Ratusan Krama Subak Pedahanan di Badung Resah, “Mesadu” ke DPRD Bali
Foto: Anggota DPRD Bali menerima pengaduan krama Subak Pedahanan, Desa Jagapati dan Desa Angantaka, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung di Gedung DPRD Bali, Renon, Denpasar, Jumat (30/12/2022).
Denpasar | barometerbali – Resah dan tak mendapat pengayoman di Badung, Krama Subak Pedahanan (masyarakat kelompok petani) Desa Jagapati dan Desa Angantaka, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung “nglurug” ke DPRD Provinsi Bali mengadukan sekaligus meminta perlindungan lahan pertanian mereka yang tengah terancam beralih fungsi oleh pengembang atau investor yang hendak membuka lahan kaveling di wewengkon (wilayah) subak mereka.
Pararem (hasil kesepakatan) yang sebelumnya sudah disetujui Krama Subak Pedahanan sebelumnya dengan tegas melarang adanya alih fungsi lahan oleh pihak luar di areal persawahannya. Pasalnya laporan aduan Krama Subak Pedahanan atas keberatan adanya kaveling tanah untuk pembangunan di wilayah pertanian mereka ke Bupati dan DPRD Badung serta instansi pemerintah terkait di tingkat kabupaten tidak menuai pengayoman maksimal, bahkan merasa terintimidasi karena plang pararem yang mereka pasang dicabut oleh pihak tak dikenal.
“Kami datang ke Kantor DPRD Provinsi untuk mengadu dan meminta perlindungan karena di wilayah subak kami yaitu Subak Pedahanan Desa Jagapati dan Desa Angantaka ada pengembang masuk mengkaveling tanah kami untuk pembangunan,” terang Pekaseh Subak Pedahanan, I Wayan Sarimerta mewakili ratusan Krama Subak saat diterima Sekretaris Komisi I DPRD Bali, I Made Supartha di kantor DPRD Bali, Jumat (30/12/2022).
I Wayan Sarimerta menjelaskan bahwa Krama Subak Pedahanan sebelumnya sudah mengirim surat keberatan kepada Bupati Badung, DPRD Badung, PUPR Badung, BPN Badung, DPMPTSL Badung, Dinas Kebudayaan, Camat Abiansemal, dan Kantor Perbekel Angantaka.
“Namun sampai saat ini surat keberatan kami tidak ditindaklanjuti. Sementara pihak pengaveling terus bergerak di lapangan. Kami pun merasa tidak diayomi karena itu kami datang ke DPRD Provinsi untuk minta perlindungan agar tanah kami tidak di kaveling untuk pembangunan,” tuturnya.
Lebih lanjut I Wayan Sarimerta menerangkan jika alih fungsi lahan seluas 50 are dibangun kaveling perumahan ia khawatir akan merambat ke lahan-lahan sawah lainya. Di samping itu menurutnya sampah-sampah akan banyak mengotori sawah serta lampu-lampu dari rumah-rumah yang akan dibangun bisa mengundang hama sehingga mengancam pertanian.
“Sawah ini kan penting bagi kami ini sebagai mata pencarian kami pekerjaan utama kami. Kalau ini dibangun kaveling kami mau ngapain. Padahal waktu pandemi kemarin kami bergantung dari sawah ini. Jadi kami mohon pada pemerintah untuk melindungi kami,” harapnya.
Lebih jauh, ia pun menjelaskan bahwa penolakan atas adanya kaveling perumahan juga didasari atas pararem yang dimiliki oleh Krama Subak Pedahanan yang menyatakan bahwa 1) Tanah pertanian tidak boleh dialihfungsikan menjadi BTN/Perumahan, 2) Tanah pertanian tidak boleh dikaveling dan tidak diberi akses jalan oleh Krama Subak Pedahanan;
Kemudian, 3) Tanah pertanian boleh dijual asalkan tetap menjadi lahan pertanian, 4) Tanah pertanian boleh dibangun/ditempati oleh penduduk lokal yang sudah masuk menjadi krama/warga banjar adat dengan catatan kena iuran sesuai dengan luas tanah sebelum dibangun.
Pada kesempatan itu perwakilan Gerakan Nelayan Tani Indonesia (Ganti), Nyoman Bagiana yang mendampingi krama Subak Pedahanan mengungkapkan bahwa lahan pertanian sangat penting bagi Krama Subak lantaran menjadi sumber penghidupan keluarga.
“Kalau ini (lahan pertanian) sampai habis lalu kita makan apa ? Tolong dibantu mereka Krama Subak Pedahanan sehingga lahan mereka masih dan menjadi sumber pencarian mereka,” pinta Bagiana.
Sementara itu, Sekretaris Komisi I DPRD Bali, I Made Supartha yang menerima aduan Krama Subak Pedahanan di Kantor DPRD Provinsi, mengatakan Komisi I sudah menerima aspirasi dan akan segera melakukan langkah lebih lanjut untuk menyelesaikan persoalan.
Ia mengungkapkan akan turun langsung ke Subak Pedahanan serta merencanakan pemanggil kepada pihak-pihak terkait. “Kita akan memanggil dinas terkait di Provinsi, Satpol PP, PUPR, dan dinas terkait di Kabupaten Badung agar dapat sama persepsinya. Jadi yang utama adalah kepentingan masyarakat dan kepentingan hukum,” tegas Supartha.
Made Supartha menambahkan keberadaan awig-awig (peraturan adat)/pararem Krama Subak Pedahanan sebetulnya sifatnya lebih utama sehingga regulasi yang lain bisa dikesampingkan. Terlebih Subak sudah tertuang dalam Perda 9 tahun 2012.
“Jadi eksistensi dari pada Subak itu harus dilindungi oleh Undang-Undang. Awig-awig mereka (Krama Subak Pedahanan) sudah tercatat di Pemkab Badung. Apalagi ada UU 1 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan,” tandas Supartha. (BB/501)