Saturday, 15-02-2025
Hukrim

Disebut Gelapkan Rp5,2 Miliar, Mantan Ketua LPD Tulikup Kelod Dipolisikan

Foto: Pengelola penyewaan tanah Gede Windu (kiri) dan I Nengah Wirata (kanan) didampingi kuasa hukumnya I Wayan Yasa Adnyana, SH, MH (tengah) menunjukkan surat laporan polisi saat jumpa pers di Denpasar, Jumat (28/7/2023). (BB/Ngurah Dibia)

Denpasar | barometerbali – Geram uang hasil usaha penyewaan tanahnya ditilep, pengembang bernama I Nengah Wirata melaporkan mantan Ketua LPD Desa Adat Tulikup Kelod, Gianyar inisial PMW ke Polda Bali pada (22/7/2023) atas dugaan tindak pidana penipuan (378 KUHP) atau penggelapan (372 KUHP).

“Awal mula kejadian ketika pelapor meminjam uang sebesar Rp100 juta di LPD Desa Adat Tulikup Kelod pada tahun 2019, dengan jaminan tanahnya di Negara (Jembrana, red). Berselang dua tahun, ia melakukan bisnis dengan menyewa beberapa bidang tanah di Denpasar, dengan masa kontrak 20 sampai dengan 25 tahun kepada para pemilik tanah,” ungkap I Wayan Yasa Adnyana, SH, MH selaku kuasa hukum pelapor I Nengah Wirata dalam jumpa pers di Denpasar, Jumat (28/7/2023).

Yasa Adnyana menuturkan, selanjutnya kliennya I Nengah Wirata mengontrakkan hak sewa atau oper kontrak tanah kepada 79 orang konsumen penyewa oper kontrak hak sewa atas tanah tersebut yang dilakukan melalui perantaraan beberapa notaris yang ada di Denpasar.

“Nah pada masa sewa ini, 79 konsumen ini tidak semua bisa melunasi. Karena tidak mampu melunasi, Pak Nengah memberikan solusi dengan lobi kerja sama kredit (ke LPD Desa Adat Tulikup Kelod, red),” jelas Yasa.

Kata sepakat pun didapat, 79 konsumen ini membuat perjanjian, hingga akhirnya membuat akad kredit dengan LPD Desa Adat Tulikup Kelod dan disetujui melalui ketuanya saat itu, Drs Pande Made Witia (PMW).

“Dalam proses ini, ada pemindahbukuan, logikanya uang sewa itu masuk ke rekening Nengah Wirata. Tapi sejak akad kredit, buku rekening dikuasai dan dipegang oleh Pande Made Witia,” tegasnya.

Yasa Adnyana menyatakan penguasaan ini tidak sah dan tidak bisa diminta buku tabungannya dengan berbagai alasan. Sementara uang penyewa masuk ke buku rekening, sehingga pelapor tidak mengetahui cashflow-nya.

“Singkat cerita, Februari 2022 terjadi audit internal dari Tim Pemeriksa atau Pengawas LPD. Barulah kemudian buku tabungan pelapor dikembalikan oleh Ketua LPD. Berdasarkan aliran saldo dan transaksi, terbukti bahwa Ketua LPD tersebut memasukkan setoran uang dari konsumen penyewa oper kontrak, serta menarik sendiri uang dari konsumen melalui buku tabungan LPD Tulikup Kelod milik pelapor. Hal ini dilakukannya tanpa laporan atau persetujuan dari pemilik buku tabungan tersebut,” paparnya.

Dengan kejadian transaksi di buku tabungan yang dianggap janggal, pelapor melalui kuasa hukumnya dan PMW secara bersama-sama melakukan pengecekan bukti keluar masuk rekening.

“Dari proses pengecekan selama tujuh bulan ditemukan penyimpangan penggunaan uang tabungan oleh Pande Made Witia sebesar Rp5.200.000.000 (lima miliar dua ratus juta rupiah, red). Dari Rp20 miliar uang itu, yang terbukti digunakan untuk membayar sewa tanah langsung dari pemilik sekitar Rp10 miliar dan diakui,” beber Yasa.

Uang tersebut mengalir melalui tiga mekanisme, yakni Rp10 miliar secara benar digunakan untuk membayar pemilik tanah; Rp5 miliar terbukti diterima benar oleh LPD melalui print rekening koran; dan sisa Rp5 miliar yang tidak dapat dibuktikan.

“Rp5 miliar terakhir yang tidak bisa dibuktikan ini sudah kita ingatkan berkali-kali. Yang terbukti menarik dirinya (Ketua LPD, red) atau orang dengan perintahnya,” imbuh Yasa.

Melalui pengecekan ini juga, Ketua LPD mengakui telah menggunakan uang dalam buku tabungan Wirata atau pelapor dan belum bisa dipertanggungjawabkannya.

Pengakuan tersebut telah dituangkan dalam berita acara penggunaan uang milik pelapor. Sehingga dengan perbuatannya tersebut, hingga sekarang biaya sewa dari konsumen pelapor belum lunas dibayarkan padanya.

Dengan demikian, terlapor Ketua LPD Desa Adat Tulikup Kelod tahun 2019 ini diminta untuk mempertanggungjawabkan uang Rp5.200.000.000 dengan cara menyerahkan aset yang dimiliki atau mengembalikan uang pelapor. Tetapi jika tidak bisa, maka akan bertanggung jawab dengan hukum melalui tindak pidana.

Karena tak bisa mengembalikan, maka dibuatlah Laporan Polisi Nomor LP/B/380/VII/2023/SPKT/POLDA BALI tertanggal (22/7), atas dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP atau Pasal 372 KUHP.

Dikonfirmasi terpisah, terlapor Pande Made Witia mengakui memang menarik tabungan milik pelapor senilai Rp5,2 miliar.

“Artinya pernyataan itu ada saya tanda tangani. Memang ada tiyang (saya, red) menarik tabungan Rp5,2 miliar sekian,” ujarnya melalui sambungan telepon, Jumat (28/7/2023)

Ketika ditanyakan alasan memegang buku pelapor, ia mengaku disuruh untuk menarik secara pribadi uang tabungan Wirata. Namun, ia menampik tak pernah menolak ketika diminta.

Terkait pertanggungjawaban, ia menyampaikan akan memberikan jika diminta. Selain itu, ia mengaku siap untuk memenuhi panggilan dari Polda Bali.

“Itu yang saya tarik, tapi bukan saya saja yang tarik. Orang lain juga ada yang narik, termasuk Pak Wirata dan temannya. Nggih siap (memenuhi panggilan Polda Bali, red),” kata Witia.

Dikonfirmasi awal media mengenai adanya laporan ke pihak kepolisian atas kasus ini Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan LP tersebut membenarkan laporan polisinya baru diterima tanggal 22 Juli 2023. Selanjutnya masih dibuatkan dan melengkapi administrasi penyelidikannya .

“Rencana tindak lanjut, membuat undangan klarifikasi kepada pelapor. Mengundang saksi-saksi terkait perkara tersebut,” ucap Jansen.

Ia juga menandaskan penanganan kasus ini akan dilakukan pihak Ditreskrimum Polda Bali.

“Perkara tersebut ditangani oleh unit 4 Subdit 3 Ditreskrimum,” pungkas Kabid Humas Jansen.

Editor: Ngurah Dibia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button