Rawan Punah, Menag Minta Aksara Pegon Dibakukan dan Digitalisasi
Kolase foto: Contoh Aksara Pegon (kiri) dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (kanan) (ist/wikipedia)
Surabaya | barometerbali – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas meminta Aksara Pegon dibakukan dan digitalisasi. Dia menilai, hal tersebut perlu dilakukan agar tidak menghilang.
“Kita berutang banyak terhadap Aksara Pegon. Mungkin kita tidak akan bisa merasakan nikmatnya berislam di Nusantara kalau tidak ada huruf Pegon yang menjadi perantara syiarnya,” terang pria yang akrab disapa Gus Men di Surabaya, dalam Kongres Aksara Pegon, Jumat (21/10/2022).
Menag menyebutkan bahwa hutang tersebut harus dibayar dengan menjaga Aksara Pegon agar tidak hilang. Dia mencontohkan beberapa karya yang menggunakan Aksara Pegon, salah satunya yaitu Suluk Sunan Bonang.
Manuskrip itu digunakan untuk melakukan dakwah dan syiar Islam. Disebutkan, umat Islam Indonesia juga mengenal Kitab Al-Ibriz yang sangat populer di kalangan santri. Kitab tersebut ditulis dengan Aksara Pegon oleh KH Bisri Mustofa. Demikian juga dengan Al-Tarjamah Al-Munbalajah yang ditulis oleh KH Sahal Mahfudz dengan Aksara Pegon.
“Banyak kitab kontemporer yang bermanfaat bagi peradaban keislaman yang ditulis dengan aksara pegon,” jelas Menag.
Menurut Menag Yaqut, peran penting aksara pegon lainnya adalah menjadi sarana untuk menulis teks sastra.
“Aksara Pegon selain untuk syiar agama, juga digunakan untuk membuat teks sastra. Pegon juga berfungsi untuk surat menyurat. Terutama santri kepada santriwati. Surat-surat raja-raja zaman dulu juga menggunakan Aksara Pegon sebagai media komunikasi dengan raja yang lain, agar kolonial tidak bisa membaca. Jadi Aksara Pegon juga menjadi huruf yang sangat taktis yang bisa digunakan untuk mengelabui kolonial agar tidak paham,” tuturnya.
Lebih dari itu, Menag Yaqut juga menyebutkan karya lain yang bersejarah dengan Aksara Pegon.
“Syair Ya Lal Wathan yang sekarang sangat populer yang diciptakan Mbah Wahab Chasbullah dan isinya semangat mencintai tanah air juga ditulis dengan Bahasa Arab agar Belanda tidak paham,” papar Gus Yaqut.
Lebih jauh, Menag menilai fungsi yang tidak kalah penting dari Aksara Pegon adalah penulisan mantra. Ada kitab Mujarobat, kata Menag, yang juga ditulis dengan huruf Legon, berisi doa-doa, baik untuk mahabbah maupun untuk kepentingan yang lain.
“Kongres Aksara Pegon ini benar-benar menemukan momentumnya. Saya berharap agar tidak hanya pembakuan, tapi kongres ini juga menginisiasi proses digitalisasi Aksara Pegon agar dapat mengikuti perkembangan zaman,” pesan Menag.
Menag juga berharap, ke depannya kitab kuning tidak hanya dalam bentuk kertas, tapi akan berubah menjadi e-book atau sejenisnya yang berbasis elektronik. Aksara Pegon perlu didorong agar mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi sehingga bisa bertahan menjadi sebuah khasanah sekaligus kekayaan Nusantara yang tidak mudah hilang ditelan perkembangan zaman.
“Semoga ikhtiar ini diridhoi Allah dan menjadi kontribusi kita bersama bagi peradaban Islam Nusantara dan dunia,” tandas Gus Yaqut. (BB/501/redho)