Nyoman Suarsana Hardika Desak Polda Bali Segera Bereskan Sengketa Tanah Badak Agung

Foto: Nyoman Suarsana Hardika (Nyoman Liang) didampingi kuasa hukumnya, I Made Dwiatmiko Aristianto (kiri) menunjukkan batas-batas tanah sengketa di Jl. Badak Agung, Sumerta Kelod, Denpasar Timur, Senin (26/6/2023). Pihak Puri Satria AA Ngurah Mayun Wiraningrat (Turah Mayun) sampaikan tanggapannya (kanan). (BB/Ngurah Dibia)
Denpasar | barometerbali – Polda Bali diharapkan segera menyelesaikan sengketa tanah di Jalan Badak Agung, Sumerta Klod, Denpasar Timur yang melibatkan 21 Pangempon Laba (aset) Pura Merajan Satria. Pelapor Nyoman Suarsana Hardika didampingi kuasa hukumnya, I Made Dwiatmiko Aristianto, MKn, CMSP, CNSP telah melayangkan Laporan Polisi (LP) nomor: LP/B/120/III/2023/SPKT/POLDA Bali tertanggal (8/3/2023)
“Kami telah menunggu sembilan tahun lalu tanpa kejelasan untuk memperoleh sertifikat tanah yang dijanjikan keluarga besar Puri Satria. Akhirnya kami melaporkan 21 Pangempon Laba Pura Merajan Satria dugaan penipuan dan pemberian keterangan palsu atas transaksi tanah,” ungkap Suarsana yang kerap disapa Nyoman Liang kepada awak media, di Denpasar, Senin (26/6/2023).
Suarsana menuturkan sengketa berawal dari transaksi dua bidang tanah yang dilakukan. Namun, hanya Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 5671 seluas 11.671 meter persegi yang sudah beres, dan sertifikatnya sudah atas namanya sendiri. Bidang tanah lainnya seluas 6.670 meter persegi dengan SHM Nomor 1565 masih bermasalah dan berujung pada sengketa.
“Adapun harga bidang tanah SHM 5671 sebesar Rp400 juta per arenya dengan total nilai jual lebih dari Rp46 miliar dan SHM Nomor 1565 seharga Rp450 juta per arenya, dengan nilai total lebih dari Rp23 miliar,” beber Nyoman Suasana.
Bidang tanah SHM 5671 disebutkan sudah lunas, sedangkan SHM 1565 sudah diberikan uang muka sebesar Rp3,8 miliar. Pelunasan SHM 1565 saat ini belum dilakukan karena sertifikat belum diserahkan.
Pertemuan pun sudah pernah dilakukan berkali-kali dengan pihak pengempon puri untuk menyelesaikan kasus ini, namun tak membuahkan hasil.
“Selalu dalam perundingan itu menemukan jalan buntu, sampai terakhir saya ajukan somasi pertama bulan November 2022, juga tidak mendapat tanggapan. Kita lanjut ke pengaduan pada tanggal (8/3/2023) laporan Polda atas penipuan,” terang Suarsana.
Dalam hal ini, objek yang menjadi masalah adalah Tanah Laba Pura Merajan Satria, yang pada tahun 1998 sempat ada gugatan dari pihak Budhi Moeljono dengan pihak pangempon Laba Pura Puri Satria Denpasar dan sudah ada putusan pengadilannya dan kembali lagi ada gugatan dari pihak Moeljono berserta perlawanan dari pihak Pangempon Laba Pura Merajan Satria di tahun 2004 hingga ke tingkat kasasi.
“Belum selesai perkara antara pengempon dengan pihak Moeljono, pihak pengempon di tahun 2014 menjual tanah yang masih dalam sengketa kepada Suarsana, dengan rasa kepercayaan terhadap notaris selaku pejabat umum yang ditugaskan membuat akta otentik dan rasa percaya dengan pihak puri,” tuturnya.
Akhirnya Suarsana pun bersepakat dengan pihak Pangempon Laba Pura Merajan Satria Denpasar karena merasa sudah tak ada masalah dan menandatangani akta perjanjian jual-beli yang dilakukan di hadapan Notaris Wayan Setia Darmawan SH pada (15/8) tahun 2014.
“Pihak pengempon sepakat dari total luas tanah 6.670 meter persegi terhadap SHM Nomor 1565 seluas 6.670 meter persegi. Sebanyak 1.445 meter persegi akan digunakan sebagai jalan oleh Pak Nyoman Suarsana sebagai pembeli, sehingga pembayaran ke pihak pangempon hanya seluas 5.225 meter persegi,” jelas I Made Dwiatmiko Aristianto yang sering dipanggil Miko selaku kuasa hukum Nyoman Suarsana Hardika.
