Gubernur Koster Ajak BKS LPD Perkuat Fungsi Keuangan di Desa Adat Berbasis Kearifan Lokal
Perda No.3/2017 segera dibenahi menjadi Labda Pacingkreman Desa Adat
Ket foto: Musda III BKS LPD Provinsi Bali dibuka secara resmi oleh Gubernur Bali Wayan Koster dengan pemukulan gong di Bali Woso Upadesa, Desa Adat Pengotan, Bangli, Selasa (18/10/2022). (hs/bali)
Bangli | barometerbali – Gubernur Bali, Wayan Koster mengajak seluruh Badan Kerja Sama Lembaga Perkreditan Desa (BKS LPD) Provinsi Bali kompak bersatu memperkuat fungsi keuangan di Desa Adat melalui LPD yang berbasis kearifan lokal Bali. Hal itu ditegaskan Gubernur Koster saat membuka secara resmi Musyawarah Daerah (Musda) III BKS LPD Provinsi Bali di Baliwoso Upadesa, Desa Adat Pengotan, Kabupaten Bangli, Selasa (18/10/2022).
Kehadiran Gubernur Bali di Musda III BKS LPD Provinsi Bali turut juga dihadiri oleh Bupati Bangli, Sang Nyoman Sedana Arta, DPRD Bali, Kapolres Bangli, Dandim 1626/Bangli, Kejaksaan Negeri Bangli, Kadis Pemajuan Masyarakat Adat Provinsi Bali, I Gusti Agung Ketut Kartika Jaya Seputra, dan Ketua BKS LPD Provinsi Bali Demisioner I Nyoman Cendikiawan dan Ketua Panitia Musda III, I Made Pasti.
Dalam sambutannya Gubernur Bali, Wayan Koster menyampaikan salah satu yang menjadi perhatian serius di pembangunan Bali melalui visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru adalah Desa Adat dengan tujuan untuk memperkuat Adat Istiadat, Tradisi, Seni Budaya dan Kearifan Lokal Bali, karena telah terbukti menjadi kekuatan utama Pulau Bali.
“Nilai – nilai tersebut terwadahi sangat kokoh di Desa Adat. Itulah sebabnya dalam visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Desa Adat mendapat perhatian khusus dan prioritas. Maka Desa Adat ini saya perkuat kedudukan, fungsi, dan kewenangannya dengan memberlakukan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali,” urai Wayan Koster.
Sekarang pihaknya mulai berbenah dengan Desa Adat, menata sistem keuangannya melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali dengan fungsi untuk mengelola keuangan di Desa Adat.
“Yang totalnya mencapai Rp 447,9 Miliar atau Desa Adat di Bali yang jumlahnya mencapai 1493, masing-masing Desa Adat kita beri dana Rp300 juta per tahun,” sebutnya.
Lembaga-lembaga yang ada di Desa Adat juga sudah terbentuk dengan baik, di antaranya ada Pemangku, Serati, Paiketan Krama Istri, Yowana, Pasraman, hingga telah dibentuk Sistem Keamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020.
“Terkait ekonomi di Desa Adat, juga telah dibentuk Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) yang diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2022, agar BUPDA ini memiliki tugas untuk mengurusi sektor riil perekonomian di Desa Adat, supaya
perekonomian di Bali bisa berputar dan dimanfaatkan sepenuh-penuhnya oleh Krama Adat di Bali.
“Belum setahun sudah terbentuk
329 BUPDA se-Bali, dan semua Desa Adat di Tahun 2023 harus memiliki BUPDA, sehingga ekonomi yang berbasis dengan kebutuhan masyarakat Adat di Bali bisa tercipta. Jadi yang namanya upakara Galungan, Kuningan, Piodalan, Purnama, Tilem, hingga hari – hari suci lainnya bisa terpenuhi pasarnya melalui BUPDA. Dengan menjual janur, pisang, telur, canang hingga kebutuhan pokok lainnya sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali,” beber Gubernur Koster yang telah menggagas Konsep Ekonomi Kerthi Bali ini.
Untuk mewujudkannya, maka perlu kita membenahi Lembaga Perkreditan Desa (LPD), dimulai dari regulasinya yang sekarang hanya diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa. Lembaga Perkreditan Desa dari segi nomenklatur nama sudah mencerminkan praktek Perbankan, sehingga dari segi prinsip yang dijalankan dalam LPD ini sebenarnya harus ajeg dengan peraturan Perbankan. Maka lembaga keuangan ini, dengan ketentuan yang berlaku bisa dimasuki dan tunduk terhadap hukum positif.
