Monday, 09-09-2024
Politik

Dua Letnan Jenderal Staf Khusus Menhan Bertemu Turah Panji di Puri Anom Tabanan

Kunjungan 2 pejabat penting Kementrian Pertahanan RI Letnan Jenderal (Purn) Ida Bagus Purwalaksana (no 2 duduk dari kanan) dan Letnan Jenderal (Purn) Anto Mukti Putranto (kiri) disambut AA Ngurah Panji Astika (berdiri) untuk medharma swaka dan menjenguk pahlawan Perang Hutan Lengkong I Gusti Ngurah Rai Sidhicarya yang berusia 104 tahun (duduk kursi roda) dan Ketua Panitia Ida Bagus Parta (kanan) di Puri Anom Tabanan, Rabu (8/3/2023). (Foto: BB/Db)

Tabanan | barometerbali – Tokoh muda sekaligus kader Partai Gerindra AA Ngurah Panji Astika yang kerap disapa Turah Panji mendapat sebuah kehormatan luar biasa karena kedatangan 2 pejabat penting Kementrian Pertahanan RI yakni Letnan Jenderal (Purn) Ida Bagus Purwalaksana dan Letnan Jenderal (Purn) Anto Mukti Putranto untuk medharma swaka (silaturahmi-red) di Puri Anom Tabanan, Rabu (8/3/2023).

Kehadiran dari 2 Staf Khusus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ini juga sekaligus untuk mengunjungi sosok pahlawan Perang Hutan Lengkong, Jawa Barat di bawah komando Mayor Daan Mogot, yakni I Gusti Ngurah Rai Sidhicarya yang telah berusia 104 tahun.

Keluarga besar Puri Sajebag Tabanan turut menyambut kehadiran Staf Khusus Kemenhan RI (BB/Db)

Turut menyambut kedatangan mereka, Tokoh Puri Anom AA Ngurah Panji Astika beserta Panglingsir Puri Anom, Ketua Garda Puri Sajebag Tabanan AA Ngurah Puja, Angga Puri Kerambitan, Puri Dangin, Puri Kediri, Puri Marga, Puri Perean, Sabha Yowana Prati Sentana Ida Bhatara Sira Arya Kenceng, Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Bali Made Muliawan Arya (De Gadjah) bersama sekretaris dan bendahara, Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Bali, putera mantan Ketua Legiun Veteran Provinsi Bali I Gede Ngurah Ambara Putera, Ketua Fraksi Partai Gerindra Tabanan Sri Labantari, Ketua DPC Partai Gerindra Tabanan I Putu Gede Juliastrawan, Pengurus PAC Partai Gerindra se-Kabupaten Tabanan, Sayap Partai Perempuan Indonesia Raya (PIRA), Persatuan Purnawirawan Indonesia Raya (PPIR) Kabupaten Tabanan, Ketua Yayasan Kesatria Keris Bali Ketut Putra Ismaya Jaya (Jero Bima), Kepala Desa Dajan Peken Tabanan, Kelihan Adat dan Kepala Lingkungan Br. Lebah, Tabanan.

“Kami mengucapkan selamat datang di Puri Anom kepada yang saya hormati dan banggakan Letjen Purnawirawan Ida Bagus Purwalaksana jabatan terakhir Inspektur Jenderal Kementrian Pertahanan, Staf Khusus Bidang Ketahanan Pangan dan Letjen Purnawirawan Anto Mukti Putranto sekarang Staf Khusus Menteri Pertahanan di bidang Alutsista. Jadi beliau ini sangat berperan besar dalam pertahanan Republik Indonesia,” ucap Turah Panji usai sambutan dari Ketua Panitia Ida Bagus Parta.

Dikisahkan oleh Turah Panji yang bakal maju sebagai bakal calon legislatif (Bacaleg) Partai Gerindra di DPRD Bali ini bahwa puri-puri sajebag (seluruh-red) Tabanan adalah sebuah peninggalan peradaban masa lalu yang besar yaitu yang dikenal sebagai Emporium Majapahit.

“Kalau Gajah Mada pasti sudah tahu semua. Adityawarman, Arya Damar, Arya Kenceng, Arya Sentong, Arya Belog, itu adalah leluhur kami yang berjasa menyatukan Nusantara di bawah panji-panji Majapahit. Sehingga tidak salah, dari tahun 1343, pada saat ekspedisi penyatuan Nusantara, sampai 600 tahun kemudian, prati sentana atau warih-warih atau keturunan beliau masih tetap ajeg mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tuturnya.

