Buleleng | barometerbali – Sempat mencuat isu liar atas turunnya Tim Satgas Antimafia Tanah Kejaksaan Agung (Kejagung) disebutkan memeriksa lahan yang disewakontrakkan Desa Adat Kubutambahan ke PT Pinang Propertindo (PT PP) di kawasan Kubutambahan, Kamis (10/02) lalu.
Tak pelak hal ini mengusik perhatian Kelihan Adat Desa Kubutambahan, Jro Pasek Ketut Warkadea (Jro Warkadea) angkat bicara permasalahan yang sebenarnya sekaligus menyampaikan klarifikasi kepada awak media, di Desa/Kec. Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Sabtu (13/2/2022).
Jro Warkadea yang juga Staf Ahli Bupati Buleleng ini mengungkapkan kronologi dasar hukum dari klausul kontrak awal dengan PT. Pinang Propertindo dengan Desa Adat Kubutambahan sudah sesuai aturan dan legalitas hukumnya jelas.
“Secara legal formalnya perjanjian ini yang telah disepakati, di hadapan Notaris Gede Purwaka SH di Tangerang, selaku Notaris yang ditunjuk oleh PT. Pinang Propertindo di dalam memediasi adanya sewa- menyewa tanah dan kontrak bangun pada 13 November 2001. Dan itu sudah berjalan sesuai dengan apa yang dilaksanakan tertuang dalam kontrak itu walaupun dalam perjalanannya ada perubahan struktur hukum,” paparnya
Dengan terjadinya perubahan konstruksi hukum ini menurut Jro Warkadea, awalnya disepakati kedua belah pihak, pertama adalah perubahan struktur hukum antara kedua belah pihak dari BOT (Built Operate Transfer) menjadi NON-BOT. Yang dimaksudkan sebagai BOT adalah kepemilikan properti di atas tanah ketika masa sewa berakhir adalah milik dari pemilik tanah (Desa Adat Kubutambahan, red).
“Nah ini yang diharapkan PT Pinang sebab susah dia akan mencari konsorsium, sehingga ada perubahan struktur hukum perjanjian itu jadi Non-BOT artinya ketika masa sewa (properti, red) berakhir akan menjadi milik penyewa,” cetus Warkadea.
Penjelasan Dasar Hukum Sewa Menyewa Tanah Adat
Berdasarkan kesepakatan paruman Desa Purnama Sada, pada tanggal 5 Juni 2012, yang menjadi landasannya, hadir 18 orang, sementara yang tidak hadir 15 dan itu menurutnya sah karena quorum paruman setengah+1 sehingga menjadikan perpanjangan itu disampaikan oleh dirinya selaku prajuru untuk memperpanjang sewa kontrak sampai dengan tahun 1991.
“Kemudian hasil paruman di desa itu diterima, disampaikan oleh prajuru untuk perpanjangan sewa kontrak sampai tahun 91. Nah, 30 tahun kemudian SHGB sebelumnya, tahun 60 sampai tahun 90 dan sudah 3 (tiga) kali perpanjangan. Hal itu sudah diterima paruman desa, ada bukti tanda tangan, karena 2001 sudah ada berita acara paruman. Dan ini melanjutkan untuk diperpanjang sewa- menyewa dengan 1 investor, tidak mencari investor lain,” tandasnya
Dituturkan atas pertimbangan dan terbatasnya sumber dana desa adat untuk rehab pura, Pura Segara dan kegiatan upacara serta lainnya. Sedang sumber dana desa adat hanyalah tanah-tanah, itu ada tanah sawah, kebun kelapa, dan ini sebagai sumber yang disepakati untuk diperpanjang untuk sumber dana bagi kas desa adat.
Perjalanan Sewa Kontrak Lahan Desa Adat Kubutambahan
Pada awalnya kontrak kerja sama memang bergerak di bidang pertanian, PT Mustika sebagai peng-handle PT Pinang Propertindo, yang bergerak di bidang pertanian jagung gimbal, hortikultura, kebun mangga. Karena sumber airnya terbatas akhirnya pertanian ini menjadi macet (tidak produktif).
Ketika tahun 2013 lalu, yang mengurus perizinan dikatakan Bupati Buleleng saat itu. Ia menyatakan bahwa kawasan ini sudah diplot menjadi bandara, jadi RTRW 2009 sudah menyatakan tidak ada lagi bangunan sarana pariwisata sehingga aktivitas tidak berjalan dan bahkan hasil hasil pertanian itu diserahkan kepada desa (Desa Adat Kubutambahan).
Ditanya terkait adakah kerugian bagi desa adat dari kontrak dengan PT Pinang Propertindo, Jro Warkadea menguraikan selama ini belum ada yang dirugikan karena sejak tahun 2001 sampai sekarang pembayaran sudah dilakukan sebanyak Rp2,4 Milyar dari Rp4 Milyar kurang 2 juta, dan belum bayar dibayarkan Rp1,5 Milyar.
“Walaupun ada sisa dana pembayaran senilai 1,5 Milyar itu dipastikan akan dibayar, dan saya juga sudah menghubungi PT Pinang, bahwa ada kewajiban dia harus membayar royalti. Sudah dibayar Rp120 juta per 2021, itu sudah dibayar sewanya Rp2,4 Miliar dan yang belum Rp1,5 Milyar, dan di Bulan Februari ini dijanjikan dibayar sewanya lagi,” sahutnya.
