Hasil Audit Yayasan Dhyana Pura Diduga Dipaksakan, Terdakwa Dinilai jadi Korban Kriminalisasi

Foto: Tim Penasihat Hukum Terdakwa I Gusti Ketut Mustika, menguak sejumlah kejanggalan dari hasil audit yang dilakukan pihak Kantor Akuntan Publik (KAP) Ramantha pada sidang lanjutan yang digelar di PN Denpasar, Selasa (25/6/2024). (Sumber: BB/213)
Denpasar | barometerbali – Penasihat Hukum Terdakwa I Gusti Ketut Mustika, Sabam Antonius Nainggolan, SH menyatakan hasil audit Yayasan Dhyana Pura dipaksakan dan terdakwa dinilai telah menjadi korban kriminalisasi dalam persidangan kasus dugaan penggelapan dana Yayasan Dhyana Pura (YDP).
Ia menilai dalam beberapa kali persidangan, semakin menguak sejumlah kejanggalan yang dilakukan oleh pihak pelapor dalam hal ini Ketua Yayasan Dhyana Pura tahun 2020-2024 Pdt. Dr. Ketut Siaga Waspada.
Sabam menyebutkan hasil audit tersebut, tidak dimasukkan proses audit terhadap pembangunan proyek gedung E yang nominalnya sekitar Rp12 miliar lebih.
Lebih lanjut ia menerangkan proyek pembangunan tersebut tidak masuk dalam aktivitas yang mendukung bukti dalam perkara ini. Meski demikian, ternyata dalam rekening koran, proyek itu justru ada dalam BAP lembar hasil audit yang dilakukan KAP Ramantha.
“Yang kita hitung, dari hasil audit, tidak dimasukkan terkait pembangunan proyek gedung E yang nominalnya sekitar Rp12 miliar lebih. Itu bahkan tidak masuk dalam aktivitas yang mendukung bukti,” cetus Sabam.
Terkait pencairan cek, ia juga menemukan kejanggalan, sudah sepatutnya menjadi pertanggungjawaban yang mencairkan. Dari hasil konfirmasi, terkait pencairan cek dimaksud, dilakukan atas nama-nama di unit-unit masing-masing.
“Ketika ditanya, pencairan cek di unit-unit masing-masing, yang melakukan rekap dilakukan rekap konsolidasi dan pertanggung jawaban ke unit masing masing,” jelasnya.
Ia juga menemukan adanya penarikan cek dari setiap unit yang jumlahnya sekitar Rp18 miliar, dan itu tidak dimasukkan ke dalam kolom pengeluaran cek. Dengan demikian, hal inilah yang mengakibatkan terjadinya selisih yang sangat besar pada hasil audit dimaksud.
Dengan adanya kejanggalan tersebut, saksi yang dihadirkan pada persidangan, justru tetap pada keyakinannya kalau kasus ini merupakan kasus penggelapan. Padahal, sudah jelas adanya kejanggalan-kejanggalan. Namun demikian pihaknya sebagai penasehat hukum, akan tetap berusaha untuk memempertimbangkan upaya hukum.
Ketiga saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan yakni, Pdt. Dr. I Ketut Siaga Waspada, I Made Darmayasa, SE, MM, I Nyoman Agustinus, MTh, ternyata tidak mengetahui terkait dana-dana yang keluar dari Yayasan. Baik itu untuk proyek pembangunan, maupun dana uang melalui penarikan cek. Tentu hal ini sangat janggal apalagi mereka ini merupakan pengurus yayasan. Begitu juga saat dilakukan audit, tentu sangat disayangkan kalau mereka tidak tahu terkait dana-dana yang keluar, sampai ditetapkan hasil audit.
Khusus untuk saksi Agustinus, yang sebelumnya selaku anggota pembina yayasan YDP periode 2016-2020, dan berlanjut sebagai ketua pembina 2020-2024, justru tidak tahu terkait permasalahan ini. Hal itu juga kembali terlihat, saat dilontarkan pertanyaan dalam persidangan, dia justru lebih banyak menjawab tidak tahu. Tentu ini sangat janggal karena ia sebagai Pembina pada YDP.
