SMSI Bali Dorong Media Online Mandiri dan Profesional
Rakorda SMSI Bali 2025 Dirangkai Sosialisasi Cinta Rupiah, QRIS dan Keamanan Digital dari Bank Indonesia

Kolase foto: Rakorda SMSI Provinsi Bali tahun 2025 dirangkai sosialisasi dari Bank Indonesia di Gedung PWI Bali, Jalan Gatot Subroto Tengah, Lumintang, Denpasar, Selasa (18/2/2025). (barometerbali/rah)
Denpasar | barometerbali – Di era digitalisasi, tantangan utama media online saat ini adalah pengelolaan manajemen yang belum profesional, sehingga sulit mencapai profit yang stabil.
“Oleh karena itu, media online di Bali didorong untuk lebih mandiri dan profesional dalam menghadapi tantangan industri digital, agar perlahan naik kelas. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan pihak eksternal agar lebih kuat,” ungkap Emanuel Dewata Oja selaku Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bali didampingi Sekretaris I Gusti Ngurah Dibia, Dewan Pembina Djoko Purnomo, dan Wakil Ketua Bidang OKK Agustinus Apollonaris K Daton saat diwawancarai awak media, di sela-sela acara Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) SMSI Provinsi Bali tahun 2025 di Gedung PWI Bali, Jalan Gatot Subroto Tengah, Lumintang, Denpasar, Selasa (18/2/2025).
Bahkan, imbuh Edo, panggilan akrabnya, Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Bali mendorong media untuk bersatu dalam organisasi, guna meningkatkan daya saing.
“Kita harus bergerak bersama. Kalau sendiri-sendiri, kurang efektif. SMSI sebagai organisasi media online terbesar di Indonesia bisa menjadi wadah untuk memperkuat manajemen dan profitabilitas media,” beber Edo.
Menurutnya, Rakorda SMSI Bali 2025 mengusung tema “Bergerak Bersama Majukan Media yang Mandiri” dengan melibatkan para pengurus dan anggota dari seluruh kabupaten/kota di Bali.
Tak hanya itu, hasil koordinasi dan komunikasi dengan SMSI Pusat dinyatakan SMSI Provinsi Bali menjadi provinsi pertama di Indonesia yang menggelar Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda).
Terlebih lagi, Keputusan Rakorda SMSI Bali akan dijadikan rujukan untuk seluruh provinsi di Indonesia.
“Rakorda SMSI Bali ini adalah Rakorda SMSI pertama di Indonesia di tingkat provinsi, sebab para pengurus di tingkat kabupaten dan kota di Bali sudah lengkap. Kepesertaan dalam Rakorda SMSI Bali akan menjadi model atau rujukan dari pengurus SMSI lainnya di seluruh provinsi di Indonesia,” terangnya.
Selain itu, permasalahan rekrutmen wartawan juga menjadi perhatian. Banyak media yang masih merekrut jurnalis tanpa kompetensi memadai, yang berisiko melanggar kode etik jurnalistik. Untuk itu, SMSI akan mengarahkan agar setiap provinsi dan kabupaten/kota mengadakan pelatihan bagi wartawan.
“Profesionalisme wartawan harus dijaga. Jangan sampai ada yang salah memahami Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Kita juga mendorong agar wartawan mengikuti uji kompetensi,” paparnya.
Hingga saat ini, SMSI Bali memiliki sekitar 52 anggota dan tercatat sebagai konstituen resmi Dewan Pers. Organisasi ini terbuka bagi media online yang ingin bergabung, dengan syarat memiliki badan hukum dan legalitas yang lengkap.
Terkait komite etik, SMSI Bali mengakui bahwa saat ini belum memiliki struktur khusus untuk menangani sengketa pers dan pelanggaran kode etik di internal organisasi.
“Komite etik di pusat pun belum ada, ini akan kami sampaikan agar ke depan bisa dibentuk untuk menangani persoalan yang muncul,” tandasnya.
Menariknya, Acara Rakorda SMSI Bali dirangkaikan dengan Sosialisasi Materi terkait Cinta Bangga Paham Rupiah disampaikan Analis Yunior Fungsi Perizinan Sistem Pembayaran dan Perlindungan Konsumen Bank Indonesia Laksono Kurniadi, serta Keamanan Digital dan QRIS dibawakan Analis Yunior Fungsi Implementasi Sistem Pembayaran BI Perwakilan Bali Abdurahman Zaki Mustofa serta Administrator Perkasan Bank Indonesia Perwakilan Bali, Sri Arya Manik Bagus Subhaga.
Laksono Kurniadi menyampaikan, Cinta Bangga Paham Rupiah mesti dipahami sebagai salah satu upaya menghindarkan masyarakat dari uang rupiah palsu.
“Masyarakat mesti paham perbedaan uang rupiah asli dan palsu. Ada tiga cara untuk mengenali uang rupiah itu asli atau palsu yakni 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang). Masyarakat bisa mengenali dari bahan baku (kertas), watermark (tanda air), desain yang spesifik, teknik cetak yang khusus serta kode (untuk tuna netra).
Sementara terkait pembayaran digital QRIS, Zaki Mustofa menjelaskan, QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) yaitu standar kode QR untuk pembayaran di Indonesia.
“Dengan QRIS, pembayaran lebih praktis, lebih cepat selesai, murah, mudah, aman (lindungi bisnis dari uang palsu) dan handal. Yang jelas, dengan QRIS, pembayaran dan transaksi menjadi CEMUMUAH (Cepat, Mudah, Murah, Aman, dan Handal),” tutup Zaki Mustofa. (rah)