AA Ngurah Panji Astika saat menyampaikan sambutan (Turah Panji) (BB/Db)

Sejak munculnya kesadaran sebuah bangsa yang terkoyak-koyak oleh penjajah lanjut Turah Panji, saat itu putera-puteri puri sejebag Tabanan, khususnya Puri Anom Tabanan ikut terlibat langsung dalam aksi-aksi mempertahankan dan merebut kemerdekaan.

“Di Puri Anom ini tercatat ada I Gusti Ngurah Rai, I Gusti Ngurah Putera, kemudian ada salah satu dari kakek kami, I Gusti Ngurah Putu, beliau sekarang, makamnya ada di Taman Makam Pahlawan. Beliau adalah bagian dari Pasukan Ciung Wanara, sayang beliau meninggal sebelum perang Puputan Margarana. Dan yang utama adalah kakek kami, I Gusti Ngurah Rai Sidhicarya,” urainya.

Sidhicarya adalah putera seorang bangsawan tinggi di Tabanan yang lahir tahun 1919 (104 tahun) dan baru berulang tahun bulan Februari kemarin. Ia bersekolah di Pulau Jawa yakni sekolah perawat pada tahun 1940 hingga terjadilah Perang Pasifik pada tahun 1942 dan mulai ada kesadaran untuk merebut kemerdekaan.

“Sehingga dari sekolah perawat, beliau bergabung sebagai TKR, Tentara Keamanan Rakyat waktu itu. Setelah Proklamasi 1945, beliau bergabung dengan AMT, Akademi Militer di Tangerang. Mungkin AMT itu, akademi militer pertama di Indonesia. Jadi pada waktu itu diusulkan dan dipimpin langsung oleh Mayor Daan Mogot,” terangnya.

Waktu itu dikatakan Pemuda Indonesia bergabung dengan Tentara Republik Indonesia, tidak sedikitpun punya pikiran untuk mencari uang atau untuk mencari kekuasaan. Semua pemuda ingin berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamirkan oleh Bung Karno pada 17 Agustus 1945. Pada bulan November, Sidhicarya bergabung dengan Daan Mogot sampai kemudian terjadi Perang Lengkong. Ini seperti Perang Puputan juga. Waktu itu para taruna dibagi menjadi 3 divisi. 1 divisi untuk menjaga markas AMT, 1 peleton bergerak ke Jawa Barat, dan peleton ketiga langsung di bawah Daan Mogot bertugas untuk melucuti tentara Jepang di Lengkong.

“Yang baru saya tahu, di dalam pasukan itu, ada 2 paman dari Bapak Prabowo Subianto, yaitu Kapten Subianto, yang saat ini namanya disandang Bapak Prabowo dan yang kedua, Bapak Taruna Suyono. Daat pelucutan tentara Jepang itu terjadilah kesalahpahaman sehingga kemudian terjadilah perang atau baku tembak sehingga waktu itu karena hanya sedikit peletonnya itu, hampir semua meninggal, berjatuhan korban dari pihak akademi militer (AMT) termasuk Mayor Daan Mogot, Kapten Subianto, dan teman-teman taruna yang lainnya. Hanya 2 yang selamat, sisanya gugur dan tertangkap. Kebetulan mungkin atas restu dari Ida Sanghyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, kakek kami adalah 1 dari 2 taruna yang selamat itu,” imbuhnya.

Setelah selamat dari pertempuran itu, Sidhicarya bukannya kapok, malah akhirnya bergabung dengan pasukan Siliwangi, Kala Hitam yang dipimpin Alex Kawilarang untuk terjun langsung mempertahankan kemerdekaan salah satunya long march pasukan Siliwangi dari Jawa Barat menuju Yogyakarta, karena waktu itu Kota Yogyakarta diduduki oleh Belanda.

“Kemudian dalam perjalanan nyaris tewas dalam penumpasan DI/TII. Dan banyak sekali cerita-cerita heroik yang sebenarnya pernah saya dengar yaitu di atas gunung karena beliau perawat, malam hari beliau turun membantu persalinan. Bayangkan itu. Begitulah perjuangan para patriot-patriot bangsa pada saat itu yang kita nikmati sekarang kemerdekaannya berkat tetesan darah dan tetesan keringat dari para patriot bangsa,” tandasnya.

