Fenomena Doksing Wartawan Senior di Bali, Pakar Pidana: Mengancam Kebebasan Pers

Foto: Dr. Dewi Bunga, pakar hukum pidana. (BB/212)
Denpasar | barometerbali – Dr. Dewi Bunga selaku Pakar Hukum Pidana mengatakan, adanya fenomena Doksing (menyebarkan informasi pribadi tanpa izin) yang menimpa salah satu wartawan senior di Bali, I Gusti Ngurah Dibia, adalah tindakan yang mengancam kebebasan pers.
“Delegitimasi ini artinya ada upaya untuk membuat jurnalis tidak dipercaya. Jika dulu penyerangannya secara fisik misalnya penganiayaan, pembunuhan, ancaman secara fisik kini bergeser dengan penyebaran data pribadi,” jelasnya kepada wartawan di Denpasar Bali, Sabtu (30/9/2023).
Diketahui sebelumnya, doksing merupakan istilah yang digunakan untuk mengacu pada tindakan seseorang atau sekelompok orang yang mencari, mengumpulkan, dan membagikan informasi pribadi tentang individu atau entitas lain secara daring (online) yang cenderung ilegal dan tanpa hak.
Lebih lanjut, pihaknya menyebutkan, peristiwa ini berpotensi menjadi perilaku cyberbullying (perundungan siber) yang dapat menghancurkan reputasi korban.
“Pelakunya tidak lagi dokser saja, tapi juga mengundang warganet untuk ikut menjadi pelaku bullying dari obyek data pribadi yang tersebar itu,” imbuhnya.
Selain itu, Akademisi Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar ini menambahkan, doksing dalam jangka panjang dapat berdampak pada kondisi psikologis korban.
“Gangguan kesehatan mental, diberhentikan dari pekerjaan, dikucilkan dalam komunitas sosial bahkan menjadi target kejahatan yg lebih besar dan Ini juga berdampak ke keluarganya,” rincinya.
Dengan demikian, dirinya mengimbau seluruh masyarakat dapat secara bijaksana dalam meninggalkan jejak digitalnya di Internet. Terlebih, doksing memiliki peluang untuk dipidanakan.
“Bisa dikenai Pasal 65 UU tentang Data Pribadi dan jika sudah ada indikasi pencemaran nama baik bisa ditambah dengan Pasal 27 (3) UU ITE,” pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya wartawan senior Bali, I Gusti Ngurah Dibia yang merupakan pemimpin redaksi (Pemred) wacanabali.com dan barometerbali.com melaporkan dua akun Facebook (FB), Info Jagat Maya dan Opini Bali secara resmi ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali. Keduanya diduga telah memfitnah dan menyebarkan hoaks di media sosial Facebook.
“Tujuan saya melaporkan pemilik akun Info Jagat Maya dan Opini Bali, karena sudah menyebarkan informasi bohong yang menyerang pribadi saya. Foto saya diambil tanpa hak dan nama saya dicatut, disebut sebagai admin FB Global Bali Dewata dan disebar secara masif di beberapa group FB. Ini jelas ada itikad tidak baik dari pelakunya,” tandas Ngurah Dibia selaku pelapor didampingi kuasa hukumnya Jro Komang Sutrisna, SH dan Komang Suasmara, SH, MH, saat ditemui di Polda Bali, Kamis (21/9/2023).
Jro Komang Sutrisna mengaku heran bagaimana pelaku mengambil foto kliennya (Ngurah Dibia, red), dikatakan sebagai pengelola akun Global Bali Dewata dan menyebarkan fitnah lewat akun Facebook (FB) Info Jagat Maya dan Opini Bali. Ia mencurigai ada tiga nama, yang nanti jika cukup bukti akan disampaikan ke penyidik.
“Kami mencurigai ada tiga nama. Klien kami ini profesinya wartawan utama dan nama baiknya dicemarkan. Selain sekarang sebagai Pemred wacanabali.com dan barometerbali.com juga menjadi Sekretaris terpilih Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bali,” ungkap Jro Komang Sutrisna usai pelaporan.
Lebih lanjut dijelaskan, selama ini instrumen perlindungan terhadap profesi wartawan telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam UU Pers Pasal 1 ayat (8), perlindungan sebagai sebuah entitas.
“Instrumen perlindungan wartawan secara detail sudah ada dalam UU Pers. Di sini sudah ada definisi yang jelas, termasuk doksing,” terang pengacara yang juga mantan wartawan Kelompok Media Bali Post.
UU Pers juga menjamin kemerdekan pers sebagai hak asasi warga negara dalam menjalankan pekerjaannya.
“Pasal 4 ayat (2), tertulis perlindungan terhadap wartawan. Karena itu, tidak boleh ada larangan atau ancaman bagi wartawan. Terlebih tindakan doksing yang mengancam kebebasan pers,” tutup Jro Komang Sutrisna. (BB/212)