Sunday, 27-04-2025
Hukrim

Menara Suar di Nusa Penida “Error in Objecto”, Disnav Benoa Digugat

Disnav Siapkan Jawaban Banding

Kolase foto: Menara Suar di Dusun Sedihing, Desa Sekartaji, Nusa Penida, Klungkung (kiri) milik Disnav Tipe A Kelas II Benoa disebut salah obyek. Advokat Nyoman Samuel Kurniawan, SE, SH, MH, CLA (tengah( dan Ahli Hukum Perdata Dr Ketut Westra. (Sumber: barometerbali/disnavbenoa.id)

Denpasar | barometerbali – Menara suar atau mercusuar disinyalir pembangunannya dilakukan di lahan bukan miliknya, Distrik Navigasi (Disnav) Tipe A Kelas II Benoa, instansi di bawah Kementrian Perhubungan, Dirjen Perhubungan Laut menuai gugatan hukum. Pasalnya menara suar tersebut didirikan di lokasi yang salah alias error in objecto di Dusun Sedihing, Desa Sekartaji, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung.

Proyek yang semula direncanakan untuk meningkatkan keselamatan pelayaran, kini justru berbuntut menuai kontroversi. Belakangan muncul dugaan lahan yang digunakan merupakan milik masyarakat dan pembangunannya tanpa izin yang sah dari pemiliknya.

Warga bernama Valent Yusuf bersama Pan Puspita mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, mengklaim bahwa pembangunan menara suar ini dirasa telah menyerobot lahan yang telah menjadi miliknya, dan saat ini sedang dalam proses banding.

“Tidak ada seorang pun dari para klien kami yang pernah diajak berkoordinasi untuk pembangunan (menara suar, red), apalagi memberikan izin. Bahkan kenal saja tidak,” terang Nyoman Samuel Kurniawan, S.E, S.H, M.H, C.L.A selaku kuasa hukum Para Penggugat di halaman PN Denpasar, Kamis (25/07/2024)

Kronologis Hingga Muncul Gugatan di Pengadilan Negeri Denpasar

Pengacara Nyoman Samuel Kurniawan menyampaikan kronologis munculnya perkara ini berawal dari salah satu kliennya, yakni Pan Puspita sebagai pemilik awal mengadukan adanya Mercusuar di atas tanah miliknya di Sedihing Nusa Penida.

“Setelah kami telusuri sampai pada Disnav Benoa. Kami ditunjukkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 001/Desa Sekartaji yang menunjukkan tanah Disnav berada dalam areal tanah I Pegeg,” bebernya. 

Ia pun mengatakan sudah bersurat ke Kantor Pertanahan Klungkung untuk mendapat kepastian dan ternyata Disnav Benoa salah membangun di atas tanah milik kliennya, bukan di atas tanah milik Disnav. 

Lebih lanjut Nyoman Samuel mengatakan, semula pihaknya ingin masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan, karena hanya meminta agar towernya (menara) dipindahkan ke tanahnya, dan untuk itu meminta agar Kantor Pertanahan Klungkung bersedia membantu untuk mediasi, namun setelah mediasi, Disnav tetap bertahan dengan alasan, manara suar itu sudah lama berdiri dan kenapa baru sekarang dipermasalahkan? 

Pertanyaan ini pun dikatakan sudah dijawab berulang kali, bahwa pemilik tanah sebagai masyarakat kecil dan awam takut berhadapan dengan pemerintah yang berseragam dan baru sekarang bertemu dengan tim lawyer yang bersedia membantu. Dan dalam rapat mediasi terakhir sebutnya, pimpinan Disnav bersurat agar perkara ini diselesaikan lewat jalur hukum pengadilan. 

“Akhirnya kedua klien kami, pemilik tanah lama dan baru menggugat Disnav pada tanggal 18 September 2023,” terang Nyoman Samuel. “Karena kami sangat menghormati Disnav sebagai bagian dari pemerintah, maka kami tidak menempuh proses pidana atas perkara ini dan dalam gugatan perdata pun kami hanya meminta agar tower milik Disnav itu dipindahkan ke tanah milik Disnav,” imbuh Nyoman Samuel.

Abaikan Bukti? Diputus “Niet Ontvankelijke Verklaard” atau “NO”

Meski mengantongi bukti-bukti yang kuat, gugatan warga ini dikabarkan tidak berjalan mulus. Dalam peradilan tingkat pertama, hakim memutus Niet Ontvankelijke Verklaard alias ‘NO’ dengan pertimbangan kurang pihak, yaitu karena tidak menggugat Kantor Pertanahan Klungkung dan I Pegeg.