“Untuk itu ke depan LPD harus menjalankan tata kelola yang sesuai dengan kearifan lokal Bali, sehingga LPD di Bali harus dibenahi secara total, komprehensif dan semuanya harus memiliki kesadaran bersama.
“Kalau tidak, satu demi satu masalah akan terus bermunculan,” tandas Gubernur Bali asal Desa Sembiran, Buleleng ini.
Langkah strategis sudah saya ambil, Pertama sumber masalah di LPD adalah adanya uang APBD atau uang negara yang menjadi penyertaan di LPD. Walaupun sedikit jumlahnya dibandingkan dengan uang Krama yang ada di LPD, maka dia harus taat pada aturan negara dan kalau bermasalah, hukum yang akan masuk.
“Sekarang mulai satu persatu ada masalah di LPD, karena urusan uang kecil. Sehingga Saya sudah rubah sistemnya dengan menghibahkan uang APBD itu ke LPD. Kalau ada yang belum proses pengibahannya, segera proses lengkap dengan dokumen penyertaan yang akurat dan jelas,” tegas Gubernur Bali jebolan ITB ini.
Kedua, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 mesti segera dibenahi, basisnya adalah kearifan lokal, dan jangan jagi dinamakan Lembaga Perkreditan Desa, namun harus dirubah menjadi Labda Pacingkreman Desa Adat, sehingga dalam praktek tata kelolanya semua dengan hukum adat.
“Kalau sudah tertata dengan kearifan lokal, maka LPD itu tidak bisa dimasuki lagi oleh
hukum positif. Jadi saya sudah data satu demi satu muncul masalahnya di Bali, sedih saya lihat sampai masuk ke ranah hukum LPD ini,” cetus mantan Anggota Badan Anggaran DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Ketiga, selama proses pembenahan LPD ini, Gubernur Bali Wayan Koster meminta jangan ada konflik kepentingan akibat adanya keinginan spesifik pribadi. Tapi semuanya harus memiliki jiwa bersih, niat yang mulia dan jangan ada yang nakal di LPD dari sekelompok orang tertentu.
“Kita semuanya harus kompak bersatu, supaya LPD bisa berdaya saing dan mampu memperkuat fungsi keuangan di Desa Adat melalui Peraturan Daerah yang baru. Kalau semua sudah berbasis kearifan lokal, maka tatanannya juga kita perbaiki, termasuk di dalam LPD harus ada lembaga yang mengawasinya seperti halnya Perbankan ada Otoritas Jasa Keuangan yang mengawasi praktiknya,” tegas orang nomor satu di Pemprov Bali ini.
Mengakhiri arahannya, Gubernur Bali, Wayan Koster meminta ajang Musda III BKS LPD Provinsi Bali benar-benar memberikan suatu perubahan lompatan ke depan bagi LPD di Bali, supaya LPD kita kuat, tangguh, berdaya saing dan naik kelas dengan lembaga keuangan lainnya.
“Saya sangat sayang dengan LPD, jadi Musda hari ini harus berjalan dengan lancar guna memperkuat keberadaan LPD yang telah menjadi kebanggaan sejak lama dan diwariskan oleh Bapak Gubernur Prof. Dr. Ida Bagus Mantra dengan ide yang sangat cerdas. Sehingga dengan situasi kekinian, kita harus melakukan penyesuaian-penyesuaian regulasi maupun sistem tata kelolanya,” pungkasnya.
Ketua Panitia Musda III BKS LPD Provinsi Bali, I Made Pasti melaporkan Musyawarah Daerah BKS-LPD Provinsi Bali dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.
“Tujuan untuk mengevaluasi dan mempertanggungjawabkan kepengurusan demi kebaikan organisasi, agar mampu memiliki peran strategis di dalam memperkuat ekonomi di Desa Adat,” terang Made Pasti.
Musda kali ini imbuhnya diikuti oleh seluruh LPD dari 9 kabupaten/kota di Bali yang sebelumnya sudah mengadakan musyawarah di masing-masing kabupaten yang disebut dengan Pra-Musyawarah Daerah.
“Forum ini akan menentukan formatur kepengurusan BKS-LPD Provinsi Bali periode 2022-2027. Total peserta yang mengikuti acara ini sebanyak 315 orang,” tutup Made Pasti.
Dalam acara tersebut dimeriahkan dengan kesenian Bondres, undian berhadiah sepeda listrik, Bazar UMKM di mana semua pembayarannya menggunakan transaksi non-tunai. (BB/501)