Ditolak Pemulung, J2PS Puji BWC Terima Sampah Plastik Multilayer
Foto: Pengurus Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS) studi lapangan proses pengolahan dan pengepresan sampah plastik multilayer yang bernilai ekonomi di Bali Waste Cycle di Jl Cargo Permai No. 67 Ubung, Denpasar Utara, Selasa (15/11/2022).
Denpasar | barometerbali – Banyak sampah yang sangat sulit terurai di dalam tanah dan alam. Salah satu jenis plastik yang enggan dilirik pemulung dan dikeluhkan oleh banyak pemilik bank sampah karena tidak dapat dijual ke pengepul yaitu sampah plastik multilayer. Plastik multilayer merupakan plastik di lapisan bahan aluminium foil maupun bahan lainnya (multilayer). Sampah produsen jenis ini benar-benar terbuang ke alam dan menjadi beban bagi lingkungan dan mengganggu kesehatan manusia.
Seperti kita ketahui, pada umumnya para pelaku daur ulang lebih banyak menerima sampah plastik berupa botol atau kemasan bekas, kertas, kardus dan logam. Plastik jenis multilayer tak diambil karena dianggap tak bernilai ekonomi.
Namun ketika pengurus Jaringan Jurnalis Peduli Sampah (J2PS) melakukan kunjungan studi lapangan, fakta yang ditemukan ternyata justru sebaliknya saat bertandang di Bali Waste Cycle (BWC) di Jl Cargo Permai No. 67 Ubung, Denpasar Utara, Selasa (15/11/2022).
“Wah, ternyata BWC menerima dan membeli sampah multilayer yang tak mau diambil pemulung itu ya. Sampah multilayer di sini menumpuk, bahkan banyak yang sudah di-press rapi. Apalagi bisa dijual lagi. Ini keren,” kata Ketua J2PS Agustinus Apollonaris Daton yang sering dipanggil Polo ini.
Rombongan J2PS yang tadinya usai mengunjungi Eco Bali Recycling dan TPS 3R Uma Asri Ubung Kaja ini terdiri Agustinus Apollonaris Daton (Ketua), Muhammad Ridwan (Sekretaris) dan I Gusti Ngurah Dibia (Ketua Divisi Sosialisasi dan Edukasi), Ignasius Kleden, (Divisi Advokasi dan Hukum) dan Umar Ibnu Alkhatab (Penasihat) diterima Ida Bagus Ari Wijaya selaku Marketing and Education Coordinator BWC didampingi Bisma Mahendra selaku Strategic Partnership and Government Relation Coordinator BWC.
Ida Bagus Ari Wijaya, Tim Edukator BWC didampingi Bisma Mahendra selaku Supervisor Operasional BWC, yang menerima rombongan J2PS mengutarakan BWC hadir karena melihat TPA overload akibat pengelolaan kurang maksimal alias hanya jadi tempat pembuangan akhir.
“Kami di BWC menekankan edukasi ke semua lapisan tentang cara memilah sampah dari sumber dan memastikan hingga TPS tetap terpilah atau tak tercampur lagi. Ke depan sampah residu akan kami olah kembali. Ini masih dalam proses pengembangan,” tuturnya.
Ari Wijaya menyebutkan, di BWC sejauh ini mampu menampung pasokan 2 ton sampah per hari. Dari jumlah itu sebagian besar adalah sampah anorganik.
“Sampah anorganik lebih banyak di BWC, jadi multilayer kita tidak anggap residu, kita tampung di sini,” tandasnya.
Lebih lanjut Ketua Umum J2PS Agustinus Apollonaris Daton kembali menegaskan apresiasinya kepada manajemen BWC yang mampu menampung sampah multilayer.
“Sampah multilayer jangankan dipungut, dilirik pun tidak oleh pemulung. Di BWC sampah jenis ini dibeli dan diolah juga sebagai material daur ulang,” puji Polo.
Dipaparkan, sampah plastik multilayer ialah lapisan plastik yang terdiri dari beberapa jenis material yang mempunyai beberapa fungsi dari tiap layer, antara lain sebagai printing layer, barrier layer, dan sealing layer.
“Jenis sampah plastik yang sangat sulit terurai oleh alam. Sampah jenis ini biasanya melekat pada kemasan produk yang berbentuk sachet. Lapisan lapisan yang bertumpuk pada sampah plastik multilayer ini membuatnya menjadi jenis sampah yang sangat sulit diuraikan,” jelasnya.
Jenis sampah ini tidak laku bagi pemulung dan pengepul. Bahkan tidak semua pelaku daur ulang menerima sampah jenis multilayer. Jangankan memungut, melirik pun tidak oleh pemulung karena tidak diterima oleh pengepul dan tidak layak dijual.
“J2PS mengapresiasi BWC yang berani mengambil dan membeli sampah jenis ini. Kalau saja semua pelaku daur ulang mengambil dan membeli sampah jenis ini seperti BWC tentu akan banyak yang tertarik untuk memungut dan memilah,” cetusnya.
Disebutkan pula, sampah plastik multilayer biasanya ditemukan pada kemasan kemasan kemasan berbentuk sachet seperti bungkus kopi, minuman bubuk, sampo, deterjen, bungkus mie instan yang didalam kemasan itu ada plastik tipis yang berwarna bening.
“Beban lingkungan yang paling berat adalah sampah plastik. Tidak perlu saling menyalahkan. Saatnya berkolaborasi untuk mengatasi sampah plastik yang dari hari ke hari makin meresahkan,” sambung Polo.
Ditegaskan pula sampah itu tak mengenal suku, agama, ras, kasta dan negara. Selagi ada peradaban sampah selalu ada, tinggal bagaimana mengelolanya.
“Kalau dari rumah tangga (sumber) sampah sudah dipilih dan dipilah, maka 50 persen sampah sudah terkelola dengan baik. Tapi kalau tidak dipilah dari sumber maka kita gagal mengelola sampah,” pungkas Polo. (BB/501)