Di saat penandatanganan perjanjian jual beli, pihak pangempon menyatakan jika SHM 1565 hilang dan akan segera menerbitkan sertifikat pengganti hilang. Namun hingga tahun 2022, pangempon belum juga menunjukkan sertifikat tersebut ke notaris. Di tahun 2022 juga, Suarsana dikejutkan dengan kedatangan pihak lain yang belum pernah dikenalnya, yang memperkenalkan diri bernama Hartanto yang didampingi Tjokorda Jambe Pemecutan, salah satu pengempon dari Puri Satria saat itu. Hartanto menyebutkan sertifikat yang diperjanjikan dipegang oleh dirinya.
“Atas keterangan Hartanto, saya merasa dibohongi selama sembilan tahun. Saya sudah berkali-kali mempertanyakan kepada pihak pangempon. Namun tidak pernah ditanggapi, sehingga saya melalui kuasa hukum mensomasi pangempon, juga belum menemukan penyelesaian secara kekeluargaan. Sehingga tidak mempunyai pilihan, selain melaporkan pangempon Puri Satria ke Polda Bali,” tegas Suarsana.
Selain itu pembicaraan perdamaian pun setelah pelaporan sudah berkali-kali dilakukan namun perdamaian yang diharapkan tidak pernah ada kelanjutannya atau terselesaikan. Suarsana mempunyai keyakinan terhadap Polri akan melaksanakan kewajiban dengan sebaik-baiknya
“Harapan saya tetap itu supaya secepatnya terselesaikan dan saya mendapatkan hak saya sesuai dengan ini. Dan kita pun bisa menyelesaikan kewajiban kita sisa pembayaran itu,” tandasnya.
Sementara salah satu pangempon Puri Satria Denpasar yang juga terlapor, Tjokorda Ngurah Bagus Agung mengakui sudah melakukan pertemuan kepada pihak Nyoman Suarsana Hardika untuk mediasi, tetapi belum menemui penyelesaian. Ia berharap agar persoalan ini segera mendapatkan solusi.
“Kedua belah pihak, sebenarnya tidak ada masalah, ini kan karena ada pihak ketiga (pihak Budhi Moeljono, red). Itu saja yang bisa saya sampaikan, supaya di internal keluarga saya tidak salah,” cetusnya saat dihubungi awak media melalui sambungan telepon, Kamis (22/6/2023) lalu
Untuk memintai keterangan dari pihak yang diajak bersengketa, awak media menemui putera keempat Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan (Raja Denpasar IX), Anak Agung Ngurah Mayun Wiraningrat atau Turah Mayun didampingi pengelola tanah Badak Agung, In Ti turut memberikan pernyataannya terkait sengketa ini.
“Tiyang (saya) telah diberikan tugas dan tanggung jawab mewakili almarhum Raja Denpasar IX untuk menyelesaikan seluruh permasalahan aset-aset Laba Pura,” jelasnya di kantor pengelola Laba Pura Merajan Satria yang berlokasi dekat tanah sengketa, Jl. Badak Agung Denpasar Timur.
Disebutkan tanah Badak Agung yang dimaksud bukan warisan leluhur Puri Satria, melainkan tanah Laba Pura Merajan Satria terdiri dari 19 puri yang ada di Denpasar.
“Saya sangat menghormati beliau (Nyoman Suarsana Hardika) yang banyak bantu Tjokorda (Raja Denpasar IX, red) dan saya. Kalau dia menang dalam kasus ini, saya akan berikan (tanah sengketa),” sebut Turah Mayun.
Ia juga mendukung proses hukum atas tuntutan Suarsana, dengan harapan sengketa ini menemukan titik terang.
“Biar ketahuan yang mana sebenarnya. (saya, red) sangat-sangat mendukung proses hukum dan saya minta jangan setengah-setengah,” tandas Turah Mayun.
Ia diberi tugas dan tanggung jawab mewakili sang ayah untuk menyelesaikan seluruh permasalahan aset pelaba pura yang ia serahkan pengelolaannya melalui In Ti.
“Tanah di Jalan Badak Agung yang dimaksud bukan warisan leluhur puri, tapi tanah laba pura merajan dari 19 puri di Denpasar,” tambahnya menegaskan.
Turah Mayun mengaku mendukung proses hukum mengenai tuntutan Nyoman Suarsana. Ia juga berharap sengketa ini menemukan titik terang.
Sementara itu di tempat terpisah, IGN Wira Mahendra yang mengaku selaku kuasa hukum pihak Puri Satria menyatakan akan segera memberikan tanggapan atas kasus ini.
“Kita menghormati proses hukum ring Polda dumun Krn LP nike baru di proses. Segera dari tim hukum akan memberikan pers rilis terkait case nike pak. Kami tidak mau terburu2 berkomentar mengingat belum seminggu karya pelebon semeton Puri selesai,” tulis Wira kepada wartawan, Sabtu (24/6/2023) melalui pesan WhatsApp tanpa diedit.
Editor: Ngurah Dibia