Sunday, 19-01-2025
Peristiwa

Tari Rejang Anglukat Getarkan Vibrasi Spiritual Semesta

Dipentaskan Serangkaian Upacara Ngenteg Linggih di Pura Dalem Prajapati Desa Adat Sarimertha

Foto: Penampilan Tari Rejang Anglukat yang memukau karya Dra I Gusti Ayu Suastari, MSi, dengan penata tabuh I Gusti Ngurah Nurada, SSn. (Sumber: IGA Harini)

Klungkung | barometerbali – Gemulai sakral penari dan denting tetabuhan yang merasuk suksma terpancar kuat dari penampilan Tari Rejang Anglukat yang ditarikan oleh 9 remaja putri Banjar Adat Sarimertha. Tarian dengan kostum dominan bernuansa putih kuning keemasan sebagai simbol kesucian ini tampil perdana saat berlangsungnya prosesi Upacara Dewa Yadnya Tawur Balik Sumpah Agung, Mlaspas, Pasupati Pralingga, Mendem Pedagingan, Karya Pengingkup digelar di Pura Dalem Prajapati, Desa Adat Sarimertha, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, bertepatan dengan rahina Tileming Sasih Karo, Buda Wage Langkir, Rabu (16/8/2023).

Aksi para penari Rejang Anglukat saat tampil dalam upacara di Pura Dalem Prajapati Desa Adat Sarimertha (Dok pribadi)

Persembahan tari Rejang Anglukat berdurasi rata-rata 12 menit ini adalah cipta karya seni bernuansa spiritual yang digagas oleh Dra I Gusti Ayu Suastari, MSi, dengan penata tabuh I Gusti Ngurah Nurada, SSn.

“Latar belakang pembuatan Rejang Anglukat awalnya tiba-tiba tercetus saat ngeluar setiap habis petirtaan di Pura Kahyangan Kapat dan Pura Dalem Prajapati, spontan buat gerak dan ditirukan oleh penari Sanggar Tirta Ayu Sarimertha yang saya bina. Kebetulan anak-anak ikut ngayah dengan iringan seperti tabuh Semar Pegulingan,” tutur Ayu Suastari perempuan kelahiran 11 Agustus 1966 ini, saat ditemui di sela-sela upacara di pura setempat, Rabu (16/8/2023).

Tari Rejang Anglukat ia ciptakan khusus dipersembahkan representasi dari kearifan lokal dan sebagai tari pelengkap upacara yang dipersembahkan untuk rangkaian karya agung di Desa Adat Sarimertha.

Dra I Gusti Ayu Suastari, MSi, (kiri) dengan penata tabuh I Gusti Ngurah Nurada, SSn. (kanan)

Lebih lanjut Ayu Suastari yang juga PNS di Pemkab Klungkung ini menjelaskan secara rinci makna yang terkandung dalam tarian ciptaannya.

“Anglukat berasal dari kata Ang dan Lukat. Ang yang berarti utama dan Lukat atau melukat berarti pembersihan. Maka dari itu Anglukat dapat diartikan sebagai kegiatan pembersihan utama,” terang Ayu Suastari jebolan Konservatori Kerawitan (Kokar) tahun 1987 ini.

Dengan adanya tarian ini (Rejang Anglukat) diharapkan dapat menjadi pelengkap tarian sakral dalam setiap pelaksanaan upacara Dewa Yadnya khususnya di wilayah Desa Adat Sarimertha, Desa Negari, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung.

Perempuan enerjik lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta tahun 1992 ini meyebutkan, konsep Tri Hita Karana dengan perpaduan unsur Buana Alit (mikrokosmos) dan Buana Agung (makrokosmos) juga dihadirkan dalam garapan Rejang Anglukat ini.

Prosesi panglukatan ke 9 penjuru mata angin tergambar dalam gerak Tari Rejang Anglukat (Dok pribadi)

“Penjuru arah mata angin, seperti utara, timur, selatan, barat, serta arah diagonal seperti timur laut, tenggara, barat laut, dan sebagainya, secara simbolis menggambarkan hubungan manusia dengan alam dan keberadaan manusia dalam alam kosmos,” pungkas Ayu Suastari yang gelar S2-nya diperoleh dari Universitas Hindu Indonesia (Unhi) tahun 2011.

Selain Rejang Anglukat, di tempat yang sama, Ngurah Nurada selaku penata tabuh juga menambahkan, Tari Anglukat mengambil konsep sembilan penjuru arah mata angin yang mencerminkan keterhubungan antara manusia dengan alam dan lingkungan sekitarnya. Dalam komposisi tabuhnya juga kita harmonisasikan gerakan dengan nada gambelannya agar menimbulkan vibrasi yang magis sekaligus sakral,” imbuhnya.

Para penari Baris Gede bersiap “mesolah” (menari) di Pura Dalem Prajapati Desa Adat Sarimertha (Sumber: Dok pribadi)

Selain Tari Rejang Anglukat dalam upacara ini juga diawali dan diiringi Gong Kebyar, Gambelan Saron, Pesantian, Tari Rejang Dewa, Topeng Sidakarya, Baris Gede, dan pementasan Wayang Lemah.

Di sisi lain dalam kesempatan itu Bandesa Adat Sarimertha I Made Sudiarta menyatakan sebelumnya krama (masyarakat) desa adatnya telah melaksanakan upacara “nangiang” dan pemelaspasan Sesuhunan Tapakan Ida Bhatara Pura Dalem Prajapati Desa Adat Sarimertha berupa sosok barong (Ratu Gede) dan berwujud 2 sosok rangda yakni Ratu Ayu Mas Ayu (rambut putih) dan Ratu Bhairawi (rambut hitam) tepat di hari Raya Kuningan, Saniscara Kliwon Kuningan, Sabtu (14/1/2023).

“Mepepada Tawur lan caru sudah kami laksanakan kemarin, (Selasa 15/8/2023). Sedangkan Upacara Dewa Yadnya Tawur Balik Sumpah Agung, Mlaspas, Pasupati Pralingga, Mendem Pedagingan, Karya Pengingkup kali ini dipuput oleh Para Sulinggih Ida Pedanda Gde Putra Manuaba dari Griya Gede Tusan, Banjarangkan, Ida Pedanda Wayan Jelantik Pradnya Putra dari Griya Buda Wanasari, dan Ida Rsi Bujangga dari Griya Angkling, Gianyar,” papar Bandesa Sudiarta.

Sementara Puncak Karya sendiri dengan rangkaian Pengebek, Pengenteg, Pengodal ring Ayun, Mepeselang, Mepedanaan jatuh pada rahina Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (22/8/2023).

Editor: Ngurah Dibia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button