Ramah tamah dengan keluarga besar Puri Anom Tabanan (BB/Db)

Atas jasa-jasanya I Gusti Ngurah Rai Sidhicarya mendapat Surat Tanda Jasa Pahlawan pada tanggal 5 Oktober 1949 ditandatangani oleh Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia Insinyur Soekarno.

“Jadi dengan usia beliau yang 104 tahun ini, mungkin satu-satunya orang yang mendapat tanda penghargaan dari Presiden Soekarno yang masih hidup. Kemudian beliau mendapat Tanda Kehormatan Medali Sewindu Angkatan Perang RI pada tanggal 5 Oktober 1954 diberikan oleh M Ali Sostroamidjoyo, kemudian Satya Lencana Kesetiaan 1 Desember 1958 oleh Menteri Pertahanan Juanda, Satya Lencana Aksi Militer Kesatu, kedua sampai kelima oleh Menhan Juanda, kemudian Gelar Kehormatan Veteran Kemerdekaan RI tahun 1981 oleh Menteri Pertahanan Sudomo. Banyak lagi yang saya tidak ingat penghargaan-penghargaan beliau. Jadi demikianlah sebenarnya contoh figur tetua-tetua kami dan saya yakin di puri-puri lain, di griya-griya banyak sekali orangtua-orangtua dan kakek-kakek kami yang berjuang mepertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia. Kebanyakan dari mereka itu anonim seperti saya lihat di nisan-nisan Taman Makam Pahlawan tanpa nama dan tanpa tanda jasa jadi bukan hanya guru saja, pejuang-pejuang itu banyak sekali,” rincinya.

Tak hanya itu, Turah Panji juga menyatakan salah satu leluhurnya Ida Bhatari Sagung Wah keturunannya dari Puri Dangin adalah salah satu wanita yang langsung mengangkat senjata melawan bedil-bedil Belanda terjadi pada tahun 1906.

“Kalau Pak Jenderal melihat ada patung seorang wanita, itu Bhatari Sagung Wah. Beliau adalah salah satu wanita pejuang. Bayangkan pada tahun itu wanita tidak punya posisi secara sosial, tetapi beliau berusia 17 tahun mengangkat senjata hanya bermodal keberanian dan patriotisme untuk melawan tentara Belanda pada saat itu tahun 1906, raja kami I Gusti Ngurah Rai Perang, Raja I Gusti Ngurah Agung Tabanan tewas karena tidak sudi ditangkap oleh Belanda, dibuang ke Lombok, beliau memilih mati sebagai Kusuma Bangsa. Jadi itulah perjuangan-perjuangan leluhur-leluhur kami yang harus kami jadikan panutan ke depan,” tambah Turah Panji.

Sebagai generasi muda puri sajebag Tabanan tentu pihaknya tidak pernah tinggal diam karena masanya sudah berbeda, perjuangannya berbeda. Saat ini keluarga besar puri mulai kembali berjuang untuk mempertahankan martabat bangsa lewat seni budaya dan ekonomi.

“Juga tentu kami juga terlibat dalam politik berkebangsaan. Jadi kami tidak ikut politik buta, kami tidak mau politik untuk kekuasaan, kami ingin politik kebangsaan di mana kami ingin politik mengutamakan hati nurani, politik mengutamakan kepentingan rakyat, dan politik mengutamakan kepentingan bangsa. Jadi untuk itu saya mengucapkan banyak terima kasih atas kehadiran bapak jenderal Ida Bagus Purwalaksana dan Bapak Jenderal AM Putranto, karena beliau-beliau ini adalah orang-orang yang sudah secara langsung pasti terlibat dalam gerakan-gerakan militer, dalam operasi-operasi militer mempertahankan kedaulatan bangsa ini,” tutup Turah Panji yang juga Ketua Yayasan Pemerhati Budaya Tabanan ini.

Pada kesempatan yang sama dalam sambutannya, Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Bali Made Muliawan Arya yang kerap disapa De Gadjah ini menyatakan sangat menghormati para panglingsir puri yang dalam mindsetnya sebagai panutan yang sebelumnya berjuang untuk Bali.

