Thursday, 16-01-2025
Hukrim

Permohonan SHGB Bali Handara 6,7 Ha di Pancasari belum Didaftarkan lagi

Foto: Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng, Agus Apriawan saat diwawancara media di ruang kerjanya (Sumber: Barometerbali/Srj)

Buleleng | barometerbali – Warga Desa Pancasari mempertanyakan lahan eks Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) PT. Sarana Buana Handara (SBH) atau Bali Handara Golf yang hingga kini ditelantarkan. Bahkan diduga batas waktu pemanfaatan SHGB telah belasan tahun.

Keresahan warga muncul ketika PT. SBH sejak beberapa bulan lalu memasang plang kepemilikan. Padahal sepengetahuan warga hak PT. SBH sebagai pemegang SHGB sudah berakhir lama.

Keberatan warga berawal dari sikap PT. SBH selama ini disinyalir tidak peduli dengan lahan itu namun setelah kondisinya ditata dan dijadikan warga untuk mencari penghidupan, ujug-ujug belakangan dikabarkan diklaim kembali.

Guna mencari kepastian atas keresahan warga ini, awak media memperoleh informasi pihak PT. SBH telah mengajukan permohonan hak kembali ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng serta menurunkan tim ke lapangan.

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buleleng, Agus Apriawan tidak menapik, pihak PT. SBH disebut sebut pernah mengajukan pembaruan hak. Satu sisi lantaran dokumennya kurang, sehingga berkas permohonan itu dikembalikan.

“Dari informasi staf kami, (PT. SBH, red) pernah mengajukan pembaruan hak bukan perpanjangan. Tetapi karena tidak diproses dan ada berapa dokumen yang kurang sehingga berkas itu dikembalikan dan posisinya sampai saat ini belum ada dimasukkan lagi atau didaftarkan,” ungkap Agus Apriawan saat ditemui wartawan di Buleleng, Senin (14/08/2023)

Lebih lanjut ia menyampaikan, bahwa belum bisa memproses permohonan SHGB diajukan pihak PT. SBH di atas lahan 6,7 hektar (Ha) di wilayah Desa Pancasari Buleleng. Selain permohonan itu dikatakan belum mengantongi izin dari Kementrian ATR/BPN, ia juga menegaskan, SHGB No 44 sebagai dasar hak PT. SBH sebelumnya tidak berlaku lagi alias telah berakhir 11 tahun lalu.

“Sesuai data yang ada di kami, SHGB No 44 itu memang berakhir 22 September 2012. Kita lihat sekarang, ini berakhir 2012 kan hampir 11 tahun. Berarti PT. SBH harus mendapat izin dari Kementrian ATR/BPN karena sudah melewati fase 5 tahun dari kepemilikan sudah berakhir,” jelasnya.

Agus menegaskan, dalam pembaruan hak ada ketentuan secara yuridis formal (landasan hukum berupa peraturan telah disahkan pemerintah memiliki kekuatan mengikat) harus dipenuhi.

Mesti terpenuhi secara yuridis formal namun secara de jure (ketentuan hukum) dan de facto (pada kenyataan) tidak terpenuhi tetap saja tidak diterima.

“Bisa tidaknya kita bicara dari yuridis formal. Artinya, kelengkapan formal dokumennya. Ada berapa ketentuan memang diatur. Ya, kalau yuridis formalnya memang tidak terpenuhi pasti kita tidak terima. Bukan ditolak ya. Sepanjang itu terpenuhi pasti kita terima. Apakah kemudian nanti bisa terbitkan? Belum tentu. Artinya gini, tidak semua permohonan kita penuhi siapa tau nanti secara yuridis formal terpenuhi tetapi secara de jure, de facto tidak terpenuhi kondisi harus clear and clean,” tegas Agus.

Di tempat terpisah, Komang Sutrisna, S.H selaku kuasa hukum dari belasan warga yang telah menempati lahan itu secara turun temurun berharap, pihak PT. SBH tidak membohongi warga dan masyarakat Pancasari di mana telah memasang plang yang mengatakan bahwa lahan itu adalah tanah milik PT. SBH dan sedang proses perpanjangan hak.

Lahan tersebut menurut Komang Sutrisna fakta yang ia dapatkan, SHGB-nya sudah dinyatakan telah berakhir oleh BPN. Tidak ada dilakukan perpanjangan. Malah yang dilakukan adalah permohonan hak baru dan telah ditolak karena tidak memiliki dasar dokumen yang sah.

‘’Kami berharap pihak PT. SBH mencabut plang, karena tidak sesuai dengan fakta dan ingin menguasai tanpa alas hak yang sah,’’ tegas pengacara yang kerap disapa Jro Sutrisna ini.

Atas dasar itu, warga yang telah menempati, memelihara dan menguasai lahan yang ditelantarkan dan ditinggalkan pemilik SHGB ini, memiliki hak sebagai warga negara untuk memohon hak atas tanah yang ditempatinya.

‘’Kami bersama warga akan memperjuangkan hak-hak kami sebagai warga negara. Kami akan tempuh jalur-jalur hukum yang ada, karena sudah secara turun-temurun para warga ini, berada dan memelihara lahan ini sampai saat ini, dapat terpelihara dengan baik,’’ tandas Jro Komang Sutrisna.

Dimintai konfirmasi terkait kebenaran informasi penunggakan pajak tersebut, Sekretaris Bali Handara Kosaido Country Club, yang hanya menyebutkan namanya Amy, menolak memberikan keterangan lebih lanjut.

“Ngga bisa pak. Saya tetep harus di under-nya manajemen,” cetusnya melalui sambungan telepon, Selasa (8/8/2023).

Untuk mendapatkan penjelasan lebih detail, Amy meminta awak media mengirimkan surat resmi ke manajemen Bali Handara.

“Nanti kan suratnya saya ajukan ke manajemen. Nanti manajemen yang info ke saya, dengan siapa bapak akan wawancara. Kalau kayak-kayak gitu (menanyakan dugaan pajak yang ditunggak Bali Handara, red) nanti jelaskan di suratnya mau wawancara tentang apa, nanti saya kan kasi jawaban dari situ,” tutup Sekretaris Amy.

Editor: Ngurah Dibia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button