Babak Baru Sengketa Kelecung, Tergugat Pastikan Duplik Terpenuhi Pekan Depan

Foto: Tjokorda Gde Ngurah Sumarawisnuartha, S.H, salah satu kuasa hukum tergugat 1 dalam sengketa Plaba Pura Dalem Desa Adat Kelecung dari Kantor Hukum Prima Aditya Legal Service. (BB)
Denpasar | barometerbali – Tjokorda Gde Ngurah Sumarawisnuartha (Tjok Wah), kuasa hukum Pura Dalem Desa Adat Kelecung selaku Tergugat I dalam gugatan Perdata No. 90/PDT.G/2023/PN TAB di Pengadilan Negeri (PN) Tabanan oleh A A Mawa Kesama Cs selaku pihak Penggugat, memastikan Duplik terpenuhi untuk menjawab Replik Penggugat dalam agenda sidang online (e-court) pekan depan, Senin (18/9/2023).
“Dalam agenda berikutnya tentu kami akan memberikan tanggapan terhadap Replik dari Para Penggugat, sehingga proses persidangan dalam agenda jawab-menjawab tersebut bisa terpenuhi sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tabanan,” ungkap Tjok Wah dari Kantor Hukum PALS Klungkung kepada wartawan, Rabu (13/9/2023).
Menurut Tjok, meski persidangan e-court sempat ditunda oleh pihak Penggugat, materi Replik akhirnya telah dikirimkan melalui system e-letigasi pada e-court Mahkamah Agung, Senin (11/9/2023).
“Materi (Replik, red) sudah dikirimkan kuasa penggugat kemarin, kami pastikan akan menjawab di persidangan berikutnya. Sidang online melalui sistem e-court ini sangat memudahkan bagi kami, selaku Kuasa Hukum Tergugat,” jelasnya.
Selanjutnya, putra dari Tokoh Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Smaraputra tersebut menambahkan, melihat perkara ini secara adat dan budaya, pihaknya sangat menyayangkan sikap-sikap dan pernyataan para pihak Penggugat mengatasnamakan Puri/Jero melawan Pura Dalem Desa Adat Kelecung, karena menurutnya Pura itu tidak ada kepentingan apa-apa, selain hanya ngayah.
“Gugatan yang ditujukan kepada pura dalem menurut kami tidak mempunyai urgensi terhadap pelestarian tanah Bali, sekarang kepentingan Penggugat terkait perkara ini apa? Mesti diungkap motifnya, karena jika bicara Pura dengan Plabe (aset, red) nya, maka penting Pura-pura itu memilik pelabe atau padruwen, agar dapat dipergunakan untuk menunjang kegiatan adat, baik upacara di Pura itu sendiri maupun pemajuan desa adat, sehingga keberlangsungan dan eksistensi Pura atau desa adat itu sendiri dapat dipertahankan,” tegas Tjok Wah.
Pihaknya juga menyakini, kedepan tidak akan ada pengerahan massa dalam perkara ini untuk mempengaruhi putusan hakim. Tetapi, hanya sebuah solidaritas spontan Masyarakat Adat Kelecung atas keprihatinannya sebagai pengempon pura dalem, dimana kedudukannya sebagai desa adat mempunyai wilayah, tentu merasa terusik ketika pura mereka menjadi subjek gugatan.
“Para Penggugat konon pengayah ke Pura Taman, tetapi kenyataanya secara koomparisi surat gugatan menggugat secara pribadi. Sebagai informasi, kami di Puri Klungkung justru menyerahkan pura atau tanah kepada desa adat agar masyarakat dapat memanfaatkannya, sebagai tempat pemujaan. Sehingga hubungan Pura, Puri dan Krama (masyarakat adat, red) menjadi harmonis demi kepentingan ngayah (kerja sukarela, red) tadi,” imbuhnya.
Dikatakannya, Pura Taman jika dilihat dari fungsinya sebagai pengingat/pinget, bahwa di tempat itu pernah terjadi sesuatu/peristiwa tertentu. Sedangkan Pura Dalem adalah bagian dari syarat keberadaan Desa Adat yang mempunyai wilayah, sesuai konsep Tri Khayangan Tiga-Desa (Puseh, Desa, Dalem), dimana selama ini kegiatan upacara kedua pura tersebut (Pura Taman dan Pura Dalem) dapat berjalan Harmonis.
“Dalam sebuah video beredar, dibuat oleh Para Penggugat yang mana dalam video tersebut banyak fakta diputarbalikkan. Contohnya, ada statement masyarakat melakukan intimidasi berupa penutupan jalan, sedangkan pada kenyataannya justru masyarakat yang sering mendapatkan intimidasi. Kami sebagai kuasa hukum telah memberikan pemahaman kepada masyarakat Desa Adat kelecung untuk menahan diri tidak melakukan tindakan di luar koridor hukum,” tutupnya.
Baca juga: “Dwipayana Ungkap E-Court Terbuka untuk Umum”
Seperti yang diberitakan sebelumnya, A A Sagung Ratih Maheswari dari Sejati Law Office, Penasihat Hukum (PH) A A Mawa Kesama selaku pihak Pengguat dalam gugatan perdata No. 190/Pdt.G/2023/PN. Tabanan terhadap Pura Dalem Desa Adat Kelecung (Tergugat), menyebut wartawan menyalahi kode etik profesi saat mempertanyakan alasan pihaknya menunda agenda sidang Replik, yang dijadwalkan akan berlangsung pada Senin mendatang oleh Pengadilan Negeri (PN) Tabanan.
“Pak wartawan yang saya hormati. Bapak tau etika profesi kan. Jadi jangan memaksa, hal tersebut sudah biasa di persidangan. Mereka (Tergugat, red) loh waktunya 2 minggu untuk jawab gugatan kami,” tegas Sagung Maheswari kepada wartawan yang bertanya via pesan singkat whatssapp (WA), Selasa (5/9/23).
Hal tersebut diungkapkan Sagung kepada wartawan resmi yang bertugas meliput perkembangan kasus Sengketa Pura Dalem Desa Adat Kelecung, karena hanya mempertanyakan alasan dasar pihak penggugat (A A Mawa Kesama) menunda agenda Replik dalam persidangan E-Court, yangseharusnya berlangsung pada 4 September 2023 dilanjutkan pada 11 September 2023.
“Mestinya media ini menanyakan kami dulu, apa kami mau ditanya atau tidak? Ga semua hal terkait persidangan harus di publish (publikasi, red),” ungkapnya seolah geram terhadap wartawan yang memang tugas utamanya adalah bertanya. (BB/212)