Caption: Konsultan LPLPD Bali I Gusti Agung Rai Astika saat acara Dialog Bali Kedat 7 April 2021 lalu.
Denpasar | barometerbali – Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa sering disingkat LPLPD dari Provinsi Bali, mendorong Desa Adat se-Bali membuat pararem (kesepakatan adat-red) khusus sesuai dengan aturan desa adat setempat (awig-awig) guna penguatan LPD yang dimiliki desa adat.
Pararem khusus ini diharapkan menjadi payung, lebih kepada kepastian dan perlindungan hukum bagi desa adat serta krama adat dalam membangun usaha keuangan LPD.
“Dalam bimbingan teknis (bimtek) pararem khusus ini sudah berjalan di 6 Kabupaten terdiri dari 20 desa adat. Jadi totalnya baru 120 desa adat sudah didorong guna menyempurnakan pararem yang dapat menguatkan LPD. Sisanya lagi 3 kabupaten sampai tanggal 7 Juli 2021. Sehingga 180 desa adat di Bali sudah memiliki pararem ini,” terang I Gusti Agung Rai Astika selaku Pemerhati dan Konsultan LPLPD Provinsi Bali, Senin (28/06/2021)
Agung Rai menjelaskan, bahwa ada tiga poin penting harus disepakati dalam pembuatan pararem. Pertama sejalan dengan aturan pemerintah, kedua yaitu proteksi dan ketiga adalah adaptasi. Sejalan dengan aturan dimaksudkan, yakni tidak bertentangan dengan Perda dan Pergub Bali terkait LPD.
Sedangkan proteksinya, mesti dapat memberi kepastian perlindungan hukum. Terutama kepada desa adat sebagai pemilik LPD dan juga pengelola serta krama adat selaku nasabah. Poin ketiga pada konsep adaptasi dalam pararem dinarasikan Agung Rai harus mengikuti perkembangan zaman, perkembangan masyarakat dan perkembangan LPD itu sendiri.
“Pararem dibuat merupakan revitalisasi dari pararem sebelumnya guna menjawab tantangan ke depan. Menempatkan desa adat sebagai pemilik agar hadir dalam setiap persoalan dihadapi LPD. Menyadari bahwa LPD adalah milik desa adat, bukan milik pengurus, bukan milik LPLPD. Dalam desa adat sendiri ada krama adat. Jadi LPD ini milik krama adat se-Bali yang perlu dijaga dan bukan untuk dikecilkan,” singgungnya.
Perlu diketahui sambung Agung Rai, awal LPD berdiri merupakan hadiah dari Provinsi Bali kepada desa adat sebagai pemenang dalam lomba desa. Begitu juga kelanjutannya, diberikan dana hibah, besaran Rp 2,5 juta sampai Rp 5 juta, itu kepada desa adat bukan kepada LPD. Perkembangannya, guna menambah kas dan membangkitkan LPD diungkap, berapa dari desa adat melalui krama adat sendiri bahkan sampai melakukan urunan.
“Ini sangat jelas LPD itu milik desa adat. Jika muncul persoalan tentunya desa adat wajib hadir dan dihormati wibawanya. Ketika tidak puas dengan pengelolaan LPD, sepatutnya diselesaikan di desa adat dulu. Jika tidak bisa diselesaikan, baru desa adat yang melaporkan ke ranah hukum. Komunikasi ini perlu kita benahi di masyarakat dalam pararem khusus. Nantinya sebagai pedoman juga, membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan penegak hukum. Baik Kepolisian dan Kejaksaan,” beber Agung Rai.
Harapannya, revitalisasi pararem setiap desa adat nanti tidak saja untuk memayungi LPD sebagai sektor ekonomi adat. Namun juga menjaga adat budaya kearifan lokal dresta bali diwariskan. Seperti dicontohkan Agung Rai, bagaimana semua pegawai LPD diwajibkan setiap hari Purnama ke Pura Puseh dan saat Tilem ke Pura Dalem melakukan persembahyangan bersama.
“Itu bisa dituangkan dalam pararem nanti. Dan hal ini sangat positif untuk tetap menjaga mental pengurus secara spiritual. Dimana sebagai pengurus dan karyawan LPD harus tunduk pada aturan desa adat sebagai pemilik dari LPD,” tandasnya.
Disinggung terkait biaya dalam perumusan pararem ini pihaknya sebagai konsultan dari LPLPD menyampaikan gratis. “Kedepannya tentu kami di LPLPD secara bersama-sama terus mendorong, membantu dan mendampingi desa adat dalam perumusan revitalisasi dari pararem untuk LPD,” pungkas Agung Rai. (BB/501/tim)