“Kita memang tidak boleh lupa sejarah, perjuangan para veteran kita harus hormati. Dulu para pendahulu kita berjuang pakai senjata, berperang melawan penjajah sehingga menjadi Indonesia seperti sekarang ini yang jauh lebih baik daripada dulu. Dan sekarang saatnya sekarang generasi muda, kita berjuang bersama, walaupun ada pandangan perbedaan, tidak apa-apa, karena Pak Prabowo berpesan, hormatilah perbedaan tetapi untuk urusan berbangsa dan bernegara, kita harus bergandengan tangan untuk membangun Bali khususnya dan bangsa dan negara ini. Seharusnya saya yang datang tangkil (menghadap-red) ke puri-puri untuk minta doa restu, karena Turah Panji mengadakan acara ini, saya bersyukur bertemu dengan seluruh panglingsir puri di Tabanan berjuang bersama kita yaitu bagaimana membangun bersama. Berbeda pandangan politik itu wajar, tapi setelah hajatan politik mari kita membangun Bali bersama-sama,” pesan De Gadjah.

Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Bali Made Muliawan Arya (De Gadjah). (BB/Db)

Ia menekankan apa yang disampaikan Turah Panji dan Gede Ngurah Ambara bahwa pelestarian budaya ada sangkut pautnya dengan devisa yang akan diperoleh oleh Bali.

“Pak Ngurah, itu akan terwujud jika Pak Prabowo Presiden, saya jamin itu. Benar jenderal? Saya jamin itu, kalau tidak, saya lepas jabatan saya sebagai ketua DPD,” ujar De Gadjah yang juga Ketua Ormas Pemuda Bali Bersatu (PBB) ini.

Diceritakan pula ketika dirinya ditunjuk secara resmi selaku Ketua DPD Partai Gerindra Provinsi Bali, Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto tidak berpesan untuk membesarkan partai tapi jaga budaya Bali.

“Pada saat penyerahan SK saya ditunjuk sebagai Ketua DPD, beliau tidak pernah berpesan jaga Gerindra Bali, jaga, besarkan partai, tidak. Beliau hanya satu berpesan, saya percaya kamu, dan jaga budaya Bali dan jaga Bali. Itu yang beliau sampaikan ke saya,” pungkas De Gadjah yang mengaku keturunan dari tiga serangkai Si Tan Kawur, Si Tan Mundur dan Si Tan Kober saat turut bersama para Arya dari Kerajaan Majapahit melakukan ekspansi kedua ke Bali di bawah komando Maha Patih Gajah Mada guna mempersatukan Nusantara.

Kepada Panglingsir Puri pihaknya memohon doa restu dan menyampaikan pesan Ketua Umum Prabowo Subianto yang mengucapkan terima kasih atas dukungan yang telah diberikan.

“Kami titip diri, Gerindra Bali titip diri, dan atas nama Pak Prabowo, salam hormat dan titip diri juga untuk Pak Prabowo untuk kepentingan bangsa, bukan untuk kekuasaan semata, tetapi jika kita ingin membuat bangsa ini lebih baik, kita harus berkuasa,” pungkas De Gadjah.

Senada dengan De Gadjah, kekaguman terhadap sosok Prabowo Subianto juga dikisahkan Letjen (Purn) Ida Bagus Purwalaksana mulai dari pangkat Letnan Dua saat bertugas di Batalion 328 hingga sekarang menjadi Bintang Tiga (Letnan Jenderal).

“Beliau ini murni dengan tujuan untuk negara dan bangsa. Mulai dari saya mengenal beliau yang menggunakan seluruh energi beliau untuk mengabdi pada satuannya. Pada saat saya mau berangkat ke Timor Timur, beliau menggunakan dana pribadi untuk melatih, melengkapi, sampai membekali logistik di Timor Timur. Jadi operasi di sana itu kadang kala yang tidak rahasia, beliau lengkapi yang pada saat itu sudah cukup maju. Dia lengkapi dengan penyadap, tikar tidur, yang pada saat itu tentara tidak punya. Beliau juga menerapkan kedisiplinan yang ketat sehingga batalion kami 328 berhasil,” kisah Purwalaksana yang juga putera alm. Letjen (Purn) Ida Bagus Sudjana, mantan Menteri Pertambangan dan Energi (Mentamben) periode 1993 – 1998 dalam Kabinet Pembangunan VI era Presiden Soeharto.

