Hanoman Dimasalahkan, Praktisi Pariwisata Komang Edianto: Sikapi Bijak
Praktisi pariwisata I Komang Edianto (kanan) dan penari Hanoman menyerahkan bendera berlogo PLN pada acara pelepasan Mudik Gratis oleh PT Persero PLN UID Bali di Terminal Ubung Denpasar, Selasa (18/4/2023) lalu. (Kolase: BB/PLN Bali/TL)
Denpasar | barometerbali – Merebaknya pro-kontra penggunaan tokoh fenomenal di Epos Mahabharata, Hanoman saat acara pelepasan Mudik Gratis oleh salah satu perusahaan BUMN PT Persero PLN UID Bali di Terminal Ubung Denpasar, Selasa (18/4/2023) menuai kontroversi usai diunggah dan dipermasalahkan akun Instagram Arya Wedakarna, Kamis (20/4/2023) lalu. Beragam komentar netizen mencuat, tak ketinggalan pula melontarkan tanggapan dari praktisi pariwisata I Komang Edianto. Ia pun meminta semua pihak menyikapi polemik ini dengan bijak.
Edianto berharap pihak yang bersilang pendapat tetap menjunjung semangat solidaritas, setelah mengamati serta menyimak polemik di media sosial terkait tuduhan komersialisasi tokoh Hanoman.
Selaku masyarakat Bali sekaligus bergerak di dunia pariwisata Edianto merasa kritikan yang menyebut Hanoman tidak boleh dikomersialkan dan ditampilkan dalam kegiatan melepas orang dalam sebuah seremonial, justru kerap dilakukan berbagai instansi dalam banyak perhelatan acara dan event skala kecil maupun besar.
“Pemahaman kami, bahwa Hanoman adalah simbol kekuatan, pemersatu dan simbol perlindungan dan keselamatan. Jadi simbol Hanoman ini sering dipakai saat membuka acara baik itu acara seni, acara formal kenegaraan yang mana itu menyambut atau pun umat beragama secara luas,” papar Komang Edianto saat dikonfirmasi, Minggu (23/4/2023).
Ia menjelaskan, selaku masyarakat Bali di mana Bali sebagai destinasi pariwisata, pihaknya sering menyaksikan tokoh Hanoman dipertunjukkan secara komersial di setiap pagelaran, di antaranya penyajian cak ataupun pentas seni berbayar. Hal ini terjadi tidak hanya di Bali saja melainkan di Yogyakarta pun ada.
Bali sebagai pusat pariwisata menurutnya selalu mengedepankan pertunjukan seni dan budaya termasuk kehadiran sosok Hanoman yang sering juga hadir dalam pertunjukan seni pewayangan.
“Melihat viralnya berita Hanoman belakangan ini saya justru melihat bagaimana kemudian kita sebagai orang Bali memiliki arti solidaritas yang begitu besar kepada setiap mahkluk ciptaan Tuhan melalui keragaman agamanya,” ulas Edianto seraya memberi semangat terus pelaku pariwisata Bali agar tetap menjaga kebersamaan untuk kemajuan pariwisata Bali.
Namun ia sepakat, bila pihak BUMN menggelar Mudik Gratis di saat momen Lebaran setiap tahun, solidaritas yang sama pula untuk umat (Hindu-red) di Bali sebaiknya dilakukan.
“Hendaknya untuk BUMN juga perlu melihat momen upacara piodalan di Bali, semisal sekarang ini di Pura Besakih sedang berlangsung Upacara Ida Betara Turun Kabeh, ribuan umat Hindu tangkil ke pura terbesar di Bali. Momen ini hendaknya juga dibuatkan program- program yang baik untuk krama Bali apakah itu bus gratis atau pejati gratis,” tandas pria asal Desa Dapdap Putih, Buleleng, menetap di Desa Darmasaba, Badung ini.
Pihaknya menambahkan, pascapandemi Covid -19 yang melanda dunia, di mana menyebabkan Bali benar-benar terpuruk, sangat riskan dengan beragam isu negatif. Untuk itu ia mengajak para tokoh, praktisi pariwisata di Bali agar saling bahu-membahu untuk menjaga kondusivitas alam Bali dan pariwisata Bali di masa mendatang.
“Tentu sikap kita bersama para praktisi, tokoh masyarakat memiliki kesamaan untuk menjaga kualitas pariwisata Bali di masa mendatang jauh lebih baik, aman dan nyaman,” tutup Komang Edianto. (BB/501/sr)