Sunday, 09-02-2025
Peristiwa

Selesaikan Sengketa Adat, Pedoman Penyuratan Awig-Awig jadi “Bali Mawecara”

Foto: Ketua MDA Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet (kanan) didampingi Ketua Panitia Diklat Prajuru Majelis Desa Adat (MDA) se-Bali 2023 Gede Nurjaya di Hotel Harris, Kuta, Selasa (20/6/2023). (BB/Ngurah Dibia)

Denpasar | barometerbali – Peliknya penyelesaian wicara (permasalahan, sengketa, red) adat yang kerap mencuat di Bali, nampaknya akan segera menemukan solusi. Tim dari Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali telah terbentuk dan sedang merancang tuntunannya untuk segera turun ke lapangan menyusun Pedoman Penyuratan Awig-Awig (peraturan/hukum adat, red) yang seragam. Selanjutnya ini akan menjadi acuan “Bali Mawacara”. Demikian diungkapkan Ketua MDA Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet di sela-sela kegiatan Pendidikan dan Latihan (Diklat) Prajuru Majelis Desa Adat (MDA) se-Bali tahun 2023, di Hotel Harris, Jalan Sunset Road, Kuta, pada Selasa (20/6/2023).

“Diklat ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Prajuru (pengurus) Majelis Desa Adat, yang diisi dengan pemaparan materi tentang awig-awig (peraturan desa adat) dan penyelesaian wicara (permasalahan, sengketa) di desa adat. Wicara adat nantinya akan diselesaikan dengan Pedoman Penyuratan Awig-Awig. Saat ini tim dari Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali sedang menyusun rancangannya dan segera turun ke lapangan,” ungkap Ida Panglingsir.

Kegiatan ini tandasnya bertujuan untuk pendidikan dan latihan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) prajuru di desa adat, bagaimana menghadapi tantangan dan ancaman datang dari luar yang dapat mengikis kekokohan serta keberadaan desa adat di Bali.

“Di tingkat kecamatan (Diklat) sebanyak 57 kali 3, kabupaten 9 kali 5, MDA Provinsi sekitar 70. Ini semua akan dibekali ilmu untuk menghadapi tantangan ke depan,” tegasnya didampingi Ketua Panitia Diklat Gede Nurjaya, MM, Wakil Ketua Dr I Gusti Putu Anindya Putra, Panyarikan Agung (Sekretaris Jenderal) MDA Bali Ketut Sumarta, dan Baga Hukum MDA Bali, Jro Komang Sutrisna, SH.

Ketika disinggung mengenai tujuan kedatangan Gubernur Koster bertemu dengan desa adat se-Bali, Bendesa Agung, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet mengatakan, kedatangan Gubernur Koster bertujuan untuk memberikan pidato pembukaan, serta menyampaikan informasi terkait kesiapsiagaan desa adat untuk menghadapi berbagai tantangan dan ancaman dari luar kepada eksistensi dan keutuhan desa adat di Bali.

“Beliau itu kan sebenarnya berhati-hati, tidak ada pembicaraan khusus atau politis kepada Majelis Desa Adat. Jadi lebih khusus beliau hadir untuk memberitahukan apa yang menjadi tantangan eksternal di Bali saat ini, agar desa adat bisa mewaspadai ancaman dari luar, itu saja isi pidato beliau,” tandas Ida Panglingsir.

Gubernur Bali Wayan Koster membuka Diklat Prajuru MDA se-Bali (BB/Ngurah Dibia)

Dijelaskan pula, Diklat kali ini diikuti ratusan prajuru desa adat, yang diharapkan dengan keterampilan dan keahlian yang akan dibagikan ini, prajuru desa dapat sangat terbantu dalam melakukan pengelolaan-pengelolaan baik dalam administrasi, pendataan, hingga digitalisasi.

Menyambung yang disampaikan Ida Panglingsir, Sekretaris Nayaka (Tim Ahli) MDA Bali Gede Nurjaya menegaskan Diklat kali ini pertama kali dilaksanakan dan untuk penguatannya mesti digelar berkelanjutan.

“Setelah dengan prajuru di tingkat MDA, selanjutnya kita akan merancang (Diklat, red) prajuru di tingkat desa adat, bertahap. Karena setelah ini, kita akan melatih juga semacam tutor-tutor. Jadi tugas kita ini menyamakan pemahaman-pemahaman, menyamakan persepsi, membangun kebersamaan, setelah itu kita akan mencari figur-figur yang kita ajak turun ke lapangan. Sekarang ini yang ikut diklat prajuru (MDA)-nya saja di provinsi, kabupaten, dan kecamatan jumlahnya 200. Kalau bicara prajuru desa adat itu jumlahnya 1.493 kali 5. Itu banyak sekali sehingga ini akan bergulir terus. Penguatan itu tidak bisa hanya sekali, itu akan berlanjut,” urai Nurjaya yang juga Sekretaris Nayaka (Dewan Pakar) MDA Bali ini.

Pembahasan materi wicara adat dengan simulasi kasus sengketa di desa adat (BB/Ngurah Dibia)

Ditanya terkait tata cara prajuru dalam penyelesaian sengketa (kasepekang, kanorayang, krama tamiu, dll) di desa adat, ia menyebutkan hal itu sedang dibahas dalam Diklat.

“Ini sedang berlangsung pembahasannya. Nanti akan kita simulasikan bagaimana proses menyelesaikan wicara adat itu, dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, sampai provinsi. Tapi yang paling kita utamakan agar bisa selesai di tingkat desa. Kalau di sana secara kekeluargaan ndak bisa mediasi ndak bisa, dengan pemutus juga ndak bisa, ya nanti selesai di kecamatan. Nanti di kecamatan dimediasi saja. Tidak mengambil keputusan. Ini yang akan menjadi ‘desa mawecara’. Tapi substansinya nanti desa adat bisa mengatur hal-hal yang sifatnya dresta (aturan adat istiadat),” tutup Nurjaya menegaskan.

Editor: Ngurah Dibia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button