Diceritakan kembali, saat pulang dari tugas di Timor Timur, Prabowo Subianto tetap konsisten melatih untuk berhadapan dengan tugas pokok yang lain. Semuanya menggunakan uang sendiri karena keluarga besarnya sangat berkecukupan dari sisi ekonomi.

“Dia tidak mikir apa itu kekayaannya. Dia dari kakeknya sudah kaya. Kakeknya itu yang mendirikan BNI 46, kemudian Bumiputera. Kemudian bapaknya, itu ekonom besar (Soemitro Djojohadikoesoemo-red). Kemudian adiknya sudah jaya, di sini beliau tidak butuh (uang), hanya mengabdikan diri untuk kejayaan negara dan bangsa,” ungkap Purwalaksana.

Letjen (Purn) Ida Bagus Purwalaksana menuturkan pengalaman, karakter, dan peran penting Prabowo Subianto saat bertugas di kemiliteran. (BB/Db)

Hal kedua yang tertanam dalam jiwa figur Prabowo Subianto menurut Purwalaksana adalah penghargaan atas keberagaman.
“Beliau tidak memikirkan oh itu Islam, oh itu Jawa, oh itu, nggak. Beliau memikirkan siapa yang terbaik pada saat yang tepat. Semua pahlawan di Indonesia beliau pelajari. Makanya sekarang kita akan bagikan buku ‘Paradoks Indonesia’. Beliau belajar dari Ngurah Rai. Ini keberagaman beliau,” sebutnya.

Di sisi lain Purwalaksana mengakui persaingan di angkatannya untuk menduduki jabatan tinggi di militer amatlah ketat.

“Di angkatan saya 248 yang berbintang tiga cuman 8 orang. Kalau Bali ini, waduh sulit sekali. Mungkin orang Bali sekarang yang menjabat Bintang Tiga cuman Nyoman Cantiasa. Drop Bintang Satu cuman 1 Ketut Duara. Bintang Satu semua ratarata. Sulit, karena persaingan ketat sekali,” rincinya.

Prabowo Subianto dalam memilih orang juga tidak sembarangan namun berdasarkan pertimbangan right man in the right place, siapa sosok yang tepat.

“Kadang kala orang Bali ini, beliau bagus, tapi tidak mau tampil. Dia pinter, tidak mau tampil apalagi dia tidak bisa. Diem lagi. Nah itulah kesulitannya orang Bali. Jadi bagaimana kita tampil. Beliau tahu bagaimana bakat-bakat yang terpendam. Orang Bali yang dipegang beliau ada Wisnu Bawa Tenaya, ada Made Agra. Tapi intinya, beliau tidak memihak. Siapa yang terbaik untuk jabatan itu, ditempatkan. Kebetulan saya, beliau masuk, mantan Danyon saya, ya udah kamu Bintang Tiga. Tapi mungkin kalau saya gak kenal beliau pun mungkin akan melihat track record saya,” tuturnya.

Buku “Paradoks Indonesia dan Solusinya”, karya Prabowo Subianto (BB/db)

Purwalaksana juga menjelaskan dalam buku “Paradoks Indonesia”, dibahas dan dikupas betapa kekayaan sumber daya alam Indonesia yang sejatinya besar namun tak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyatnya.

“Kita negara kaya raya, tetapi kita sulit untuk hidup. Kita negara kelapa sawit terbesar tapi harga minyak goreng lebih mahal dari Malaysia. Lebih mahal daripada di Hongkong. Itu ide beliau langsung disampaikan ke Presiden Jokowi untuk stop ekspor. Kemudian menghentikan, berangkatkan uang kembali dolar. Misalnya berangkat ekspor sekian, harus kembali. Ditambun di sini selama 6 bulan, gak boleh keluar. Selama ini orang pada nambun uang di luar negeri. Ada orang yang punya tanah 1 juta hektar. Bayangin kita baru lahir sampai mati disuruh jalan gak nyampe keliling itu. Jadi ini paradoks di Indonesia,” tegasnya.

Ketika Prabowo Subianto berkompetisi (Pilpres 2019-red), dirinya mau menyerahkan secara sukarela 120 ribu hektare tanahnya di Kalimantan kepada negara untuk dijadikan kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.

“Semoga sosok Bapak Prabowo Subianto dengan visi dan misinya yang dapat bapak, ibu baca di buku tersebut terpilih sebagai presiden,” harap Letjen (Purn) Ida Bagus Purwalaksana. (BB/501)

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button