Saturday, 15-02-2025
Hukrim

Sebanyak 21 Pangempon Laba Pura Merajan Satria Dipolisikan

Foto: Pelapor Nyoman Suarsana Hardika (kiri) didampingi kuasa hukumnya I Made Dwiatmiko Aristianto, SH, MKn, CMSP, CNSP, menunjukkan bukti-bukti dokumen terkait sengketa tanah Laba Pura Merajan Satria saat konferensi pers di Kuta, Badung, Kamis (22/6/2023). (BB/Ngurah Dibia)

Denpasar | barometerbali – Habis sudah kesabaran Nyoman Suarsana Hardika (67), setelah sabar menunggu sejak 9 tahun lalu tanpa kejelasan memperoleh sertifikat tanah yang dijanjikan keluarga besar Puri Satria yang ada tokoh-tokoh besar di dalamnya. Akhirnya Suarsana melaporkan mereka selaku 21 Pangempon Laba Pura Merajan Satria dengan dugaan penipuan dan pemberian keterangan palsu atas transaksi tanah di Jalan Badak Agung, Sumerta Klod, Denpasar Timur, ke Polda Bali.

Didampingi kuasa hukumnya I Made Dwiatmiko Aristianto, SH, MKn, CMSP, CNSP, Suarsana Hardika menuturkan awalnya dari transaksi dua bidang tanah yang dilakukan, hanya Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 5671 seluas 11.671 meter persegi yang sudah beres, dan sertifikatnya sudah atas namanya sendiri. Namun bidang tanah lainnya seluas 6.670 meter persegi dengan SHM Nomor 1565, hingga kini masih bermasalah dan berujung pada sengketa. Pertemuan pun sudah pernah dilakukan berkali-kali dengan pihak pengempon tapi tak membuahkan hasil.

“Saya sudah bayar dan berkali-kali ketemu pihak puri untuk menyelesaikan kasus ini tapi janji tinggal janji. Akhirnya saya laporkan ke Polda tanggal 8 Maret lalu,” ungkap Suarsana, di Kuta, Badung, Kamis (22/6/2023).

Ia mengakui bahwa obyek yang menjadi masalah adalah Tanah Laba Pura Merajan Satria. Sehingga, kata Suarsana, terbit surat rekomendasi penjualan dari Walikota Denpasar Nomor: 593/1727/PEM/Tanggal 2 November 2012, dan Surat Rekomendasi Penjualan dari Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, Kota Denpasar, Nomor: 161/Rekomendasi/PHDI-KD/2012 tertanggal 1 November 2012.

“Sebelumnya kami juga mendapat kepastian bahwa tidak ada masalah pada objek tanah dimaksud,” tambah Suarsana.

Hal ini tak lepas objek dimaksud pada tahun 1998 sempat ada gugatan dari pihak Budhi Moeljono dengan pihak Pangempon Laba Pura Merajan Satria Denpasar dan sudah ada putusan pengadilannya.

Merasa sudah tak ada masalah, Suarsana pun bersepakat dengan pihak Pangempon Laba Pura Merajan Satria Denpasar menandatangani akta jual beli yang dilakukan di hadapan Notaris Wayan Setia Darmawan SH pada 15 Agustus 2014.

“Terhadap SHM Nomor 1565 seluas 6.670 meter persegi bahwa pihak pengempon sepakat dari total luas tanah 6.670 meter persegi, sebanyak 1.445 meter persegi akan digunakan sebagai jalan oleh Pak Nyoman Suarsana sebagai pembeli. Sehingga pembayaran ke pihak pangempon hanya seluas 5.225 meter persegi,” kata I Made Dwiatmiko Aristianto, selaku kuasa hukum.

Adapun harga dua bidang tanah, untuk harga SHM 5671 sebesar Rp400 juta per arenya dengan total nilai jual sebesar Rp46 miliar lebih, dan SHM Nomor 1565 seharga Rp450 juta per arenya, dengan nilai total Rp23 miliar lebih.

“Untuk SHM 5671 sudah lunas, sedangkan SHM 1565 sudah diberikan DP (down payment/uang muka) sebesar Rp3,8 miliar. Pelunasan SHM 1565 belum dilakukan karena sertifikat belum diserahkan,” tandas Dwiatmiko.

Belakangan, pihak pangempon menyatakan jika SHM 1565 hilang. “Padahal dalam penjelasan ke notaris, pangempon menyatakan masih dalam pengurusan pergantian sertifikat,” kata Dwiatmiko.

Upaya damai pun belum menemukan titik temu. Hingga akhirnya Suarsana melaporkan sebanyak 21 pangempon dari Puri Satria ke Polda Bali yang tercatat pada Laporan Polisi (LP) nomor: LP/B/120/III/2023/SPKT/POLDA Bali tertanggal 8 Maret 2023.

Upaya perdamaian diakui Suarsana sudah ditempuh. Terakhir pada 2 dan 7 April 2023 ia bertemu dengan beberapa tokoh Puri Satria dan mencapai titik temu alias merasa di-PHP (Pemberi Harapan Palsu, red).

“Sayangnya perdamaian yang direncanakan pada akhir April lalu tidak ada kelanjutannya, sehingga kami melanjutkan laporan ini,” tegasnya.

Dikonfirmasi terpisah, salah satu pangempon yang juga terlapor dalam kasus ini, Tjokorda Ngurah Bagus Agung mengkonfirmasi adanya sengkarut jual beli tanah Laba Pura Merajan Satria dari Puri Satria tersebut.

Ia pun mengakui sudah melakukan pertemuan kepada pihak Nyoman Suarsana Hardika untuk melakukan mediasi, tetapi belum menemui penyelesaian.

Tjok Bagus berharap persoalan ini segera dapat terselesaikan, agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan di internal keluarga Puri Satria.

“Saya kenal (Pak Nyoman Suarsana Hardika, red) setelah ada transaksi. Kedua belah pihak, sebenarnya tidak ada masalah, ini kan karena ada pihak ketiga (pihak Budhi Moeljono, red). Itu saja yang bisa saya sampaikan, supaya di internal keluarga saya tidak salah,” jelas Cok Bagus.

Dikonfirmasi terkait adanya pelaporan dari pihak Nyoman Suarsana Hardika atas kasus ini, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto membenarkan hal tersebut.

“Sudah melapor, nanti kita akan melakukan penyelidikan lah. Memanggil saksi-saksi, atau yang pertama yang kita pelajari, kemudian memanggil saksi-saksi,” jelasnya melalui sambungan telepon, Jumat (23/6/2023).

Ia juga menyatakan hingga saat ini belum mengetahui apakah para pihak yang dilaporkan sudah ada yang dimintai keterangan oleh penyidik di Ditkrimum Polda Bali.

“Saya belum menanyakan lebih lanjut ya terkait tentang itu, tapi nanti kita tanyakan ke Krimum (Ditreskrimum). Ini kan ini libur Sabtu, Minggu. Nanti kita cek perkembangannya terkait kasus ini,” pungkas Kabid Humas Satake.

Editor: Ngurah Dibia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button