Film Dokumenter Bom Bali 2002 “The White Balance” Karya Sigit Purwono Diluncurkan
NONTON – Suasana peluncuran dan sekaligus menonton film dokumenter Bom Bali 2002 di Hardcof Cafe, Jl. Raya Puputan Denpasar, Jumat (16/9/2022) Foto: ist
Denpasar | barometerbali – Film Dokumenter tragedi bom Bali 2002 “The White Balance“, karya jurnalis senior Sigit Purwono, resmi diluncurkan jelang peringatan 20 tahun tragedi yang merenggut 203 korban jiwa dan 209 korban luka. Acara yang digelar oleh IJTI Bali dan AJI Denpasar ini juga mengingatkan para jurnalis untuk mengedepankan jurnalisme damai berlangsung di Hardcof Cafe, Jl. Raya Puputan Denpasar, Jumat (16/9/2022).
Sigit Purwono yang saat ini freelancer sejumlah media asing ini mengaku, karya dokumenter ini riil tanpa naskah dan tanpa reka adegan. Menurutnya seluruh scene dalam video ini merupakan kejadian yang diambil sejak kejadian 12 Oktober 2002 hingga para terpidana disidang dan tiga terpidana mati dieksekusi.
Dalam penyajiannya, film yang diberi judul “The White Balance” ini terinspirasi dari teknik white balance, istilah populer pengambilan gambar dalam dunia fotografi dan pembuatan video.
“Kenapa judulnya ‘White Balance‘, jadi biarkan putih itu putih, yang merah itu merah, yang hitam itu hitam. Terorisme itu perlu white balance biar cara pandang kita itu sama terhadap kemanusiaan,” terangnya.
“Seluruh video ini yang saya buat dalam dokumenter bom Bali ini semuanya riil. Saya salah satu wartawan yang meliput kejadian ini sejak awal. Saat kejadian itu saya sedang tidur dan terbangun karena di luar rumah. Saya telepon reporter saya mas Bono dan kami bawa mobil ke Kuta. Dan kami menempel ambulance sehingga masuk ke TKP. Saat itu saya gunakan kamera profesional Betacam,” ungkap Sigit saat peluncuran film, Jumat (16/9/2022).
Sigit juga menceritakan pengalaman seputar mengabadikan gambar tragedi 20 tahun yang lalu itu. Sigit juga mengaku, dalam akun Youtube Bom Bali 2002 itu terdapat 90 video.
“Pengalaman saat itu sangat memang mengerikan. Karena Legian itu terlihat rata. Apalagi di kamar jenazah, waktu itu belum ada masker jadi baunya sangat menyengat. Jumlah video yang saya upload ke Youtube sebanyak 90 video, tapi salah satu video statemen Abubakar Baazir ditakedown oleh Youtube,” tuturnya.
Menurutnya, menjadi jurnalis terkadang dihadapkan pada pilihan antara menolong atau menjalankan tugas. Tapi karena dirinya bertugas sebagai kameraman, jadi harus mengambil gambar.
“Hal yang membuat saya berpikir antara kemanusiaan menolong korban atau mengambil gambar. Karena saya kameraman jadi saya putuskan jalankan tugas,” ujarnya.
Pemutaran film dokumenter Bom Bali 2002 itu dihadiri sejumlah saksi mata. Salah satu dokter forensik RSUP Sanglah (RS Prof Ngoerah), Ida Bagus Putu Alit turut hadir dan sejumlah jurnalis senior ikut menceritakan pengalaman meliput peristiwa Bom Bali 2002.
“Film dokumenter ini membuat saya bernostalgia ketika mengidentifikasi 203 jenazah. Tapi ada 3 jenazah yang tidak berhasil diidentifikasi. Saat itu kami tiga orang dokter forensik Sanglah dan ini kejadian pertama. Sehingga pengalaman baru dan mengidentifikasi ratusan jenazah itu, tapi berkat bantuan pemberitaan media sehingga data antemortem korban dari luar negeri itu membantu kami untuk identifikasi postmortem,” tutur dr. Alit.
Sementara salah satu jurnalis senior The Jakarta Post, Wayan Juniarta mengapresiasi karya dokumenter Sigit Purwono. Menurutnya peristiwa ini menjadi pelajaran bagi jurnalis, baik sisi jurnalisme damai maupun mendokumentasikan kejadian ke dalam sebuah film.
“Setelah kejadian itu, kami wartawan saat itu berkumpul dan bersepakat untuk bersama membuat berita yang meng-ademkan suasana. Karena saat itu sudah ada isu agama, karena sedang berkembang isu teroris itu orang Islam. Akhirnya kami sepakat wawancara Haji Bambang yang sudah fasih berbahasa Bali dan sangat dekat dengan masyarakat Bali. Dan kami juga angkat sisi kemanusiaan rekan-rekan muslim yang tergabung Fardhu Kifayah, yang saat kejadian terlibat evakuasi korban dan pasok kain kafan untuk korban,” kisah pria yang akrab disapa Jun ini. (BB/501)