Kemudian dalam perjanjian-perjanjian yang sudah disepakati, ada namanya bagi hasil pertanian itu diserahkan ke desa adat, jadi tidak ada yang dirugikan
“Ketika nanti terus tidak ada bangunan, berarti terlantar akan menjadi catatan tersendiri ketika dia akan memperpanjang kedua, karena ini menelantarkan. Kalau menelantarkan logikanya merugikan pendapatan pemerintah daerah, termasuk ekonomi di desa karena ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pendapatan bagi masyarakat ketika investasi ini berjalan,” tegasnya
“Jadi, 30 tahun pertama SHGB sudah berjalan, ketika nanti mau melanjutkan kami tidak akan memberikan sertifikat asli untuk diperpanjang artinya SHGB yang kedua akan gugur. Berarti PT PP, tidak bisa melanjutkan untuk pembangunan apapun ketika tanah ini seandainya tetap jadi bandara,” sambungnya.
Apabila bandara tersebut terwujud maka akan ada pembicaraan khusus dengan PT Pinang Propertindo Bagaimana penyelesaian tindakan hukum yang dilakukan apakah itu ganti rugi, kompensasi dan lainnya.
Jro Warkadea menegaskan lahan tersebut juga akan jadi bagian dari lokasi Bandara Internasional Bali Utara (BIBU).
Situasi di Desa Adat Kubutambahan, imbuhnya, agar mencari mediator yang betul betul memberikan penyelesaian secara damai, tidak ada kepentingan dan tendensi dalam upaya penyelesaian perselisihan yang ada.
”Hal ini menurut hemat kami ada mediator nantinya yang mampu memperhatikan semua pihak termasuk PT. Pinang termasuk desa adat,” kata Warkadea.
PT. Pinang, nantinya mestinya nanti memberikan kompensasi ganti rugi yang dibayar. Ketika nanti membicarakan masalah tersebut bagaimana desa adat akan mendapatkan lagi, dari mediasi tersebut.
Jadi mediasi dengan para pihak ini menurut Jro Warkadea sesungguhnya bagaimana warga Desa Kubutambahan agar tidak bertindak arogan, memasang spanduk menuduh ada mafia-mafia (tanah).
“Apalagi, kami juga mendengar pembicaraan lewat pemerintah provinsi selama ini bahwa pembicaraannya ternyata di luar kontrol. Sebagai contoh bahwa tanah ini akan disita oleh negara karena itu dipakai sebagai jaminan bank, itu menurutnya pembicaraan yang tidak bisa dibuktikan. Apa buktinya bahwa itu akan disita oleh negara,” kilah Jro Warkadea.
Ditekankan lagi bahwa, karena yang menjadi jaminan itu adalah SHGB (Surat Hak Guna Bangunan), yang dijaminkan PT. PP sebagai jaminan tambahan modal dan itu urusan bisnis.
“Kemudian bahwa desa adat dituduh, memberikan rekomendasi kepada PT pinang untuk mencari kredit, kami sudah menyatakan bahwa selama proses mencari mencari kredit PT. PP di bank dan itu urusan bisnis. Kami sama sekali tidak memberikan rekomendasi dan bisa dibuktikan ada tidaknya rekomendasi. Kami persilakan dibuktikan bahkan di notaris dan BPN (Badan Pertanahan Nasional, red) bisa dilihat di HP atau HT,” tandasnya.
Dengan demikian ia meminta agar pernyataan itu ditarik supaya tidak memperuncing permasalahan seperti konflik horizontal di masyarakat Kubutambahan. Sehingga perlu diberikan informasi yang benar dan menyeluruh, damai sebagai komitmen menyelesaikan suatu persoalan.
“Ketika ini diprovokasi bahwa ada rekomendasi kredit, seolah kelihan desa mencari sesuatu dari kredit. Itu perlu di-klirkan bagaimana penyelesaiannya adalah duduk bersama dengan PT Pinang,” imbuhnya.
Pihak desa adat juga menurutnya harus membicarakan perihal ini dengan PT PP kalau ini (tanah adat) dibebaskan SHGB-nya, seperti ganti rugi pinjaman. Namun pihaknya tidak mengetahui banknya, sebab itu urusan bisnis PT Pinang.
Selaku Kelihan Adat Desa Kubutambahan dirinya mengaku mempunyai tanggungjawab dan mempertaruhkan reputasinya.
“Sebagai penghulu desa adat ketika ada sewa-menyewa itu berjalan sesuai legal formal, tidak ada yang dirugikan bagi desa adat dan itu dijamin. Saya sudah sampaikan dalam paruman desa bahwa kami melaksanakan ini, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku tidak ada yang merugikan desa adat. Saya pertaruhkan reputasi jabatan saya,” singgung Jro Warkadea
Kedua info yang nyeleneh itu semestinya harus diluruskan kemudian, pihaknya akan mampu menyampaikan kepada PT Pinang bagaimana kelanjutannya ketika betul ada investor yang menanamkan modal untuk pembangunan bandara darat di Kubutambahan.
“Kalau bandara di darat pertanggungjawaban vertikal sepertinya feeling kami itu merupakan Pamedal Ida Bhatara. Susah dirinya menyatakan bahwa bandara darat itu akan sukses,” pungkas Jro Warkadea. (BB/501)