“Menjelang putusan berbagai keganjilan muncul. Seperti ditundanya putusan perkara 1002/Pdt.G/2023/PN Dps dalam waktu sangat lama. Seharusnya tanggal 10 Juni 2024 diundur 1 Juli 2024, ini pun ditunda lagi menjadi tanggal 15 Juli 2024,” singgung Nyoman Samuel.

Ia mengungkap penundaan pembacaan putusan ditengarai ada kaitannya upaya pembatalan SHM nomor 734/Desa Sekartaji milik kliennya dengan melibatkan oknum-oknum yang berusaha menjustifikasi penyerobotan lahan kliennya tersebut. 

“Selain bukti-bukti disuguhkan dalam persidangan diabaikan, apa kami khawatirkan dalam penundaan putusan itu terjawab. Ada upaya penyelundupan hukum keperdataan baik administrasi dalam tenggang waktu yang dilakukan BPN untuk membenarkan tindak pidana penyerobotan,” ungkapnya. 

Hal ini sebutnya, benar-benar cara yang sangat tidak patut, bila pemerintah berupaya menjustifikasi tindak pidana penyerobotan lahan, dengan mencabut hak warga atas tanah yang diserobot tersebut. 

“Padahal tanahnya bersumber dari hak pipil dari sejak dahulu kala, dan saat ini sudah bersertifikat dan sudah dijual ke pemilik yang baru,” tegasnya dengan nada prihatin. 

Apa pun kata Nyoman Samuel, pembatalan atas keseluruhan maupun sebagian dari SHM 734/Desa Sekartaji atas dasar permohonan dari pemohon yang melakukan penyerobotan pembatalan adalah tindakan kejahatan. Keadaan ini tentu tidak patut dilaksanakan sepanjang tidak ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan dalam konteks persidangan yang berbeda dengan yang sedang kami jalani.

Upaya Banding Berharap Negara Hadir

Kuasa hukum warga Nyoman Samuel mengaku dalam perkara ini, kliennya diserang juga dari sisi nonlitigasi, yaitu ketika persidangan berlangsung, tiba-tiba muncul intervensi dari oknum-oknum tertentu, termasuk meminta agar Kantor Pertanahan mencabut sertifikat tanah.  

Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Denpasar, sudah dilakukan upaya banding melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri Denpasar. Pihaknya juga mengaku telah mengirimkan surat tanggapan yang ditembuskan kepada DPR RI Komisi 3 dan 11, Menteri ATR-BPN RI, Menkopolhukam RI, Menkumham RI, Menteri Perhubungan RI, Menteri Keuangan RI hingga Presiden RI Joko Widodo dan berharap pengadilan tinggi masuk lagi ke pokok perkara.  

“Pada intinya ini bukan perkara overlapping atau tumpang tindih tanah atau sengketa kepemilikan tanah! Hak atas tanah masing-masing pihak sudah sangat jelas dan kami menghormati itu, termasuk statusnya sebagai aset negara kita. Namun dalam perkara ini yang terjadi adalah penyerobotan lahan, dan kami hanya meminta agar tower Disnav dipindahkan ke atas milik Disnav yang sudah terdaftar sebagai Aset Negara tersebut,” tegasnya sambil mewanti-wanti agar tidak dipelesetkan melebar kemana-mana.

Kembali terkait upaya banding, Ia menegaskan, putusan hakim pada persidangan pertama sangat dihormati. Namun pihaknya mengaku bingung lantaran pertimbangan hakim tidak sesuai hukum acara. Bahwa gugatannya disebut kekurangan pihak dari pihak-pihak tak ada relevansinya menurut Hukum Acara Perdata.

“Dalam hal ini hukum acara menegaskan tidak ada sangkut pautnya antara meminta Disnav memindahkan towernya ke tanah milik Disnav, dengan pihak Kantor Pertanahan Klungkung dan pihak I Pegeg, seperti pertimbangan hukum majelis hakim di dalam putusan. Dalam hal petitum kami hanya minta agar Disnav memindahkan towernya ke tanah yang sah dimilikinya, sehingga sama sekali tidak ada alasan hukum untuk menggugat Kantor Pertanahan Klungkung dan I Pegeg apalagi menyertakannya sebagai Turut Tergugat” tandas Nyoman Samuel.