“Yang menarik lagi, hakim pada saat persidangan, sempat menanyakan kepada saksi pelapor, terkait selisih dana yang ditimbulkan itu, apakah dinikmati terdakwa?, ternyata saksi ini tidak bisa menjawab. Ini artinya perkara ini seharusnya tidak bisa disidangkan. Karena perlu dikaji lagi tentang independensi hasil audit, audit ini dibiayai oleh siapa?,” sentilnya.
Dari penelusuran pihak penasihat hukum, kasus dugaan ini sebenarnya tidak bisa disidangkan. Karena berdasarkan Undang-undang, Pasal 50 ayat 3 uu no 16 th 2001 tentang Yayasan, begitu juga dalam AD-ART Yayasan, ketika telah dilakukan serah terima laporan kepada pembina, maka pertanggung jawaban pengurus dalam kepengurusannya tidak dibebankan lagi atau dilepaskan pertanggungjawabannya.
Sehingga dengan ini pengurus tahun 2020-2024 telah melanggar AD-ART dan Undang-undang. Inilah kata dia, yang terungkap di dalam persidangan.
“Kalau kita menafsirkan,ada beberapa poin yang dilanggar, yakni Undang-Undang, AD-ART Yayasan, Independensi, dan Hasil Auditnya,” rincinya.
Hai itu karena, saat audit dilakukan, bahkan tanpa didampingi pengawas dan pengurus tahun 2016-2020. Seharusnya ketika mengaudit anggaran di tahun 2016-2020, sebagai pengurus saat periode itu, tentu harus dihadirkan, dan bertanggung jawab menyajikan data. Kemudian dari hasil audit, kedua terdakwa juga tidak pernah dimintai klarifikasi tentang temuan, dan audit bisa dikatakan dilakukan sepihak.
Ia juga menyayangkan, hasil audit yang dijadikan dasar laporan di kepolisian, tanpa adanya konfirmasi kepada semua pihak pemangku kepentingan, serta tanpa ditunjang data-data yang lengkap dan valid. “Sungguh suatu hal berbahaya karena hal tersebut bisa berakibat fatal bagi orang yang dituduhkan,” pungkas Rudi Hermawan, SH, didampingi Anindya Primadigantari, SH, MH, I Putu Sukayasa Nadi, SH, MH, dari Kantor Hukum SYRA Law Firm.
Dimintai tanggapan terkait jalannya persidangan, kuasa hukum pelapor Johny Riwu saat dihubungi per telepon Senin (24/6/2024) menegaskan kebenaran formil dalam kasus ini menurutnya sudah lewat.
“Artinya mereka lapor pembina tidak sah, pengurus yayasan atau pelapor tidak sah, itu sudah lewat. Sudah ditutup dan itu sudah terungkap dalam persidangan dengan keterangan saksi-saksi.
Mengenai kebenaran materiil tentang penggelapan, Johny menyentil pihak terlapor harus bisa menyampaikan bantahannya.
“Setiap yayasan mesti punya jurnal dan buku besar. Itu yang tidak ada. Mereka harus bantah. Kalau mereka tak bisa bantah dalil yang dituduhkan oleh pengurus yayasan, kan kita sudah buktikan itu lewat dakwaan itu. Dari Polda penyidikan, lari ke pelimpahan jaksa, jaksa sudah ada dakwaan kan? Tinggal mereka bantah. Bisa ga mereka bantah? Itu aja,” tutup Johny.
Sebelumnya Tim Penuntut Umum diketuai Dewa Gede Anom Rai, SH, MH dalam dakwaannya menyatakan bahwa akibat perbuatan Terdakwa I Gusti Ketut Mustika, SSos, MM selaku Ketua Yayasan Dhyana Pura periode 2016-2020 bersama-sama dengan Terdakwa 2 R. Rulick Setyahadi, SE, MSi (Bendahara Yayasan Dhyana Pura periode 2016-2020), Yayasan Dhyana Pura mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp25.572.592.073,46 (dua puluh lima miliar lima ratus tujuh puluh dua juta lima ratus sembilan puluh dua ribu tujuh puluh tiga rupiah empat puluh enam sen).
Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (213)
Editor: Ngurah Dibia