Saturday, 15-02-2025
Kesehatan

Mandatory Spending Dicabut tak Hapus Pembiayaan BPJS Kesehatan

Foto: Layanan menggunakan kartu BPJS Kesehatan (Sumber: Hms Kemkes RI)

Jakarta | barometerbali – Pencabutan Mandatory Spending tidak ada kaitannya dengan skema pembiayaan BPJS Kesehatan dan pelayanan kesehatan yang diterima oleh peserta JKN.

Melansir laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), mandatory spending adalah belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang. Untuk informasi, sebelumnya mandatory spending di bidang kesehatan sempat diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 171 ayat (1) dan ayat (2).

Mandatory spending dimaksudkan untuk APBN dan APBD yang harus disediakan oleh pemerintah untuk anggaran kesehatan. Dengan dihapuskannya mandatory spending bukan berarti anggaran itu tidak ada, namun anggaran tersusun dengan rapi berdasarkan perencanaan yang jelas yang tertuang dalam rencana induk kesehatan.

Anggaran akan lebih efektif dan efisiesn karena berbasis kinerja berdasarkan input, output, dan outcome yang akan kita capai, karena tujuannya jelas meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia setinggi-tingginya. Jadi semua tepat sasaran, tidak buang-buang anggaran.

“Kalau mandatory spending itu terkait dengan belanja yang wajib untuk membiayai program-program kesehatan seperti pencapaian target stunting, menurunkan AKI, AKB, mengeliminasi kusta, eliminasi TBC, dan juga penyiapan sarana prasarana,” terang Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. M Syahril dilansir dari laman resmi sehatnegeriku.com

“Sementara terkait upaya pendanaan kesehatan perseorangan dalam program jaminan kesehatan yang dikelola BPJS tidak terkait dengan mandatory spending dalam UU kesehatan tidak ada perubahan pengaturan terkait BPJS Kesehatan. Sehingga informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan,” lanjutnya.

Berbeda dengan skema pembiayaan dalam BPJS Kesehatan yang menggunakan sistem asuransi sosial di mana uang yang dikelola merupakan iuran dari para peserta BPJS Kesehatan.

Bagi yang mampu akan membayar iurannya sendiri, bagi pekerja penerima upah (pekerja formal) maka iuran JKN dibayar secara gotong royong antara pekerja (mengiur 1 persen) dan pemberi kerja (mengiur 4 persen). Sementara masyarakat yang tidak mampu akan dibayarkan pemerintah melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Tidak adanya mandatory spending tidak akan berpengaruh terhadap aspek layanan kesehatan yang diterima oleh peserta BPJS Kesehatan seperti yang selama ini sudah berjalan.

Editor: Ngurah Dibia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button