Barometer Bali | Nusa Penida – Warga Banjar Adat Sental Kangin, Desa Ped, Nusa Penida tetap menolak menerima kembali Kepala Keluarga (KK) yang terkena sanksi adat kanorayang (pungusiran, red).
Hal itu terungkap saat Kapolres Klungkung AKBP Alfons WP Letsoin, menghadiri kegiatan pertemuan terkait mencari solusi damai warga yang terkena sanksi adat kanorayang bersama Forkopimda dan Forkopimcam dengan masyarakat Banjar Adat Sental Kangin, Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, di Wantilan Banjar Sental Kangin, Nusa Penida, Klungkung, (6/6/2025).
Kegiatan ini juga dihadiri oleh Bupati Klungkung I Made Satria, serta unsur Forkopimda lainnya, termasuk Kepala Kesbangpol, Kadis Sosial, Kabag Ops, Kasat Reskrim, Kasat Intelkam, Camat Nusa Penida, Kapolsek Nusa Penida, Wadanramil 1610.04, Bandesa Adat Ped, serta prajuru dan warga Banjar Adat Sental Kangin.
Dalam sambutannya, Kapolres Klungkung menegaskan pentingnya menciptakan situasi yang damai dan kondusif. Ia menyampaikan bahwa Polri bersama Pemerintah Daerah sudah beberapa kali memfasilitasi mediasi dan berharap masyarakat dapat berpikir jernih serta menjunjung nilai kekeluargaan.
“Kita semua adalah saudara. Mari cari solusi bersama. Jangan biarkan perbedaan pandangan menjadi sumber perpecahan. Polri siap menjamin keamanan semua pihak, selama tidak ada yang mengambil tindakan di luar hukum,” ucapnya.
Bupati Klungkung dalam arahannya menekankan bahwa Pemkab Klungkung berencana melepas ke-7 KK warga kanorayang untuk bebas memilih tempat tinggal. Namun, ia mengingatkan agar warga adat tidak melakukan tindakan anarkis jika bertemu mereka di tempat lain.
“Secara adat mungkin sudah selesai, tapi secara hukum nasional mereka tetap memiliki hak tinggal di tanah milik pribadi dan harus mendapat perlindungan hukum,” ujarnya.
Perwakilan warga Banjar Adat Sental Kangin, dalam pertemuan tersebut menegaskan bahwa mereka tetap menolak kehadiran kembali 7 KK kanorayang ke wilayah mereka. Mereka beralasan bahwa penolakan tersebut dilandasi oleh pelanggaran terhadap awig-awig (aturan adat, red) dan konflik hukum yang telah terjadi. (red)