“PRSV-W” OPTK A1 Golongan 1 jadi Perhatian Peneliti Unud dan Badan Karantina Pertanian
Ket foto: Pemantauan Bersama OPTK A1 di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Kamis (20/10/2022).
Denpasar | barometerbali – Tim Peneliti Fakultas Pertanian Universitas Udayana dengan Badan Karantina Pertanian Pusat, Jakarta melakukan “Pemantauan Bersama OPTK A1”, dengan fokus diskusi pada daerah sebaran dan hasil deteksi serta identifikasi salah satu OPTK A1 Golongan 1 yaitu PRSV-W (papaya ring spot virus-W) berlangsung di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Kamis (20/10/2022).
Pemantauan bersama dan diskusi ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang sebaran PRSV-W di Bali dan merencanakan upaya pemantauan bersama di pertanaman melon di Bali.
Secara offline acara ini dihadiri oleh Sub Koordinator Benih Ekspor dan Antar Area Badan Karantina Pertanian, Dr. Aulia Nusantara, SP, M.Si. dan tim, Putu Sinta Devi, S.P.M.P. dan tim Balai Karantina Kelas 1 Denpasar, Koordinator tim peneliti yang diwakili oleh, Dr. Gusti Ngurah Alit Susanta Wirya, SP., M.Agr. dan peneliti I Putu Sudiarta, S.P., M.Si., Ph.D, Dewa Gede Wiryangga Selangga, S.P.,M.Si., Dr. Trisna Agung Phabiola, S.P., M.Si..
Koordinator Tim Peneliti, Dr. Gusti Ngurah Alit Susanta Wirya, S.P.,M.Agr., dalam sambutan nya sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian, terkait dengan pemantauan PRSV-W yang telah dilaporkan pada jurnal ilmiah bereputasi Indian Phytopatology.
“PRSV-W yang merupakan OPTK A1 Golongan 1 harus menjadi perhatian bersama antara akademisi dan pemerintah sehingga dapat dipantau sebarannya sehingga tidak menyebar ke tempat lain,” terangnya.
“Selain itu kolaborasi antara peneliti dari perguruan tinggi dan Badan Karantina Pertanian sangat penting untuk menjaga kedaulatan negara melalui perkarantinaan, sehingga harus terus ditingkatkan,” sambung Dr. Alit.
Sedangkan menurut Dewa Gede Wiryangga Selangga, SP,M.Si, dalam presentasinya, laporan tentang PRSV-W ini merupakan pertama kalinya di Indonesia, dan merupakan OPTK A1 Golongan 1 yaitu belum pernah dilaporkan di Indonesia dan tidak bisa dimusnahkan dari media pembawa sehingga sangat berpotensi mempengaruhi ekspor impor benih melon.
“PRSV-W ini terakhir kali dilaporkan di Australia dan Timor Leste pada tahun 2019,” pungkas Dewangga.
I Putu Sudiarta, S.P., M.Si. Ph.D., menyampaikan kepada Badan Karantina Pertanian bahwa pemantauan terhadap OPTK A1 ini sangat penting karena apabila tidak dipantau keberadaannya di dalam negeri akan menyebabkan kurangnya informasi di lapangan.
“Sehingga ketika ditemukan oleh karantina di dalam maupun di luar negeri dapat menyebabkan kerugian,” tandas Dr. Putu.
Ia mencontohkan pada tahun 2019 tim peneliti melaporkan adanya Bactrocera occipitalis di Bali. Laporan ini menjadi kendala dalam ekspor mangga ke Jepang.
“Maka dari itu kolaborasi antara semua pihak sangat penting untuk digalakkan,” imbuhnya.
Sementara Sub Koordinator Benih Ekspor dan Antar Area Badan Karantina Pertanian, Dr. Aulia Nusantara, SP, M.Si., menyampaikan apresiasi kepada peneliti Fakultas Pertanian, Universitas Udayana yang telah melaporkan temuan ini dengan lengkap dan komperhensif. Hal ini sangat penting sebagai informasi awal untuk menentukan perubahan data OPTK dalam Permentan.
“Kami sangat membuka kolaborasi dan peran peneliti dari perguruan tinggi untuk bersama-sama Badan Karantina Pertanian saling menginformasikan temuan-temuan di lapangan sehingga tindakan untuk menjaga kedaulan negara dapat dilakukan secara berkesinambungan,” pungkasnya.
Ahli Virologi Tumbuhan, Prof. Dr. Ir. I Gede Rai Maya Temaja, M.P. berharap bahwa keragaman ekologi virus di Indonesia ini agar dapat dijadikan perhatian bersama sehingga fungsi Badan Karantina Pertanian dalam rangka pencegahan masuk, tersebar dan keluarnya Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) dari dalam maupun luar negeri dapat berjalan dengan baik.
Putu Sinta Devi, S.P.M.P. dan tim Balai Karantina Kelas 1 Denpasar siap berkolaborasi dengan Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. “Terutama dalam pemantauan dan deteksi bersama OPTK A1 atau OPTK lainnya yang berpotensi menyebar di Bali,” tutupnya. (BB/501)