Lima Tahun Berlalu, Dua Ponakan Tanyakan Penetapan Tersangka

Kolase: Johanes Gazali (kiri) dan Abraham Gazali (kanan) dengan inzet SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) Polda Bali. (BB/AK)
Denpasar | barometerbali – Dua orang keponakan bernama Abraham P Gazali dan Johanes P Gazali putra almarhum (alm) Herman Gazali mengaku sudah berjuang sejak 5 tahun lalu untuk mendapatkan haknya berupa uang tabungan yang disebutkan sebelumnya dikuras habis oleh sang paman inisial HSG. Namun hingga kini, Polda Bali belum juga menetapkan status tersangka kepada HSG. Kendati demikian diketahui proses hukum yang dilakukan telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) pada Kamis (25/5/2023).
Abraham mengaku kepada awak media sudah melaporkan permasalahan ini ke Ditkrimsus Polda Bali, tetapi penanganannya masih jalan di tempat hingga saat ini.
“Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) nomor B/284/IX/RES.2.2/2022/Ditreskrimsus, telah diterapkan persangkaan dugaan tindak pidana penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari (alm) Herman Gazali yang diduga dilakukan oleh HSG, sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP dan pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU,” rinci Abraham di Denpasar, Kamis (25/5/2023)
Abraham kembali menuturkan kronologi kejadian di mana saat itu masih dalam keadaan berduka karena sang ayah, Herman Gazali, pemilik UD Putra Tehnik Denpasar baru saja meninggal dunia. Mereka berdua mengaku mengalami penekanan dan dimaki-maki oleh sang paman inisial HSG, adik dari (alm) Herman Gazali untuk menandatangani pemindahbukuan tabungan di rekeningnya atas nama Johanes P Gazali dan adiknya Abraham P Gazali di ruang prioritas Gedung BCA KCU Hasanudin, Denpasar.
“Awal kejadian, pagi itu di tanggal (23/1/2017) saya menjaga jenazah ayah saya di Rumah Duka Kerta Semadi Denpasar dan tiba-tiba saya dijemput pegawai toko, untuk menemui paman saya. Ternyata saya dibawa ke BCA KCU Hasanudin Denpasar, di sana saya menjumpai adik saya. Kami kemudian digiring ke satu ruangan dengan diikuti paman saya, teman-temannya dan 3 pegawai Toko Putra Tehnik. Di tempat itu kami dicaci maki, dibentak dan mengatakan akan membunuh mama sehingga adik saya menangis ketakutan. Tujuan sebenarnya adalah paman ingin memindahkan uang di rekening kami ke rekening dia yang jauh lebih besar dengan alasan memudahkan dia mengoperasionalkan Toko Putra Tehnik,” tutur Abraham.
Didesak seperti itu dirinya awalnya tidak mau, si paman menjadi naik pitam. Karena dirundung ketakutan mereka terpaksa menandatangani apa yang diinginkan pamannya.
“Sehingga saat itu juga kami kehilangan tabungan sebesar Rp900 juta, tersisa hanya Rp65 ribu di rekening saya dan Rp51 ribu di rekening adik saya,” ucap Abraham sedih.
Akibatnya mereka berdua tidak dapat melanjutkan pendidikan, karena hingga saat ini pihaknya tidak mendapatkan hasil sepeserpun dari keuntungan toko peninggalan ayahnya.
“Semua aset ayah kami dirampas oleh adik ayah (paman) kami termasuk uang di rekening ayah kami di Bank Maspion Denpasar yang juga bisa dikeluarkan oleh paman kami di tanggal 23 Januari juga, sedangkan almarhum ayah kami meninggal tanggal 21 Januari 2017. Yang menjadi pertanyaan kami, bagaimana bank bisa mendebet uang di rekening almarhum sebesar Rp1.174.833,812 tanpa konfirmasi ke ayah dan kami selaku ahli waris? Dan yang lucu bagi kami, saat itu saldo almarhum sebesar Rp1.175.844,812. Dan bagaimana almarhum bisa menandatangani RTGS di tanggal yang sama dengan nominal yang dikeluarkan tadi? Sejumlah kejanggalan kami temukan di rekening koran ayah kami di Bank Maspion,” beber Abraham.
Dikonfirmasi terkait hal tersebut, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Bali, Kombes Pol. Roy Hutton Marulamrata Sihombing saat dihubungi awak media melalui pesan singkat WhatsApp (WA) pada Rabu (24/5/2023) kemarin menyebut, bahwa kasus tersebut masih dalam proses untuk menentukan ada tidaknya perbuatan pidana yang diduga dilakukan oleh tersangka HSG.
“Lidik itu masih menentukan ada tidaknya peristiwa pidana. Sedangkan sidik, baru ada tidaknya perbuatan pidana yang diduga dilakukan oleh tersangka. Masih proses,” terangnya.
Dimintai pendapat atas tanggapan dari Dirkrimsus Polda Bali tersebut, membuat Abraham Gazali berharap-harap cemas, dirinya mengaku sudah berjuang selama 5 tahun agar mendapatkan haknya kembali.
“Intinya perkara sudah naik ke tahap sidik sejak Juli 2022, tapi kok tidak ada SPDP, kok mandek? Kok jadi terkesan penyidik menggantung kasus ini seperti mempersulit, padahal bukti sudah lengkap. Kami berharap segera mendapatkan keadilan,” pinta Abraham.
Adanya pengaduan kedua kakak beradik ini pihak BCA dan Bank Maspion dan pihak sang paman inisial HG dan kuasa hukumnya hingga kini belum dapat dimintai tanggapannya.
Sementara itu sang paman yang dituduh melakukan dugaan pengambilan tabungan keponakannya hingga berita ini diturunkan belum bisa dihubungi.
Reporter: AK
Editor: Ngurah Dibia