Dilarang Bertemu Anak, Paul Mohon Perhatian Pemerintah
Foto: Paul La Fontaine (kiri) ditemani sang ayah mengutarakan kesedihannya karena setahun lebih dilarang mantan istri menemui anak kembarnya saat bertemu awak media di Denpasar, Senin (13/11/2023). (Sumber: Ngurah Dibia)
Denpasar | barometerbali – Seorang ayah berkewarganegaraan Australia, Paul La Fontaine mengaku menderita lahir batin karena dirinya tidak bisa menemui kedua putri kembarnya selama setahun lebih.
“Vila pribadi yang dibeli dari uang saya sendiri kini hendak dikuasai mantan istri saya,” ungkap Paul saat konferensi pers di Denpasar, Senin (13/11/2023).
Demikian juga perjanjian hak asuh anak dilanggar secara sepihak oleh mantan istrinya inisial Adn, dengan alasan Paul tidak waras dan temperamental. Hal tersebut dilontarkan berkali-kali sehingga Paul merasa tindakan mantan istrinya termasuk character assassination (pembunuhan karakter, red) untuk menghilangkan hak perwaliannya.
“Sebenarnya saya kecewa bila dikatakan tidak waras karena hal tersebut merupakan luapan rasa rindu saya kepada kedua putri kandung yang sangat saya cintai,” lanjut Paul.
Alih-alih mau melihat dan menemui putri kembarnya, sang mantan istrinya kini malah menggugat hak perwalian anaknya sepenuhnya 100 persen di PN Denpasar yang sudah bergulir beberapa waktu belakangan ini, hal ini jelas melanggar dan melecehkan kesepakatan terdahulu.
Terkait pemberitaan yang menyudutkan posisinya, dirinya mempunyai hak jawab dan merasa perlu untuk menjelaskan fakta yang sebenarnya dan pengaruhnya terhadap kedua putri kembar saya.
“Sejujurnya aku dilarang keras untuk menemui putri-putriku tercinta sementara upaya pemerasan mantan istriku membuatku tidak bisa bersama mereka selama lebih dari setahun sekarang,” imbuhnya.
Paul menyebutkan mantan istrinya melanggar dan tidak menghormati serta tidak menjalankan putusan pengadilan terkait dengan hak asuh anak, yang mana hak asuh kedua putri kembarnya adalah dalam pengasuhan bersama ayah dan ibunya.
“Mantan istri saya mengajukan gugatan hak asuh anak meminta agar pengasuhan anak-anak persen diasuh oleh mantan istri saya, dan meminta 100 persen vila keluarga kami,” keluh Paul.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung pada tanggal 3 Agustus 2022 mengukuhkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar bulan April 2022 tentang hak asuh anak dengan hak yang sama atau setara, namun kemudian hal tersebut terang-terangan diabaikan oleh ibu anak tersebut.
Pada saat itu mantan istri Paul malah mengajukan gugatan hak asuh sepenuhnya dan mengabaikan hak-haknya. Paul menegaskan tidak ada keinginannya untuk menguasai hak asuh tersebut. Dirinya hanya minta keadilan dan dapat bertemu secara berkala dengan kedua putri kembarnya dan bertanggung jawab terhadap kesehatan dan pendidikan anak-anaknya, cuma itu keinginannya.
Terkait insiden klub Pantai Mazu. “Saat itu, saya telah mempersiapkan pesta ulang tahun putri saya yang ke-4 di mana saya membuat kue dan membawa sepeda baru di antara hadiah-hadiah lain dari teman-teman. Saya juga mengharapkan adanya pertukaran hak asuh anak yang diatur oleh petugas PP2A yang hadir.
Namun mantan istrinya diduga mempunyai rencana lain di acara bahagia tersebut dan membawa serta 6 preman bayarannya untuk menggagalkan pertukaran hak asuh putri kembar saya yang sempat disembunyikan sejak 26 Agustus 2022.
“Mereka disembunyikan di kawasan Benoa, Bali dengan pria aneh, asing bagiku dan putriku. Faktanya dia adalah pasangan mantan istri saya, yang belum pernah saya lihat sebelumnya dan kemudian menikahinya. Dia meminta saya membayar uangnya untuk mengembalikan anak-anaknya,” kata Paul.
Ia menolak membayar uang tebusan seperti yang disarankan oleh pengacaranya. Ketika tiba waktunya untuk menyerahkan anak-anak itu kepadanya, Paul dengan penuh kasih mengambil satu anak, tetapi saat ia melakukannya, mantan istriku berteriak dan berkata, “Persetan!”.
“Hal ini memicu 5 preman bergaya mafia dari geng lokal untuk mendorong ke dalam ruangan kecil itu. Seorang mantan tentara Australia, mengenakan seragam tempur dan rompi, merekam dengan kamera, sementara 2 preman menghalangi jalan keluar saya untuk mendapatkan udara bagi putri saya, yang menderita kecemasan dan serangan panik. Saya diserang secara fisik, didorong ke samping dan putri saya ditarik dari pelukan saya dengan cara yang kasar dan dia diambil dari saya tanpa mempedulikan keselamatannya. Ketika drama ini terjadi, semua orang, termasuk petugas PP2PA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), menyaksikan” tutur Paul.
Ketiak itu Paul justru berteriak agar ibu mereka berhenti melakukan apa yang sudah jelas-jelas direncanakannya. Menurut Paul mantan istrinya tidak akan pernah memberikannya anak itu. Teriakannya dirancang untuk menakut-nakuti anak yang mengalami trauma, sehingga dia takut akan nyawanya. Saking mengerikannya kejadian tersebut, salah satu petugas PP2PA menangis karena kehilangan kendali,” tandas Paul.
Paul saat itu mencoba mengejar putrinya yang diantar ke dalam mobil dan diusir. Ia mengaku ngeri dengan apa yang terjadi dan takut tidak akan pernah melihat putri kembarnya lagi. Hingga kini Paul memang tidak pernah melihat mereka lagi. Kini mantan istrinya malah tidak memperbolehkan Paul untuk bertemu dengan anak-anak kandungnya yang sangat dicintainya.
“Saya berharap kasus ini dapat diatensi pemerintah dan lembaga-lembaga lainnya terkait dilanggarnya hak perwalian anak yang telah disepakati sebelumnya,” pinta Paul La Fontaine.
Mantan istri Paul, Adn hingga saat ini belum bisa dihubungi oleh awak media untuk dimintai komentarnya. (213)
Editor: Ngurah Dibia