Merasa tak Dilindungi Pemerintah, Krama Subak Pedahanan Berjuang Sendiri Cegah Alih Fungsi Lahan

Foto: Pekaseh Wayan Sarimerta dan Krama Subak Pedahanan Yeh Lau, Desa Jagapati dan Desa Angantaka, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung tunjukkan keputusan perarem yang salah satu poinnya mencegah alih fungsi lahan sawah menjadi pemukiman oleh pihak luar/pengembang, di Pura Ulun Suwi/Subak setempat, Jumat (23/12/2022). (BB/db)
Badung | barometerbali – Keresahan dan perjuangan Pekaseh dan Krama Subak (kelompok tani) Pedahanan Yeh Lau, Desa Jagapati dan Desa Angantaka, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung dalam menyelamatkan lahan pertaniannya dari alih fungsi untuk dijadikan kavling perumahan oleh pengembang/investor amatlah berat dan penuh perjuangan yang panjang.
Saat bertemu awak media, Pekaseh atau Ketua Subak Pedahanan, I Wayan Sarimerta mengadukan permasalahan yang dihadapinya. Petani menolak rencana alih fungsi lahan pertanian seluas 50 are di kawasan pertanian mereka menjadi tanah kavling perumahan lantaran khawatir alih fungsi ini akan merambat ke lahan-lahan lainnya, dan semua lahan pertanian akan habis karena sawah menjadi pemukiman penduduk.
Dasar pihaknya melakukan penolakan tegas karena telah memiliki perarem (keputusan adat) yang isinya melarang alih fungsi lahan subak oleh pihak di luar krama adat guna menjaga keberlangsungan pertanian di wilayah Subak Pedahanan seluas 44 hektar tersebut.
“Subak kami memiliki perarem, melarang alih fungsi lahan pertanian. Anggota kami (petani Subak Pedahanan) di sini ada sekitar 275 kepala dengan luas lahan sekitar 84 hektar, semuanya ini lahan produktif,” urai Wayan Sarimerta, Jumat (23/12/2022).
“Kami takut ini (alih fungsi lahan pertanian menjadi kavlingan) akan menjalar ke yang lain dan akhirnya sawah-sawah di sini habis semua,” tandasnya.
Untuk mencari perlindungan dan solusi atas persoalan yang mereka hadapi ini, Wayan Sarimerta menuturkan sudah berupaya meminta bantuan pendampingan dari anggota dewan dan pemerintah Kabupaten Badung. Namun menurutnya baik anggota dewan maupun pemerintah justru terkesan lebih membela pihak investor dalam beberapa kali mediasi yang menghadirkan pihak terkait.
“Kami juga sudah sempat dua kali pertemuan, pihak investor juga hadir. Kesepakatannya pembangunan kavling dihentikan. Tapi dari pihak investor masih terus melakukan pergerakan dan pemerintah justru terkesan membela investor,” ungkap Sarimerta.
Adapun masalah ini berawal menurut Sarimerta sekitar enam bulan lalu. Pihak investor datang menemuinya menyampaikan maksud hendak membangun kavlingan di lahan pertanian yang ada di kawasan mereka. Namun, keinginan itu ditolak dengan dasar perarem yang ada di subak tersebut.
Pascapenolakan itu, kata Sarimerta, lobi dan negosiasi tetap terus dilakukan oleh pihak investor. Salah satunya dengan berjanji memberi kompensasi dana Rp100 juta kepada Subak Pedahanan. Meski kemudian tawaran tersebut tetap ditolak oleh krama subak.
Ternyata dalam hal ini pihak investor tetap ngotot dengan bergerak memasukkan alat berat dan beton precast ke lokasi. Sontak hal tersebut menimbulkan reaksi krama subak dengan memasang palang bambu di jalan akses ke lokasi lahan.
Atas kejadian itu, pertemuan antarpihak pun dilakukan dengan difasilitasi oleh pihak Perbekel (Kepala Desa) setempat. Hingga dua kali pertemuan, yakni Jumat (26 Agustus 2022) dan Minggu (16 Oktober 2022), namun sikap krama Subak Pedahanan tetap tegas menolak rencana alih fungsi lahan pertanian menjadi kavling perumahan.
“Dalam mediasi waktu itu juga hadir anggota dewan Bapak Ponda Wirawan, Perbekel Desa Jagapati dan Angantaka, Bapak Babinsa, pihak pengapling (MAA), tokoh masyarakat, dan seluruh anggota krama subak. Kesimpulannya ditolak keras ada pengapling masuk,” sebutnya.
Namun, hasil pertemuan tersebut, menurutnya tidak menyurutkan niat investor untuk terus melakukan upaya-upaya melanjutkan niatnya. Krama subak pun kemudian merespon dengan memasang plang penolakan dan tembok menutup jalan subak akses ke lokasi lahan.
Plang dan tembok tersebut kemudian, kata Wayan Sarimerta, dibongkar oleh Satpol PP Badung dengan alasan dipasang di atas lahan jalan milik Pemkab Badung. “Katanya lahan jalan itu milik Pemda (Pemkab Badung). Sejak kapan jalan itu milik Pemda. Itu milik subak,” tegasnya.
Pekaseh Sarimerta juga mengaku ada upaya-upaya intimidatif yang dialami krama subak. Mereka ditekan dengan ancaman proses hukum jika menolak rencana pengaplingan tersebut.
“Selalu yang dibilang, kami bisa dikenai hukum. Kami di sini mempertahankan perarem agar tidak ada alih fungsi lahan pertanian,” imbuhnya.
Agar ada kejelasan atas masalah krama subak ini awak media berupaya melakukan konfirmasi dan klarifikasi ke Kasatpol PP Badung, Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Badung dan Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Badung namun hingga berita ini ditayangkan belum juga mendapat tanggapan dari Satpol PP Badung.
Pesan singkat melalui WhatsApp (WA) dan sambungan telepon awak media yang mencoba menghubungi Kepala Satpol PP Badung, I Gusti Agung Ketut Suryanegara tak dibalas dan diangkat.
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Kabupaten Badung, Agus Aryawan mengatakan zona dan status lahan jalan yang dikatakan milik Pemda Badung tersebut menjadi ranah Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (Dinas PUPR) Kabupaten Badung.
“Terkait jalur hijau dan status jalan, PUPR (Dinas PUPR Kabupaten Badung) yang tau nika sinampura,” tulisnya singkat.
Hingga berita ini ditayangkan, Kadis PUPR Badung Ida Bagus Surya Suamba belum juga membalas pesan WA awak media. (BB/501)