transaksi di notaris tiba-tiba dilelang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Denpasar. Keberadaan ini lantaran Bambang Samijono dikabarkan sudah meminjamkan sertifikat itu di Bank Uppindo Jakarta.
Sehingga Made Suka selaku ahli waris dari Wayan Nureg hingga sekarang memperkarakan persoalan ini di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Belakangan mencuat di tengah kasus ini berlangsung ada selentingan sertifikat peralihan hak diterbitkan BPN Badung langsung dari Made Nureg beralih ke Lie Herman Trisna alias Herman Lie dan Lie Toni Mulyadi alias Toni Lie (Koko Ayung) sebagai pemenang lelang melangkahi Bambang Samijono.
“Coba kita cek, saya lupa. Kalau pun proses administrasinya seperti itu kemungkinan besar pihak pemilik awal ikut mendampingi dalam peminjaman di bank,” terang Gede Arya kepada wartawan usai persidangan di halaman PN Denpasar, Rabu (06/04/2022)
Satu sisi dalam kaitan ini pihak Made Suka dihubungi wartawan secara terpisah membantah, keluarganya pernah ikut ke Bank Uppindo melakukan peminjaman uang dengan Bambang Samijono. Bahkan ia menegaskan, sebelum munculnya pelelangan dikatakan tidak pernah ada pihak bank melakukan pengecekan lokasi maupun berkirim surat.
“Tidak pernah kami ikut ke Bank Uppindo. Tahu nama bank itu pun setelah muncul permasalahan pelelangan. Bahkan pihak bank itu tidak pernah ke lokasi atau berkirim surat kepada keluarga kami. Tiba tiba saja dibilang sertifikat kami serahkan di notaris Putu Chandra dibilang sudah dipinjamkan uang di Bank Uppindo,” singgung Made Suka.
Untuk diketahui sebelumnya, notaris Putu Chandra ketika ditemui wartawan menyebutkan, mekanisme jual beli tanah seluas 5,6 Ha di Ungasan Kuta Selatan Badung Bali di tahun 1992 itu mengungkap, sebelum dibuatkan perjanjian perikatan jual beli (PPJB) dikatakan pembeli atas nama Bambang Samijono dan Made Nureg (almarhum) orang tua Made Suka selaku penjual mengaku sudah lunas dalam pembayaran tanah.
Namun anehnya disampaikan saat itu, PPJB lunas ini dibuat, diduga tanpa pengecekan kebenaran pembayaran. Hanya secara lisan alias kata-kata saja. Nyatanya, ketika disinggung mekanisme uangnya apakah benar sudah dibayarkan oleh pembeli, malah notaris Putu Chandra mengatakan tidak tahu. Dan mengaku belakangan baru tahu jika saat itu pembayaran transaksi menggunakan cek (bilyet).
“Waktu bikin perjanjian itu para pihak hadir, lalu saya bacakan dan jelaskan, katanya itu sudah lunas (pembayaran tanah, red) itu saja. Kalau soal pembayarannya pakai bilyet saya malah baru tahu setelah ada di berita,” pungkas Putu Chandra saat ditemui wartawan di kantornya Jalan Kepundung Denpasar.
Bahkan Putu Chandra mengaku enggan memeriksa pelunasan tanah dengan meminta bukti pembayaran. Ia mengatakan hal itu tidak perlu dan khawatir dipersepsikan terlalu rumit. “Nanti kalau diminta itu (bukti pembayaran lunas, red), dikira ini kok notaris terlalu gini (rumit, red),” ucapnya.
Begitu juga ketika ditanyakan mengenai adanya pernyataan ahli waris, bahwa notaris mengetahui pembayaran dilakukan dengan cek atau bilyet yang ternyata blong dan itu dilaporkan serta diserahkan ahli waris kepadanya, Putu Candra langsung membantah hal itu.
“Gak ada itu pak (dirinya membawa cek, red). Saya malah baru mengetahui ada itu (cek blong, red),” tandasnya.
Sisi lain juga disebutkan pembuatan akta jual beli (AJB) dan peralihan hak tanah bukan di kantornya. Putu Candra mengaku hanya membuatkan PPJB, sedangkan AJB dikatakan di tempat lain. Ia pun mengaku tidak tahu di notaris mana dibuat AJB tersebut. Hanya saja PPJB diakui sudah dibuatkan kuasa namun dibantah bukan sebagai kuasa mutlak. Disinggung terkait minuta akte dijelaskan hal itu disebutkan untuk di persidangan.
“Eeeeā¦Itu tidak di tempat saya (pembuatan AJB, red). Iya di dalam PPJB ada kuasanya itu (kuasa mengalihkan hak, red), mungkin itu dipakai dasarnya pembuatan AJB kan penjual tidak perlu hadir,” jelas Putu Chandra terbata-bata.
Menariknya belakangan dengan pernyataan notaris Putu Chandra ini membuat Made Suka geram dan mengatakan, apa disampaikan itu adalah bohong dan menantang untuk melakukan ‘sumpah cor’. (BB/501)