Badung | barometerbali – Betapa tragis jika diceritakan, hingga maut menjemput uang hasil penjualan tanah seluas 5,6 hektar di Ungasan, Kuta Selatan tak kunjung diterima, oleh ahli waris seorang ibu tua renta bernama Ni Nyoman Rimpen.
Alih-alih mendapatkan uang, malah tanahnya sendiri yang belum lunas dibayarkan pembeli dieksekusi pengadilan. Malangnya lagi, mengetahui ada eksekusi pertama tanggal 9 Februari 2022 dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar membuat Rimpen yang perawakannya kurus kering, syok lalu jatuh sakit dan dijemput ajal. Apalagi PN Denpasar akan tetap melaksanakan eksekusi kedua Rabu, tanggal 23 Februari 2022 karena eksekusi pertama gagal setelah mendapatkan perlawanan dari pihak keluarga termohon eksekusi, I Made Suka.
“Beliau syok mendengar ada eksekusi dari pengadilan. Kondisinya lalu drop dan sakit. Tubuhnya terus melemah sampai akhirnya beliau meninggal. Hari ini beliau diupacarai ‘Ngaben’. Tanahnya almarhum lagi dua hari kembali dieksekusi pengadilan setelah kemarin tertunda,” ungkap I Made Suka anak dari almarhum kepada wartawan melalui sambungan telepon di Denpasar, Senin (21/02/2022)
Semasa hidup almarhum menurut Made Suka, jika ada tamu datang pasti menanyakan apakah itu utusan dari pembeli dan selalu menganggap akan dibawakan uang. Diungkapkan Made Suka, bahwa ibunya ini sudah puluhan tahun menunggu kejelasan pembayaran tanahnya sehingga terus berharap cemas.
“Tiang (saya) sering ditanya pembayaran tanah. Cen pis wadah tas (mana uang dalam tas). Jika ingat itu kita jadi sedih dan merasa bersalah. Apalagi setelah ngaben ini ada eksekusi lagi dari pengadilan. Tiang tidak tahu hukum berkeadilan dan kemanusiaan itu seperti apa. Tapi tiang yakin hukum karma pasti ada,” ungkapnya penuh keyakinan.
Dikonfirmasi sebelumnya kepada kuasa hukum keluarga ahli waris, Siswo Sumarto, SH yang akrab disapa Bowo, menyampaikan rasa dukanya yang mendalam. Mengetuk hati para pencari keadilan di negeri ini untuk melihat fakta terjadi. Pihaknya mengaku sangat prihatin dan terenyuh atas dampak eksekusi yang dilakukan oleh PN Denpasar pada tanggal 9 Februari 2022 lalu.
“Itu Ibu Rimpen selaku ahli waris pemegang hak kemarin syok dan sangat stress hingga akhirnya kemarin pada tanggal 12 Februari 2022 beliau menghembuskan nafas terakhir. Semasa hidupnya hingga meninggal ini, beliau stress selama hampir 21 tahun memikirkan tidak ada kepastian hukum atas haknya,” papar Bowo
Pihak PN Denpasar dalam hal ini menurutnya tidak mengindahkan norma-norma kemanusiaan di mana ahli waris kembali mendapatkan surat pemberitahuan eksekusi yang kedua pada tanggal 23 Februari 2022. “Bagaimana kita dapat menerima hal ini, di tengah ahli waris semua dalam kondisi berduka,” tandas Bowo.
Pada kesempatan lain Juru Bicara/Humas PN Denpasar Gede Putra Astawa, SH saat dikonfirmasi tetap bersikukuh melaksanakan putusan eksekusi.
Sekalipun mencuat dukungan tokoh masyarakat dan elemen kemasyarakatan yang peduli dan mewanti-wanti akan terjadinya potensi bentrokan massa jika eksekusi kedua tanggal 23 Februari 2022 dipaksakan,
“Sampai dengan saat ini, Panitera menyatakan rencana eksekusi tetap sesuai jadwal pak,” sahutnya singkat.
Senada dengan Humas PN Denpasar, Mathilda juga menyampaikan telah bersurat ke Kodam IX/Udayana dan Polda Bali untuk pengamanan saat eksekusi berlangsung.
“Belajar dari pengalaman kemarin, atas perintah Pak Ketua (Ketua PN Denpasar) kami bersurat ke Pangdam untuk mohon bantuan personel pengamanan dan kami tetap bersurat ke Polresta untuk mohon pasukan itu. Jadi semua membackup kami,” jelasnya.
Ia kembali menegaskan bahwa putusan harus tetap dijalankan. “Karena pelaksanaan putusan itu adalah kepastian hukum yang harus dijalankan,” pungkas Mathilda.
Dengan kondisi seperti ini banyak pihak mengkhawatirkan akan berpeluang terjadi potensi konflik dan gesekan di lapangan jika eksekusi tanggal 23 Februari ini tetap ngotot dilaksanakan. (BB/501)