Sejahterakan Desa Adat, Bandesa Tuban: Perjelas Status Pengelolaan Pantai
Badung | barometerbali – Menanggapi polemik pemanfaatan sempadan pantai digunakan untuk obyek wisata, kini Bandesa Adat Tuban, Kuta Selatan, Badung Wayan Mendra, MSi meminta pemerintah dapat segera memperjelas status pengelolaan kawasan pantai oleh desa adat.
“Kepastian hukum perlu diperjelas dalam pengelolaan pantai menjadi obyek wisata sebagai potensi sumber ekonomi desa adat,” ungkap Wayan Mendra yang terpilih kedua kalinya selaku Bandesa Adat Tuban masa bhakti 2020 – 2025.
Terkait mencuatnya kasus di Pantai Melasti dikelola Desa Adat Ungasan yang dilaporkan Bupati Badung Giri Prasta dan kini masuk ke ranah polisi, padahal dikabarkan Pemkab Badung pada tempat itu sudah melakukan pungutan Pajak Hotel dan Restoran (PHR) sebagai tambahan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ketika dikonfirmasi terpisah Kepala Dinas Badan Pendapatan Daerah/Pasedahan Agung (Bapenda) Kabupaten Badung I Made Sutama ditanya wartawan mengenai adanya dugaan pemungutan retribusi pendapatan dari fasilitas pariwisata yang dibangun di atas lahan yang tak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan menjadi pertanyaan masyarakat karena dianggap tidak sah, Sutama menepisnya.
“Ndak kita kan bukan melihat masalah itu. Kita melihat pajaknya saja. IMB itu kan ranahnya dari yang lain lah. Penegak Perda. Sepanjang itu (usaha) ditutup kita tak meminta, mengambil pajak. Kalau di pajak bukan itu sudut pandangnya, berbeda. Sepanjang ada subyek dan obyek, ada transaksi. Pajak itu harus kita ambil gitu,” terang Sutama waktu itu.
Ia menandaskan pemungutan yang dilakukan Dispenda Badung adalah titipan. “Bukan mereka membayar, si wajib pajak menyetorkan gitu,” cetusnya.
Menyitir pernyataan Bandesa Adat Jimbaran I Gusti Made Rai Dirga sebelumnya terungkap, selain The Rock Bar (Ayana) ada enam (6) korporasi yang lain lagi menguasai pesisir pantai di Desa Adat Jimbaran. Mirisnya, kontribusi dari korporasi itu ke Desa Adat Jimbaran disebut-sebut minim bahkan bisa dikatakan tidak ada.
Kembali Bandesa Adat Tuban Wayan Mendra menegaskan, motor penggerak dunia pariwisata Bali adalah desa adat.
“Wilayah pantai perlu dikelola dengan status yang jelas. Untuk kepentingan desa adat. Pariwisata Ini kan pariwisata budaya, di mana motor penggerak budaya itu adalah ada di desa adat,” sambung Bandesa Adat Tuban Wayan Mendra kepada wartawan, Senin (11/4/2022).
Untuk itu, ia menjelaskan desa adat membutuhkan sumber ekonomi untuk membiayai penyelenggaraan urusan tradisi, adat dan budaya yang dapat menjadi daya tarik wisata itu. Desa membutuhkan sumber ekonomi yang dapat dikelola demi kemandirian desa adat, agar tidak memberatkan krama (masyarakat).
Lebih lanjut, Wayan Mendra mempertegas kepastian hukum ini perlu segera dilakukan agar konflik pengelolaan kawasan pantai dan tebing ini tidak berlarut-larut dan berkepanjangan.
“Jadi agar ini tidak menjadi permasalahan yang berlarut-larut dan berkepanjangan, kami mohon perhatian pemerintah yang lebih serius terhadap penanganan pantai, tidak hanya di Badung, tapi seluruh Bali,” ujar Bendesa yang juga mantan pemandu pariwisata yang telah malang melintang di pariwisata nasional ini.
Terkait permasalahan yang terjadi di Pantai Melasti, lebih lanjut Wayan Mendra mengatakan, terjadi karena tidak adanya kepastian hukum. Ia pun meminta Pemda Badung berlaku adil, pasalnya kondisi sama banyak terjadi di tempat lain.
“Terkait apa yang terjadi di Pantai Melasti, pemerintah mestinya adil, menertibkan semuanya, jangan hanya Melasti saja,” pungkas Wayan Mendra. (BB/501)