Ahli Hukum Perdata Sebut Salah Obyek

Ahli Hukum Perdata Fakultas Udayana, Dr I Ketut Westra, SH, MH, berpendapat, bahwa dalam perkara ini, lahan itu tidak ada overlap. Kalau overlap itu kan di satu bidang tanah berhimpitan ada beberapa sertifikat. Ia menegaskan dokumen hak jelas, di masing-masing bidang hanya ada satu sertifikat tidak merupakan permasalahan overlap. 

“Menurut pendapat saya pembangunan mercusuar ini salah objek atau error in objecto. Mercusuar ini dibangun di atas tanah yang tidak seharusnya. Dengan adanya mercusuar ini menimbulkan kerugian bagi pemilik tanah. Kerugian-kerugian ini sebenarnya dapat dituntut secara hukum,” jelasnya.

Seharusnya sambung ahli, pendirian mercusuar ini dilakukan di atas tanah atau objek tanah yang menjadi milik dari pemerintah atau Disnav namun ternyata ini didirikan di atas tanah orang lain.

Lebih lanjut ahli Ketut Westra juga menerangkan, perbuatan melawan hukum pasal 1365 KUHPerdata yang mana pada prinsipnya setiap perbuatan melanggar hukum dan menyebabkan kerugian bagi pihak lain, maka pihak yang menyebabkan kerugian wajib mengganti kerugian ditimbulkan karena kesalahannya. 

“Dalam perkembangan sekarang, perbuatan melawan hukum juga diperluas termasuk perbuatan melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum dan melanggar kewajiban hukumnya sendiri. Jadi ini lebih tepatnya kita lihat sebagai dilanggarnya hak orang lain yang dijamin oleh hukum atas kepemilikan tanah tersebut,” tutup Ketut Westra.

Disnav Siap Tanggapi Memori Banding

Dikonfirmasi terkait adanya upaya banding yang diajukan pihak Valent Yusuf dan Pan Puspita melalui kuasa hukumnya Nyoman Samuel, Kepala Disnav Benoa, Azhar Karim mengaku pihaknya tengah menyiapkan jawaban atas memori banding tersebut. 

“Terkait banding, kami sudah ada tim hukum dari kantor pusat yang menangani. Jadi sudah ditangani tim hukum di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Kami tetap ikuti sesuai dengan memori banding mereka. Dan kami juga sedang siapkan jawaban terkait banding mereka,” ujar karim dihubungi Senin (12/8/24).

Azhar Karim mengaku akan menghormati apapun keputusan banding nanti. Ia mengatakan akan tetap mengikuti jalur sebagaimana yang ditentukan dalam hukum. “Apapun keputusannya nanti, kita tetap akan mengikuti kesempatan-kesempatan yang diberikan di jalur hukum, sesuai dengan ketentuan,” kata KaDisnav Benoa yang menjabat sejak September 2021 itu. 

Disnav Akui Ajukan Pembatalan SHM 734/Desa Sekartaji Setelah Berkoordinasi dengan BPN

Azhar Karim juga membenarkan pihaknya mengajukan permohonan pembatalan SHM Nomor 734/Desa Sekartaji. Azhar mengaku permohonan pembatalan itu dilakukan setelah pihaknya berkoordinasi dengan Kepala Kantor Pertanahan Bali dan pusat. 

“Memang kami ada mengajukan itu. Jadi setelah kami koordinasi dengan teman-teman di BPN, baik di kantor Kantah maupun yang di pusat (Kementerian ATR/BPN). Pembatalan sertifikat itu memang dimungkinkan di UU Agraria,” akunya.

Sementara itu, dikonfirmasi terkait riwayat alas hak Disnav Benoa mendirikan tower mercusuar di lokasi tersebut, Azhar mengatakan tidak tahu persis. Ia enggan menjelaskan dengan alasan sudah diuraikan dalam persidangan.

“Kalau riwayat alas haknya saya gak tahu ya, karena itu dari pendahulu-pendahulu. Saya meneruskan kepemimpinan di Disnav Benoa sesuai sertifikat-sertifikat yang ada. Secara hukum sesuai alas hak yang ada. Dan, kalau masalah itu kan sudah diurai di pengadilan,” pungkas Azhar Karim. (213)

Editor: Ngurah Dibia

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button