Ajakan Pindahkan Dana BPR ke Bank Umum, Viraguna: Kebablasan dan Berbahaya
Mantan Kepala Bank Indonesia Bali-Nusra periode 2007 – 2010 Viraguna Bagoes Oka saat diwawancarai awak media di kediamannya di Denpasar, Jumat (28/4/2023). (BB/Db)
Denpasar | barometerbali – Terlontarnya pernyataan provokatif dari seorang tokoh masyarakat yang diunggah di media sosial mengajak masyarakat memindahkan dananya dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ke Bank Umum diduga dapat mengacaukan keadaan dan membahayakan keberlangsungan hidup Bank Perkreditan Rakyat (BPR) notabene sebagai salah satu pilar penting perekonomian masyarakat.
Tanggapan tersebut disampaikan pemerhati ekonomi dan perbankan Viraguna Bagoes Oka sangat menyayangkan pernyataan yang kebablasan dan tak paham dunia perbankan. Keprihatinan itu disampaikan Viraguna saat ditemui awak media di kediamannya di Denpasar, Jumat (28/4/2023).
“Tentu (akan menganggu proses keuangan-red). Ini saya sangat prihatin, ada semacam salah kaprah, kebablasan. Mohon maaf yang menyatakan statement itu, tidak paham konteksnya apa itu bank. Debitur memerlukan usaha, uangnya dari bank, lalu bank dari mana uangnya? Ya nasabah yang menaruh uang tabungan, deposito, dan lainnya. Hal ini sangat rentan, kalau saya menaruh uang di bank dan banknya diganggu, apalagi disuruh narik,” ungkap mantan Kepala Bank Indonesia Bali-Nusra periode 2007 – 2010 ini.
Hal itu menurut Viraguna tidak perlu dilakukan jika pengunggah memahami pola kerja perbankan, khususnya BPR. Ia justru menilai industri keuangan di Bali memiliki keistimewaan dalam menggerakkan roda perekonomian di masyarakat.
Ia menilai pandangan miring terhadap industri keuangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Bali yang tanpa aturan jelas, memberikan pendapat tanpa memiliki kapasitas, dan tidak melihat risikonya amatlah merugikan dunia perbankan khususnya BPR.
Di samping Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dan koperasi, tentu keberadaan BPR ini mampu menggerakkan ekonomi masyarakat. Perlu diketahui pula, bank memiliki prinsip dasar; transparency, accountability, responsible, independent, dan trust. Oleh sebab itu, dengan adanya dugaan gangguan di lapangan, tentu OJK ke depannya diharapkan mampu tampil didepan menjadi panglima. Hal ini untuk dapat membantu keberadaan industri keuangan agar tetap sehat, karena industri keuangan memiliki peran istimewa dalam menggerakkan perekonomian, khususnya di tingkat lokal.
“OJK semestinya tampil di depan untuk menjaga dan bila terjadi sistemik, apalagi BPR terbesar terkena ‘pukulan’ yang lainnya juga akan terkena. Sedangkan diharapkan OJK, bank yang terkait juga dapat lebih mengomunikasikan dan proaktif,” ucapnya, berdasarkan pengalaman pernah menutup Bank Dagang Bali (BDB), Bank Sri Partha, dan lainnya.
Dari sudut pandangnya, semestinya OJK dulu yang memastikan. Masalah apa yang dihadapi. Namun jika ada perdata, harus OJK penuh yang mengecek. Lanjut, Viraguna, jika memang ada pidana maka OJK haruslah memberikan surat kepada penegak hukum.
“Jadi jangan dibalik, ke polisi dulu, polisi sudah masuk, tentu itu tidak benar. UU Nomor 10 Tahun 1998 menggarisbawahi bahwa lembaga perbankan dan keuangan harus dirawat dan dijaga spesial,” tegas Viraguna yang juga Pengajar di S2 Financial Intelligent Universitas Indonesia ini.
Krisis ekonomi tentu menurutnya masih terasa di Bali, dampak perang Rusia-Ukraina, hingga pascapandemi Covid-19. Namun, Bali tentu masih bersyukur mendapatkan relaksasi dan restrukturisasi perbankan.
“Kondisi dunia usaha di Bali, kita ketahui memang ‘terpukul’-nya tiga kali (pandemi global, perang Rusia-Ukraina, dan dampak pariwisata). Nah, Bali istimewa dengan daerah lain, lalu diberikan keleluasaan oleh pemerintah pusat untuk melaksanakan relaksasi dan restrukturisasi perbankan,” urai adviser sebuah lembaga di Jakarta ini.
Ia menegaskan lembaga keuangan BPR di Bali, sangat vital di dalam menopang seluruh kegiatan ekonomi dan dunia usaha, terutama usaha Mikro dan UMKM yang sangat tergantung dengan lembaga keuangan baik BPR dan Bank-bank Umum.
“Tapi, industrinya ini antara maju dan mundur, padahal perannya sangat vital bagi usaha Mikro dan UMKM. Kalau ini tidak diberikan suatu penanganan khusus, maka pariwisata yang tadinya sudah tertekan mempengaruhi dunia usaha di Bali, tentu akan menjadi lebih lama (ekonomi lambat tumbuh-red),” tutur Viraguna.
Menurutnya, industri keuangan tentu saja harus diberikan stimulus sebagai dana segar, salah satunya demi menghidupkan industri BPR. Sebab, lembaga bank merupakan lembaga yang spesial pengawasannya dan dijaga ketat oleh otoritas, lembaga penuh kehati-hatian, dan ada kerahasiaan yang harus dijaga.
“Pemerintah saja yang sudah memberikan kebijakan sampai 2024 (relaksasi dan restrukturisasi). Oleh karenanya, BPR harus diberikan ruang untuk lebih nyaman bergerak, supaya dapat mempercepat (pertumbuhan ekonomi). Jadi, jangan menunggu 2024, sementara dunia usaha kita semua perlu dana baru atau dana segar untuk menghidupkan pariwisata sekarang ini,” pungkas Viraguna yang pernah menyelamatkan Bank Sri Partha dan Bank Sinar ini. (BB/501)