Ke Pantai Dipalak, Jembatan Tukad Pangi Pererenan Disebut tak Berizin
Ket foto: Jembatan Tukad Pangi di wilayah Subak Munduk Kedungu, Br. Pengembungan, Pererenan, Mengwi, Badung disebut tak berizin (BB/db)
Badung | barometerbali – Adanya dugaan pungutan liar (pungli, red) dan penutupan akses menuju ke pantai, menjadi pertanyaan juga oleh warga Munduk Kedungu, Banjar Pengembungan, Desa Adat Pererenan, Kecamatan Mengwi, Badung terkait perizinan jembatan Tukad Pangi.
Hal itu mengemuka ketika Direktur Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) Desa Adat Pererenan I Putu Astika menyatakan selain jembatan itu disinyalir tak berizin, pemilik lahan yang mendapatkan keuntungan dari akses jembatan itu disebutkan telah mengabaikan kesepakatan yang sebelumnya pernah dibuat tetua setempat terutama krama (warga, red) Munduk Kedungu dengan pemilik lahan.
“Sebenarnya dulu sudah ada kesepakatan dengan masyarakat, bahwa jalan yang melintasi tanah itu dilepaskan haknya, namun lagi meminta kompensasi (kios) ke Desa Adat Pererenan ketika diketahui BUPDA membangun tempat berjualan di pinggir pantai dengan dalih lahannya telah dipakai jalan dan belum terjadi pelepasan hak. Dan juga lahan itu telah dikontrakkan kepada warga negara asing (WNA),” tutur Astika kepada wartawan di Pererenan, Badung, Sabtu (24/9/2022).
“Di sana ada lebih dari 13 vila. Masing-masing vila diminta membayar ke pemilik lahan Rp1.170.000 (satu juta seratus tujuh puluh ribu rupiah),” sambungnya.
Apa yang dijelaskan Direktur BUPDA dibenarkan oleh Sekdes Pererenan Ketut Gede Sasmita, yang juga salah satu tokoh masyarakat Banjar Pengembungan.
“Pungutan yang dikatakan sebagai sumbangan itu dilakukan pemilik lahan kepada tamu lain yang tinggal di sepanjang jalan Munduk Kedungu dengan alasan melintasi jalan yang diklaim miliknya” terang Sasmita.
Lebih lanjut dipaparkan, pungutan juga dikenakan kepada tamu (WNA) yang membangun vila (over kontrak tanah dikapling-kapling WNA pengontrak lama) dengan dalih sama. Padahal menurutnya, mereka (pengontrak lama, red) sudah membayar hingga tahun 2038.
“Kami sedang mengumpulkan bukti dan keterangan dari tamu atas kabar pungutan itu. Memang dijanjikan ada jalan tembus sampai dengan pantai. Dan ternyata sampai dengan saat ini pemilik tanah belum melakukan pelepasan hak,” lanjutnya.
Sebelum dikontrakkan pemilik bersepakat secara lisan bersama dengan masyarakat, di mana 25 warga lain (Krama Munduk Kedungu) sudah melakukan pelepasan hak yang diperuntukkan dalam pelebaran jalan menuju lokasi Pura Megada atau Pantai Megada Pererenan.
“Ini kan kesannya warga sekarang kena cangkik (dicurangi, red). Dan warga Munduk Kedungu menjadi geram. Kan jadi ribut jika begini. Semua (25 warga lain) minta kompensasi kios ke BUPDA kan juga sama melepaskan hak tanah untuk jalan. Kalau ditelisik sebenarnya tanah itu tidak ada akses jalan jika tidak ada jembatan. Dan ternyata jembatan itu kan tidak ada izinnya juga. Sekarang, warga mempersoalkan itu,” tandas Sekdes Sasmita.
Sementara, I Nyoman Darpa selaku Kelian Dinas Banjar Pengembungan menjelaskan, dengan kejadian ini pihaknya mendapat informasi bahwa warga Munduk Kedungu dikatakan akan berkirim surat mempertanyakan rekomendasi teknis jembatan itu kepada pihak Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida.
Satu sisi juga disampaikan, warga juga berkeinginan untuk melakukan koordinasi dengan penegak hukum kepolisian terdekat terkait kabar tak sedap adanya dugaan pungutan jalan untuk menjaga citra Desa Pererenan dan juga keamanan sebagai kawasan pariwisata internasional.
“Ya, warga sorot jembatan itu. Patut diduga belum ada rekomendasi teknisnya dari BWS. Dan kita (warga Munduk Kedungu, red) juga meminta petunjuk kepada penegak hukum kepolisian atas adanya isu yang mengarah pada dugaan tindakan pungutan liar. Jika jembatan itu belum ada izin, warga Munduk Kedungu selaku penyanding meminta untuk ditutup dulu sementara sampai ada kesepakatan dalam rapat desa,” pungkas Kelian Dinas Banjar Pengembungan.
Meneruskan apa yang menjadi pertanyaan dan keluhan warga, wartawan secara terpisah pada hari yang sama menghubungi Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida, Dr Eka Nugraha Abdi, ST, MPPM melalui sambungan telepon seluler.
Terkait perizinan pembangunan jembatan yang melawati arus sungai, dirinya menjelaskan bahwa memang benar perlu adanya regulasi khusus yang mengatur terkait pembangunan jembatan di Bali, terlebih pembangunannya akan melewati aliran sungai sehingga perlu adanya sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh si pembangun tersebut seperti rekomendasi teknis (rekomtek).
“Jadi kami sesuai tugas dan fungsinya, kalau ada pembangunan jembatan yang akan melewati aliran sungai, dia harus mengajukan dulu proses yang namanya Rekomendasi Teknis. Nah, ini yang nanti menjadi bahan untuk mengajukan izin. Jadi, jika pembangun jembatan itu tidak memiliki Rekomendasi Teknis dari BWS, sudah jelas pembangunannya tidak memiliki izin,” ungkap Eka.
Di sisi lain Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Badung Ir Ida Bagus Surya Suamba, ST, MT, yang dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp (WA) menegaskan, keberadaan jembatan Tukad Pangi di Pererenan dikatakan belum ada pengajuan izin ke Dinas PUPR Badung.
“Belum. Belum ada dari kami terkait izin pembangunannya (Jembatan Tukad Pangi, red),” balas Surya singkat. (BB/501)